Sabtu, 05 Mei 2018

KOTBAH MINGGU ROGATE Minggu, 06 Mei 2018 “BERTEKUN DALAM DOA”

Minggu, 06 Mei 2018

Kotbah: Keluaran 32:7-14  Bacaan: Yakobus 1:2-8


Minggu ini kita akan memasuki Minggu Rogate, yang artinya berdoa (Yer. 29:12). Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Bertekun dalam doa”.Orang yang bertekun dalam doa akan menghasilkan hal terbaik dalam hidupnya. Ketekunan dalam doa memaksa kita bertekun juga dalam menaati kehendak dan perintah Allah. Doa yang tekun mengarahkan hidup kita secara disiplin ke jalan TUHAN.

Perikop dari Kitab Keluaran 32 ini berkisah tentang adegan Bangsa Israel yang menyembah lembu emas. Adegan ini menggambarkan secara tepat betapa sulitnya manusia untuk setia dan memihak pada Allah. Kesetiaan yang sudah ditunjukkan oleh Allah menyertai perjalanan panjang hidup mereka rupanya tidak cukup untuk menumbuhkan kesetiaan sebagai suatu tanggapan yang setimpal. Berkat dan kebaikan Allah cenderung untuk sekedar dinikmati sesaat. Kesulitan baru dan dorongan untuk hidup serakah gampang membuat orang lupa akan kasih dan kebaikan Tuhan.  Situasi ini sebetulnya hanya akan berakhir dengan suatu kehancuran. Syukur bahwa dalam perikopa ini ditampilkan tokoh Musa yang berperan istimewa sebagai pribadi yang setia kawan dalam keadaan apa pun, termasuk dalam situasi yang secara manusiawi sudah tidak ada alasan untuk dibela.
Bangsa Israel disebutkan sebagai bangsa yang sudah “tegar tengkuk”, keras kepala dan keras hati memilih jalan hidup sendiri dan meninggalkan Tuhan yang sudah senantiasa setia menyertai mereka. Mereka meninggalkan Tuhan, membuat lembu emas dan menyembahnya. Sikap dan situasi ini sebetulnya berakibat munculnya hukuman dari Allah terhadap mereka. Hukuman tersebut sedemikian berat sampai kemungkinan terjadi kebinasaan mereka.

Dalam peristiwa penyembahan lembu emas ini tampaklah keagungan jiwa Musa yang tiada bandingnya. Musa menurut pikiran manusiawi biasa dapat saja meninggalkan bangsanya. Namun itu tidak dia lakukan dengan semua resiko yang besar sekali Musa tetap setia menyertai bangsanya yang tidak setia dan memohonkan pengampunan dari Tuhan. Sebetulnya bisa terjadi sikap Musa ini berakibat fatal, karena bangsa Israel yang sedang penuh emosi meninggalkan Allah akan membunuh Musa. Di sinilah tampak keagungan Musa sebagai sahabat setia yang berani menanggung resiko. Dibalik sikap ini tersimpan cintanya yang begitu besar kepada bangsanya dan keyakinan pribadinya bahwa kasih setia Tuhan memang luar biasa.

Dikisahkan bahwa Tuhan mendengarkan permohonan Musa yang setia terhadap bangsanya yang keras hati; bangsa Israel memperoleh pengampunan dari Tuhan. Tuhan tidak jadi menghukum atau bahkan membinasakan bangsa Israel. Kesetiaan Musa “berbuah” pengampunan Tuhan yang membuat sejarah penyelamatan tetap berlangsung terus dan janji Tuhan tidak gagal. Peziarahan ini bisa terjadi karena kasih setia Tuhan yang tanpa batas dan kesetiaan Musa yang istimewa, menghantar bangsanya untuk kembali setia kepada Tuhan.

Tuhan Yesus mewujudkan sikap yang sama, baik dari pihak Allah maupun dari pihak pribadinya sebagai manusia seperti kita. Betapa banyak tantangan dan kesulitan yang dia hadapi untuk mewujudkan kesetiaannya pada Allah Bapa-Nya. Betapa sering karena kesetiaan itu, Dia akan dibunuh. Semua kesulitan dan ancaman tidak membuat Yesus menjadi tidak setia. Kesetiaan-Nya diwujudkan sampai titik akhir hidupnya. Ia rela menderita dan wafat karena kasih dan kesetiaan-Nya kepada Bapa di Surga dan kita manusia yang amat dicintainya. Karena kesetiaan-Nya kita diselamatkan.

