Senin, 02 April 2018
“MAUT TELAH DIKALAHKAN”
Kotbah:
Yesaya 25:6-9 Bacaan: Lukas 24:1-12
Hari ini kita merayakan Paskah II. Pada Ibadah Paskah II ini kita akan membahas tema “Maut telah dikalahkan”. Kebangkitan
Yesus telah mengalahkan kuasa kematian. Kematian tidak lagi menghantui kita dan
tidak lagi menjadi momok yang menakutkan. Kematian menjadi sarana orang percaya
untuk memasuki kehidupan yang kekal yakni surga. Kehidupan manusia tidak lagi
berakhir di liang kubur tetapi akan berakhir di surga.
Kematian
Kristus adalah satu-satunya kematian yang membawa kematian ke dalam kematian,
kematian itu dimatikan melalui kematian Kristus. Mungkin ini dimengerti oleh
orang Tionghoa sebagai menawar racun dengan racun. Orang Barat lambat sekali mengerti
akan hal ini, sampai pada penemuan suntikan cacar baru mengerti, membasmi cacar
dengan cacar, menggunakan kuman untuk menghantam kuman. Tapi pengertian dengan
racun membasmi racun telah diketahui oleh orang Timur sejak ribuan tahun yang
lalu. Tetapi semua ini adalah pengertian alamiah, yang supra alamiah hanya
satu, yaitu Kristus memakai kematian untuk membasmi kematian. Mengapa kematian
Kristus begitu berbeda?
Pertama, kematian Kristus adalah akibat kesetiaan-Nya pada kehendak
Allah. Semua manusia mati,
karena salah menggunakan kebebasan, untuk melawan prinsip-prinsip kematian,
sehingga kita tertawan oleh kematian. Manusia tidak berdaya. Tetapi Kristus,
memakai kebebasan-Nya untuk taat kepada prinsip-prinsip, sehingga di dalam
rencana keselamatan, Dia menjadi Juruselamat. Alkitab berkata, “Bapa mengasihi
Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak
seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut
kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya
kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku.” (Yoh. 10:17-18). Kalimat ini
tidak pernah muncul pada filsafat Gerika atau Tiongkok, di dalam pemikiran
Konfusius atau Plato atau siapapun, hanya ada di dalam Kitab Suci, Alkitab.
Manusia mati karena tidak berdaya, karena memang harus mati. Tidak ada cara
meninggalkan kematian, kita harus mati secara terpaksa. Permisi tanya, siapa
yang suka mati? Ada yang mau mati? Tidak ada. Suka mati? Tidak suka. Harus
mati? Harus. Yang harus mati, tidak suka mati. Kristus yang tidak harus mati,
suka mati. Mengherankan bukan? Setiap orang, pada saat kematiannya tiba,
psikologinya akan langsung berubah. Kau sedang enak-enak bekerja,
berjalan-jalan, studi, tapi suatu hari, dokter mengadakan pemeriksaan, dan
keluarlah hasilnya, dalam dua minggu ini kau akan mati. Apakah waktu dokter
berkata seperti itu, kau akan menjawab: oh, mati? Kau tentu akan bertanya, apa
dokter? Dalam 2 minggu, kau akan mati. Kau mulai bergemetar. Selama hidup
puluhan tahun, baru selama 2 minggu kau berpikir, apa sih artinya hidup?
Mengapa saya bisa hidup berapa puluh tahun di dalam dunia ini? Sudah
jalan-jalan begitu banyak, namun akhirnya tidak bisa jalan-jalan lagi 2 minggu,
kemudian 13 hari, 12, 7, 6, 5, 4 hari, terus minus, minus, akhirnya sisa 1 hari
saja. Waktu itu, kau merasa tidak rela sekali, tapi kau tetap harus pergi.
Mengapa? Karena kau berada di dalam keadaan pasif.
Kedua, kematian manusia berada di bawah kuasa dosa, tapi kematian Kristus di
atas kuasa dosa. Maksudnya Kristus tidak pernah perlu ditawan,
diikat, dituduh, juga tidak pernah berada di bawah kutukan Taurat. Ini semua
karena Kristus tidak berdosa. Dia adalah satu-satunya yang berjalan, yang taat,
yang menggenapi seluruh rencana Allah. Meskipun Dia lahir di bawah Taurat, tapi
hidup-Nya berada di atas Taurat. Dia mempunyai sesuatu yang diikat di bawah
peraturan Taurat dan Dia menjalankannya, tapi karena Dia sungguh-sungguh
merupakan satu-satunya orang yang menggenapkan Taurat, sehingga Dia mempunyai
hidup dan mempunyai hak di atas Taurat, itulah sebabnya Dia tidak berada di
bawah kutukan dosa.
