Renungan hari ini: “KEKUATAN ALAM SEBAGAI SIMBOL KESETIAAN ALLAH” (Yeremia 18:14-15)

 Renungan hari ini:

 

“KEKUATAN ALAM SEBAGAI SIMBOL KESETIAAN ALLAH”


 

Yeremia 18:14-15 (TB) "Masakan salju putih akan beralih dari gunung batu Siryon? Masakan air gunung akan habis; air yang sejuk dan mengalir? Tetapi umat-Ku telah melupakan Aku, mereka telah membakar korban kepada dewa kesia-siaan; mereka telah tersandung jatuh di jalan-jalan mereka, yakni jalan-jalan dari dahulu kala, dan telah mengambil jalan simpangan, yakni jalan yang tidak diratakan" 

 

Jeremiah 18:14-15 (NET) "Does the snow ever completely vanish from the rocky slopes of Lebanon? Do the cool waters from those distant mountains ever cease to flow? Yet my people have forgotten me and offered sacrifices to worthless idols! This makes them stumble along in the way they live and leave the old reliable path of their fathers. They have left them to walk in bypaths, in roads that are not smooth and level"

 

Dalam nas hari ini kita akan melihat “Kekuatan Alam Sebagai Simbol Kesetiaan Allah” Dalam ayat ini, Yeremia menggunakan gambar yang sangat kuat untuk menggambarkan kesetiaan dan kestabilan Allah. Salju putih yang tidak bisa beralih dari gunung batu Siryon dan air gunung yang selalu mengalir adalah gambaran tentang kekekalan dan kebenaran yang tidak bisa digoyahkan. Salju putih dan air yang sejuk menunjukkan sifat alam yang stabil dan tidak berubah, sebagaimana kesetiaan Tuhan yang tidak pernah berkurang. Alam di sini adalah cerminan dari kekekalan dan kesetiaan Tuhan dalam memberikan hidup dan berkat-Nya.

 

Namun, Allah menegur umat-Nya karena meskipun Allah adalah sumber yang tidak berubah, umat-Nya malah melupakan-Nya. Mereka berpaling kepada dewa kesia-siaan dan mengikuti jalan-jalan yang salah. Ini adalah gambaran yang sangat mencolok mengenai ketidaksetiaan manusia, yang sering kali berpaling dari Tuhan yang setia kepada jalan-jalan yang tidak memuaskan.

 

Dalam kehidupan kita, apakah kita masih mengandalkan Tuhan yang tidak berubah ini sebagai sumber kehidupan kita? Ataukah kita sering kali tergoda untuk mencari solusi dari dunia yang sementara, seperti yang dilakukan umat Israel?Apakah kita menjaga kesetiaan kita kepada Tuhan atau malah berpaling kepada hal-hal yang tidak abadi?

 

Yeremia menegur umat Israel karena mereka telah membakar korban kepada dewa-dewa kesia-siaan. Dewa kesia-siaan merujuk pada segala sesuatu yang tidak memberikan hidup yang sejati dan tidak dapat menyelamatkan. Umat Israel, meskipun telah diberikan Allah yang hidup, memilih untuk beribadah kepada dewa-dewa yang tidak nyata dan tidak bermanfaat. Korban yang mereka persembahkan adalah sia-sia, karena itu bukanlah penyembahan kepada Tuhan yang sejati.

 

Di dunia modern kita, mungkin kita tidak menyembah dewa-dewa kayu atau batu, tetapi kita sering kali menyembah hal-hal lain yang menjadi fokus utama dalam hidup kita: pekerjaan, kekayaan, kesenangan, atau bahkan status sosial. Ketika kita mengejar hal-hal tersebut tanpa memusatkan hidup kepada Tuhan, kita pun sedang menyembah dewa kesia-siaan yang tidak mampu memberikan kehidupan yang sejati.

 

Ayat ini juga menggambarkan bahwa umat Israel telah tersandung jatuh di jalan-jalan mereka. Mereka mengikuti jalan-jalan yang tidak diratakan, yaitu jalan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Jalan-jalan dari dahulu kalaini bisa merujuk pada jalan hidup yang telah diajarkan oleh Tuhan, yang memberi hidup dan berkat. Namun, umat Israel memilih jalan simpangan, yang penuh dengan kesulitan dan kekecewaan. Jalan ini adalah jalan yang tidak membawa kepada kehidupan sejati, tetapi kepada kehancuran.