Bagaimana dengan pengalaman hidup kita? Kalau kita sebentar menengok ke belakang, kita sering seperti bangsa Israel. Kita berkecenderungan untuk mudah tidak setia karena merasa kecewa atau merasa tidak dipenuhi harapan kita. Kita mudah melupakan  kebaikan dan kasih setia Tuhan. Pernahkah kita alami dalam peziarahan hidup seperti itu hadir seorang sahabat yang setia menyertai kita bagaikan Musa menyertai bangsa Israel yang tidak setia? Syukur kepada Tuhan bila kita mempunyai pengalaman tersebut. Pernahkah kita berperan seperti Musa menjadi sahabat yang setia terhadap rekan atau siapa pun yang sebetulnya sudah mau saya tinggalkan?  Kesetiaan yang tulus dalam persahabatan khususnya disaat-saat yang tidak mudah adalah salah satu wujud kasih yang sejati.

Ada suatu pengalaman yang terjadi dalam pasangan perkawinan. Semula pasangan ini adalah pasangan beda agama. Pelan-pelan pihak yang tidak Kristen mengenali iman kristen. Akhirnya dia memutuskan untuk dibaptis dan menjadi seorang kristen. Ia mengalami kasih Tuhan dalam iman kristen yang di pilihnya. Ia menikah dengan pacarnya yang sudah dibaptis sebagai seorang kristenlebih dahulu. Setahun setelah perkawinan dirayakan, pihak perempuan yang menjalani hidup sebagai seorang kristen yang baru mengalami pukulan berat. Suaminya yang kristen berhubungan dengan perempuan lain, apalagi perempuan tersebut adalah rekan sekantor. Betapa berat menjalani hidup sebagai baptisan baru. Suaminya tempat ia berlindung malah tidak setia meninggalkan dia. Dalam situasi yang amat berat bahkan hampir setiap hari meneteskan air mata, ia berusaha tetap setia kepada Tuhan Yesus dalam iman kristennya yang baru. Di awal-awal ditinggalkan suaminya ia selalu datang ke Yesus, berdoa mohon penyertaan dan kasih-Nya. Perlahan-lahan ia mengalami kekuatan dari Tuhan. Dalam keadaan tidak mudah ia melanjutkan perjalanan hidupnya.

Kesetiaan perempuan istimewa ini berbuah kebangkitan dan kegembiraan dalam hidupnya sebagai orang beriman. Ia mengatakan bahwa tidak pernah menyesal menerima baptis sebagai orang kristen. Pengalaman ditinggalkan oleh suaminya tidak membuat ia meninggalkan Yesus. Dalam perjalanan selanjutnya yang tidak mungkin diceritakan dalam kesempatan ini ia berjumpa dengan pria Kristen yang sungguh mencintainya. Ia memproses hidupnya dan menikah dengan pria tersebut. Keluarga baru ini tumbuh dalam kasih hingga saat ini dan mereka mengalami keluarga bahagia. Kesetiaannya kepada Tuhan berbuah kebahagiaan bahkan penyelamatan sebagaimana dia yakini.
Mari kita saling mendoakan agar tetap setia dalam peziarahan hidup beriman kita. Setia kepada Tuhan dan setia dalam panggilan dan perutusan-Nya. Semoga kesulitan dan kejatuhan yang dialami tidak menghilangkan keyakinan akan Tuhan yang tetap setia menyertai kita.

Dari kisah ini kita akan memahami doa dari berbagai sisi yang berbeda. Setidaknya ada tiga hal yang dapat kita renungkan melalui nas ini.

Pertama,doa dalam ketekunan.Ketidaksabaran, hal ini dapat langsung kita temui dari nas ini. Selama 40 hari Musa mengunjungi Allah di gunung Sinai untuk menerima perjanjian kasih setia Tuhan yang akan mendekatkan manusia dengan Tuhan. Namun ketidaksabaran umat menanti telah membuat Tuhan murka. Ketidaksabaran mereka telah mengarahkan hidup mereka membuat allah yang dijadikan atas dasar keinginan dan rencana mereka sendiri.

Dalam hal berdoa, ketekunan memiliki peran yang sangat besar. Ketekunan akan mengasah kesungguhan kita bergantung hanya pada kehendak dan rencana Tuhan. Sebagaimana Yakobus menuliskan “Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang” (Yak. 1:4).

