Sabtu, 12 September 2020

KOTBAH MINGGU XIV SETELAH TRINITATIS Minggu, 13 September 2020 “KENIKMATAN DUNIA ADALAH KESIA-SIAAN”

 KOTBAH MINGGU XIV SETELAH TRINITATIS

Minggu, 13 September 2020

 

“KENIKMATAN DUNIA ADALAH KESIA-SIAAN”

Kotbah: Pengkotbah 2:4-11 Bacaan: Galatia 5:19-21




 

Minggu ini kita memasuki Minggu Keempatbelas Setelah Trinitatis. Tema yang akan kita renungkan adalah “Kenikmatan Dunia adalah Kesia-siaan”. Hidup yang tidak selaras dengan imannya akan membawa kesia-siaan. Kitab Pengkotbah memberikan kritikan kepada orang yang hidupnya tidak selaras dengan imannya. Pengkotbah mengecam orang yang salah menentukan prioritas hidup. Ia dengan lantang melawan praktik manusia jamannya yang menomor-duakan Allah. Lebih sadis lagi, kalau orang mulai mengklaim dirinya sama seperti Allah. Atau menggantikan Allah dengan “allah-allah” lain. “Allah” baru orang zaman ini adalah handphonenya, tabletnya, komputernya atau kegemaran lainnya. Orang bisa menghabiskan waktunya belasan jam sehari dengan HP, tablet dan computer, tetapi lupa untuk meluang waktu biar beberapa menit berbicara dengan Tuhan. Memang segala sesuatu akan sia-sia kalau kita tidak memiliki pegangan hidup.

 

Benar segala sesuatu adalah sia-sia kalau manusia salah menentukan prioritas dalam hidup. Betul segala sesuatu sia-sia kalau manusia salah menentukan arah hidupnya. Kalau manusia mengarahkan hidupnya pada hal-hal duniawi saja maka akan berujung pada kesia-siaan. Kalau manusia salah membuat skala prioritas dalam hidup maka akan bermuara pada kebinasaan. Kita harus menata kembali hidup kita dengan membuat kesimbangan antara yang duniawi dan rohani, antara yang sesaat saja dan untuk yang jangka panjang sifatnya.

 

Yang membuat hidup kita berarti atau sia-sia adalah kita sendiri. Kalau mau hidup ini berarti, lakukanlah hal-hal yang mendatangkan kebaikan, kebenaran, keadilan dan kedamain. Kita harus memihak pada budaya kehidupan.Budaya kehidupan adalah membiasakan segala sesuatu yang baik: kerja keras, komitmen dan fokus pada hal-hal yang positif. Mengapresiasi hal-hal baik yang orang lain lakukan. Meningkatkan efektivitas dan efesiensi dari segala sesuatu yang kita lakukan setiap hari. Di atas semuanya itu, jangan pernah melupakah Tuhan, memohon berkat dan penyertaanNya.

 

Beralasan sekali kalau kitab Pengkotbah mengatakan “segala sesuatu sia-sia belaka”. Apakah faedah yang diperoleh orang dari segala usaha yang dilakukannya dengan jerih payah di bawah matahari, kalau semuanya itu tidak diarahkan kepada sukacita dan kedamaian dalam hidup. Yang sia-sia adalah yang tidak didasarkan pada: ketulusan dan kerendahan hati, kemurnian dan kepolosan iman, keterbukaan dan saling pengertian, yang tidak terarah kepada kepentingan bersama dan kepada keluhuran dan kemuliaan Allah. 

 

Jika kita teliti pericope kotbah Minggu ini, maka kita akan melihat hidup kesia-siaan yang dituliskan oleh penulis kitab Pengkotbah ini, yakni 

1.     Mendirikan rumah-rumah dan 

2.     Menanami dan mengusahakan kebun-kebun dengan rupa pohon-pohon

3.     Menggali kolam-kolam untuk mengairi pohon-pohon.

4.     Membeli budak-budak laki-laki dan perempuan

5.     Mengumpulkan perak dan emas, mengumpulkan harta benda raja-raja 

6.     Mencari biduan-biduan dan biduanita-biduanita, serta gundik.

7.     Tidak merintangi mata dari apa pun yang dikehendakinya.

 

Hal-hal yang diraih di atas menjadi sia-sia absen dalam hidup seseorang ketulusan dan kerendahan hati, kemurnian dan kepolosan iman, keterbukaan dan saling pengertian. Agar kita tidak masuk dalam kategori “yang sia-sia di bawah kolong langit ini” maka mari kita hidup sesuai dengan “ketulusan, kerendahan hati, kemurnian dan kepolosan iman, sesuai dengan kekayaan batiniah yang terarah kepada kepentingan bersama dan demi keluhuran dan kemuliaan Allah.