Ketiga, kita mati karena kita sendiri telah berdosa, tetapi Kristus mati untuk
menggantikan orang lain yang berdosa. Jadi Dia tidak seharusnya mati, karena Dia tidak berdosa. Kematian
kita adalah karena kita telah berbuat dosa, sedangkan Kristus mati, karena
orang lain berdosa. Di atas Golgota, ada tiga orang yang dipakukan di atas kayu
salib: yang di tengah adalah Kristus, yang di sebelah kanan dan kiri-Nya adalah
perampok. Kedua perampok ini, yang seorang melambangkan orang berdosa yang
tidak menerima Tuhan, sedangkan yang lain melambangkan orang berdosa yang
menerima Tuhan. Tiga orang ini: mati, mati, mati. Bedanya apa? Yang
satu, die in sin. Yang di tengah die for sin. Yang satu
lagi, die to sin. Inilah perbedaannya: mati di dalam dosa, mati untuk
orang berdosa, dan mati terhadap dosa. Hanya ada 3 macam kematian. Tidak ada
pengertian hidup yang lebih tinggi, daripada apa yang dinyatakan di dalam Kitab
Suci. Tidak ada filsafat dan pikiran manusia yang lebih dalam daripada apa yang
dinyatakan di dalam Kitab Suci. Tetapi Kitab Suci menyatakan hidup dengan
begitu sederhana, begitu gampang dimengerti sesuai dengan fakta. Bukankah Kong
Hu Cu juga memikirkan apa itu mati? Tetapi akhirnya Kong Hu Cu mengatakan satu
kalimat, “Kalau tidak tahu apa itu hidup, bagaimana mungkin bisa tahu apa itu
mati?”. Tetapi pada waktu mereka membicarakan tentang kematian, mereka duduk di
pinggir meja sambil berpikir dan merengut, mereka berusaha mencatat hasil
penyelidikan mengenai apa itu hidup, apa itu mati. Tapi Kristus tidak demikian.
Dia bukan sebagai orang berdosa yang mencari dan menyelidiki. Dia adalah sumber
hidup, yang datang mati untuk semua orang yang berdosa. Puji Tuhan! Jikalau kau
tidak menerima Kristus, kau pasti mati di dalam dosamu sendiri. Jikalau Kristus
sudah mati bagimu dan kau mengerti bahwa Dia mati bagimu, lalu kau menerima
Dia, kau pasti belajar untuk mati terhadap dosa dan hidup bagi kebenaran,
keadilan Tuhan. Puji Tuhan!
Keempat, kematian manusia adalah kematian yang menelan hidup manusia, tetapi
kematian Kristus adalah kematian yang menelan kuasa dan penguasaan kematian.
Perbedaan antara kematian Kristus dan kematian semua orang adalah semua orang
ditelan oleh kematian, tetapi akhirnya kematian ditelan oleh kebangkitan Yesus
Kristus. Kematian Kristus adalah kematian yang menelan kematian. Bagaimana kita
mengerti istilah menelan ini? Bila kita minum obat, setelah masuk obat tidak
ada lagi, dia sudah menjadi sebagian di dalam hidup yang menghanyutkan diri,
mencairkan diri dan tidak lagi ada bentuknya. Sekarang sudah menjadi sebagian
dalam hidupku. Saya makan obat, menelan pil, pil itu akan masuk melalui ludah
dan segala sesuatu dalam tubuhku, menjadi sebagian dari tubuhku. Obat itu ada
tetapi tidak lagi mempunyai bentuk aslinya. Apakah arti kematian itu ditelan?
Saya sudah berpikir selama bertahun-tahun, mengapa Alkitab memakai istilah
kematian ditelan untuk selama-lamanya. Ditelan oleh kemenangan, maka kematian
Kristus adalah kematian yang menelan semua kematian. Dia menang dan bangkit
pula. Apa artinya telan? Kita harus mengerti dengan dua corak, yang satu dari
bidang matematika, yang lain dari fisika.