Permohonan doa kepada Tuhan bukanlah sebuah bacaan-bacaan mantra yang setelah di ucapkan maka akan terjadi sesuatu yang kita inginkan. Namun, bagaimana kita memahami bahwa doa itu adalah menyerahan diri secara total kepada kuasa Tuhan. Kita tidak tahu kapan persisnya doa kita dijawab dan seperti apa jawaban dari doa kita kepada Tuhan. Tetapi satu yang pasti bahwa doa kita didengar dan dikabulkan oleh Tuhan, seperti apa jawabanNya bukan menjadi perhatian kita, hanya satu yang pasti bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi orang yang percaya kepada-Nya. Dalam proses ketekunan kita di dalam doa, maka di dalam proses itu juga Tuhan bekerja memberikan yang terbaik bagi kita atas doa yang kita mohonkan.

Ada orang yang tidak tekun di dalam doa, ketidaksabarannya atas doa permohonannya kepada Tuhan, akhirnya dia melupakan doanya kepada Tuhan dan beralih kepada kuasa-kuasa duniawi. Mencari cara-cara yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Padahal jika kita mau merenungkan kembali apa yang telah Tuhan perbuat atas kehidupan kita, segala berkat yang telah kita terima dari Tuhan, maka sesulit apapun yang sedang kita hadapi, pastinya kita akan tenang menanti pertolongan Tuhan tepat pada waktunya. Seperti yang terjadi pada umat Israel, seandainya mereka merenungkan apa yang telah Tuhan perbuat atas hidup mereka, dengan mujizat yang luar biasa membebaskan mereka dari perbudakan Mesir dan menuntun mereka di padang gurun, tentunya seperti apapun lamanya mereka menanti Musa turun dari gunung Sinai mereka akan sabar. Itulah sebabnya Paulus menuliskan “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!” (Rm. 12: 12).

Kedua,doa yang penuh dengan keyakinan.Apa yang terjadi pada umat Israel dan juga murka Tuhan atas perbuatan umat Israel di sikapi oleh Musa sebagai pemimpin, Musa mencoba melunakkan hati Tuhan. Apa yang bisa kita pelajari dari sikap Musa ini? Sungguh, Musa memiliki iman yang teguh kepada Tuhan, di dalam kekacauan umat Israel akan ada harapan untuk memulihkan.

Sesulit apapun kondisi yang sedang kita hadapi, doa memiliki kuasa yang hebat. Sebagaimana Musa memiliki keyakinan akan rencana besar Tuhan atas umatNya. Demikianlah kita juga akan yakin kepada doa yang kita panjankan pada Tuhan, bahwa setiap doa yang kita panjankan pada Tuhan akan dikabulkan Tuhan tepat pada waktunya, sebab kita yakin bahwa Tuhan mengetahui apa yang terjadi, dan kita juga yakin akan kuasa Tuhan dalam hidup kita dan kita yakin bahwa ketika kita telah memohon kepada Tuhan, maka  tidak akan dibiarkanNya kita begitu saja, sebab Tuhan memiliki rencana yang indah melalui hidup kita.

Itulah sebabnya Yakobus menuliskan “Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan. Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.” (Yak.1: 6-8).

Sebab itu, apapun pergumulan kita, jadilah orang yang hidup di dalam doa. Rendahkanlah diri di hadapan Tuhan dan yakinlah atas doa yang kita mohonkan. “Aku percaya Tuhan akan berbuat yang terbaik bagiku, sebab Tuhan mempunyai rencana besar yang diletakkan-Nya dalam diriku”.
  
Ketiga,Tuhan Mahapengasih.Murka Tuhan atas umatNya ternyata dapat reda atas kebesaran kasih-Nya. Kita memiliki Tuhan yang sangat mengasihi kita. Tuhan tidak dapat menyangkal diri-Nya adalah kasih. Bahkan karena begitu besarnya kasihNya pada kita, Dia memberikan diri-Nya mati di kayu salib.

Seberat apapun persoalan dan pergumulan yang kita hadapi, panjatkanlah doa kepada Tuhan di atas kasihNya yang besar. Melalui nas ini kita diperlihatkan bagaimana hati Tuhan kepada umatNya. Jika di dalam dosa saja Tuhan mau memperlihatkan kasih-Nya bagi kita, apalagi kita datang merendahkan diri memohon tangan pengasihan-Nya.

Tuhan memberikan dan menyediakan ruang, kesempatan untuk berkomunikasi, memohon kasih dan kuasa-Nya yang besar melalui doa kepadaNya. Sehingga adalah sesuatu yang fatal dan patut dipertanyakan kepercayaannya kepada Tuhan, ketika ada orang Kristen yang tidak hidup dalam doa. (rsnh)

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...