 

Kita telah dibangkitkan Kristus dari keterpurukan dosa, berkat kematian dan kebangkitanNya. Karena itu pikirkan perkara yang di atas, di mana Kristus berada, duduk di sebelah kanan Allah. Hal-hal inilah yang membuat hidup kita bermakna. Dengannya “kita menolak kesia-siaan” yang dikritikan oleh kitab Pengkotbah kepada para pendengarnya. 

 

Kesia-siaan yang dibahasakan oleh Kitab Pengkotbah, diperjelas oleh Paulus. Dalam suratnya kepada orang di Kolose, ia memberi penegasan serta contoh-contoh yang jelas. Menurutnya yang sia-sia itu adalah: hidup yang terarah pada hal-hal duniawi: mendewakan kenikmatan dunia; percabulan, kenajisan, hawa nafsu jahat, keserakahan dan penyembahan berhala. Dusta. Pengotak-gotakan orang “orang Yunani – Yahudi, orang budak – merdeka”. Singkatnya semua yang buruk dan jahat: itulah yang membuat manusia menjadi makluk yang sia-sia. Kenakan hidup Kristus supaya kita selamat (bdk Kol. 3:1-5.9-11).

 

Timbul pertanyaan kita sekarang bagaimanakah seorang dapat melawan kenikmatan kesia-siaan? Ada beberapa strategi yang boleh kita lakukan, yakni: 

 

Pertama, lakukanlah segala perbuatan baik dengan ketulusan dan kerendahan hati, kemurnian dan kepolosan iman, keterbukaan dan saling pengertian. Apabila seorang melakukan suatu “perbuatan baik” karena hasrat untuk dipuji, maka perbuatan tersebut kehilangan nilainya di mata Tuhan. “Apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya” (Mat. 6:2). Kuncinya adalah melakukan perbuatan-perbuatan cinta kasih yang tersembunyi, yang dilihat hanya oleh Allah saja. Ini membangun keakraban dengan Allah dan menanamkan dalam diri kita suatu keacuhan yang sehat terhadap pujian dunia.

 

Kedua, lakukanlah segala sesuatu seolah-olah untuk TUHAN. Strategi lain dalam melawan kesia-siaan adalah menanamkan kasih kepada TUHAN dalam diri orang-orang lain. Yakni, menawarkan perbuatan-perbuatan baik kepada TUHAN melalui orang-orang di sekitar kita. Belajar untuk melihat TUHAN dalam diri sesama dan mengasihi-Nya dalam diri sesama. Kesadaran akan kehadiran TUHAN dalam diri sesama ini telah menggerakkan tak sedikit para kudus pada cinta kasih yang universal dan gagah berani. Dengan cinta kasih universal kita bermaksud menunjukkan cinta kasih dan kebaikan pada semua orang, tanpa peduli kepribadian ataupun perangai mereka. Ini bukan tugas yang mudah. Mudah berlaku baik pada seseorang yang menyenangkan. Adalah jauh lebih sulit berlaku baik pada seseorang yang mudah naik pitam atau tak tahu adat atau tak tahu berterima kasih. Itulah sebabnya mengapa menjangkau seorang yang sulit sangat membantu dalam memurnikan niat-niat kita. Sebab pada tahap itu, kita bermurah hati demi cinta kepada Kristus, bukan demi cinta kepada pujian.

 

RENUNGAN

 

Berefleksi dari pembahasan kotbah di atas, apakah yang hendak kita renungkan dan tindaklanjuti dalam kehidupan kita sehari-hari?

 

Pertama, jika kita hendak melakukan segala sesuatu lakukanlah dengan ketulusan dan kerendahan hati, kemurnian dan kepolosan iman, keterbukaan dan saling pengertian.

 

Kedua, jika kita hendak melakukan segala sesuatu lakukanlah hanya untuk kemuliaan nama TUHAN bukan untuk mencari popularitas kita semata.

Ketiga, marilah kita menyadari bahwa membuat orang bahagia dalam arti yang sesungguhnya dalam hidup yaitu kalau ia memiliki keseimbangan antara yang batiniah dan jasmaniah. Orang yang tidak timpang hidup rohani dan hidup jasmaninya mereka itulah yang memiliki kedamaian dan sukacita yang sejati dalam hidup. Orang yang kaya batinnya, pasti selalu dipenuhi dengan sukacita dan damai. Orang yang kaya secara materi belum tentu mengalami kegembiraan dan kedamaian karena selalu dikejar oleh bayang-bayang kekayaannya. Di mana hartamu berada, di situ hatimu berada. Karena itu, lawanlah hidup kenikmatan dunia yang sia-sia dengan tindakan yang berkenan bagi TUHAN. (rsnh)

 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...