 

Di tengah segala ketidaksetiaan dan penyembahan kepada dewa-dewa kesia-siaan, Allah mengingatkan umat-Nya untuk kembali kepada-Nya. Tuhan adalah sumber kehidupan yang tidak berubah, dan hanya di dalam Dia kita dapat menemukan kedamaian yang sejati. Tuhan ingin kita berjalan di jalan-Nya yang diratakan, yang membawa kepada keselamatan dan hidup yang penuh berkat.

 

Apa yang perlu direnungkan dari nas hari ini? Ada beberapa hal yang perlu direnungkan dari nas ini:

 

Pertama, keabadian alam sebagai simbol kesetiaan Allah. Yeremia menggunakan gambar alam yang sangat kuat dalam ayat pertama, yaitu salju putih yang tidak mungkin beralih dari gunung batu Siryon dan air gunung yang sejuk yang tidak akan habis. Siryon (atau Gunung Hermon) dikenal sebagai gunung yang tinggi dan memiliki salju yang abadi di puncaknya, serta air yang mengalir terus-menerus dari pegunungan tersebut. Salju putih dan air yang mengalir adalah simbol dari kesetiaan dan kekekalan Allah yang tidak pernah berubah. Seperti gunung yang kokoh dan air yang mengalir dengan pasti, kesetiaan Tuhan adalah hal yang tak tergoyahkan dan tidak akan pernah berubah. Allah selalu setia, memberikan kasih dan pemeliharaan-Nya. Allah memberikan pemberian yang kekal dan stabil kepada umat-Nya, tetapi meskipun begitu, umat-Nya malah melupakan Dia dan mencari sesuatu yang sia-sia.

 

Kedua, mengabaikan Allah untuk menyembah dewa kesia-siaan. Yeremia menegur umat Israel karena mereka melupakan Allah dan malah menyembah dewa-dewa kesia-siaan. Mereka berpaling dari Tuhan yang sejati dan memilih untuk memberikan korban kepada dewa-dewa palsu yang tidak bisa memberi apa-apa selain kebingungan dan kekecewaan. Dewa-dewa ini mewakili segala hal yang tidak kekal dan tidak memberikan keselamatan sejati.Penyembahan terhadap dewa-dewa kesia-siaan ini sering kali menggambarkan penyembahan kepada hal-hal duniawi yang tidak dapat memberikan kehidupan sejati: kekayaan, kekuasaan, status sosial, atau kesenangan duniawi lainnya. Semua ini adalah sebuah ilusi yang tidak akan pernah bisa memberikan ketenangan dan keselamatan yang sejati.

 

Ketiga, tersandung di jalan yang tidak diratakan. Ayat ini menggambarkan umat Israel yang telah tersandung jatuh di jalan-jalan mereka. Mereka telah mengambil jalan yang simpang, yaitu jalan yang tidak diratakan, yang artinya jalan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dan penuh dengan kesulitan dan hambatan. Mereka memilih untuk menyimpang dari jalan yang benar, yaitu jalan yang telah Tuhan tetapkan, dan mencari jalan yang lebih mudah atau lebih sesuai dengan keinginan pribadi mereka. Jalan yang tidak diratakan adalah jalan yang penuh dengan godaan, kebingungan, dan penderitaan. Ini adalah gambaran dari hidup orang yang meninggalkan petunjuk Tuhan dan memilih jalan yang hanya mengarah pada kehancuran.

 

Yeremia mengingatkan kita bahwa jalan yang benar adalah jalan yang diratakan Tuhan, yaitu jalan yang mengikuti petunjuk-Nya, penuh dengan ketergantungan kepada Allah. Hanya Tuhan yang dapat memberikan kita kehidupan yang kekal dan sejati, dan hanya dalam Dia kita menemukan kesetiaan, kebenaran, dan keselamatan yang tidak akan pernah berubah. Karena itu, marilah kita berbalik kepada Tuhan, meninggalkan dewa-dewa kesia-siaan, dan kembali mengikuti jalan yang diratakan-Nya — jalan yang membawa kepada kehidupan yang sejati. (rsnh)

 

Selamat berkarya untuk TUHAN

Komentar

Postingan Populer