1. Bidang Matematika
Bagaimana
kita mengerti akan hal ditelan ini? Mana yang lebih besar: 1000.000 atau tidak
terbatas? Seratus milyar atau tidak terbatas? Tidak terbatas. Karena yang tidak
terbatas itu pasti adalah yang paling besar. Kalau tidak terbatas dikurangi
100.000.000, berapa sisanya? Tetap tidak terbatas. Yang tidak terbatas itu
setelah dikurangi sebanyak mungkin, meski jumlahnya sampai ratusan trilyunpun,
yang tidak terbatas itu tetap tidak terbatas. Di sinilah matematika mengajarkan
satu hal, dia menelan. Tidak peduli berapa banyak yang datang kepadanya, dia telan.
2. Bidang Fisika
Cahaya
bisa dilihat, tetapi tak bisa ditimbang beratnya. Heran bukan? Bila cahaya itu
bukan benda, mengapa bisa dilihat? Kalau disebut benda, mengapa tidak bisa
ditimbang? Jadi cahaya itu benda atau bukan? Jika kita membaca teori Ishak
Newton, Einstein tentang terang. Kita katakan, terang itu benda, mengapa tidak
bisa ditimbang? Kalau bukan benda, mengapa bisa dilihat? Kalau dia benda,
mengapa tidak mempunyai berat, hanya mempunyai kecepatan? Pada abad yang lalu,
kecepatan cahaya sudah diperkirakan 300.000 km/detik yaitu memutari bumi tujuh
setengah kali dalam satu detik. Cahaya itu begitu cepat. Dari matahari ke bumi,
yang jaraknya 156.000.000 km hanya membutuhkan delapan menit tiga belas detik
sudah bisa mencapainya. Kalau kita bisa memakai jet yang berkecepatan seperti
cahaya, maka 8 menit kemudian, kita sudah berada di matahari, mati terbakar di
sana, karena terlalu panas. Di mana ada cahaya, di situ tidak ada gelap. Berapa
besar kecepatan cahaya? 300.000 km per detik. Waktu cahaya datang, kegelapan
pun lenyap. Ini berarti gelap lari dengan kecepatan yang sama dengan cahaya,
bukan? Sehingga di mana cahaya tiba, gelap pasti pergi. Tidak mungkin terjadi
pada waktu cahaya datang, gelap tidak mau pergi, lalu terjadi perbenturan antara
cahaya dan gelap. Bila kita membuat satu rumah yang ber-AC, semuanya tertutup
sedemikian rupa, sehingga tidak ada lubang atau angin yang bisa keluar, tidak
ada air yang bisa merembes ke sana. Ketika saya berada di dalamnya, lalu
menyalakan lampu, kemanakah gelap itu lari? Tidak ada lubang sedikitpun. Tuhan
menciptakan terang, apa itu terang? Tidak tahu. Semakin dipikir, semakin tidak
dimengerti, sampai kepala menjadi kopyor pun masih belum bisa
mengerti. Terang yang diciptakan Tuhan mempunyai kecepatan, tetapi tidak
mempunyai kekuatan untuk menghantam. Sehingga terang yang berkecepatan 300.000
km / detik, meski berada dalam kapal selam yang hanya 200 meter, tidak
menghantam apa-apa, tidak bersuara, juga tidak membuat gaduh. Kita senang
karena terang bercahaya, tetapi tidak ribut. Tuhan Yesus berkata, kamu adalah
terang dunia, tapi tidak berkata, kamu adalah loudspeaker dunia.
Karena loudspeaker hanya ribut tapi tidak bercahaya, sedangkan terang
bercahaya, tapi tidak ribut. Sekarang ada dua macam orang Kristen: yang
bercahaya tetapi tidak ribut dengan yang ribut tapi tidak bercahaya. Pilihlah
salah satu. Cahaya itu berada di dalam ruangan yang tertutup. Kemanakah gelap
itu lari? Jawaban satu-satunya adalah ditelan oleh cahaya. Bagaimana
menelannya? Tidak tahu. Pokoknya terang itu menelan kegelapan, sehingga
kegelapan tidak ada lagi. (rsnh)
Selamat
Paskah II