Kotbah Minggu 7 Setelah Trinitatis
Minggu, 18 Juli 2021
"KESATUAN DAN DAMAI DALAM TUHAN”
Kotbah: Efesus 2:11-22 Bacaan: Kejadian 32:13-21
Minggu ini kita akan memasuki Minggu ketujuh setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Kesatuan dan Damai dalam TUHAN”. Kesatuan dan damai menjadi kebutuhan umat yang berbeda latar budaya, sosial, ekonomi, Pendidikan, dan lain sebagainya. Kita tentu memiliki harapan semua perbedaan bisa menyatu dalam kasih Kristus.
Dalam perikope kotbah Minggu ini kita melihat bagaimana keadaan jemaat Efesus pada masa lalu (ay. 11-12). Kita menemukan bahwa di dalam jemaat Efesus,
a. Ada dinding pemisah antara orang Yahudi dan orang kafir/non Yahudi. Orang kafir disebut sebagai “orang yang tidak bersunat”. “Sunat” adalah tanda lahiriah, namun artinya terlalu dibesar-besarkan oleh orang Yahudi. Kata-kata Paulus dalam ayat 11 menunjukkan bahwa ia tidak mementingkan sunat lahiriah. Yang ia pentingkan adalah “sunat hati” (Rm. 2:28,29; Flp. 3:2-3; Kol. 2:11-13). Juga dikatakan bahwa orang kafir itu, yang tidak termasuk kewargaan Israel, tidak mendapat bagian dalam ketentuan yang dijanjikan (ay. 12).
b. Ada dinding pemisah antara orang kafir dengan Allah. Orang kafir disebut “tanpa Kristus”, “tanpa pengharapan”, “tanpa Allah” (ay. 12). Memang “tanpa Kristus” = “tanpa Allah” (1 Yoh. 2:23) dan karena itu jelas adalah “tanpa pengharapan”. Orang kafir disebut “jauh” (ay. 13,17), sedangkan orang Yahudi disebut “dekat” (ay 17). Istilah “jauh” dan “dekat” sering digunakan dalam PL (Ul. 4:7; Mzm. 148:14; Yes. 49:1; Yes. 57:19). Israel disebut “dekat” karena Tuhan memberikan hukum-hukum-Nya kepada mereka (Mzm .147:19-20). “Dekat” dalam ayat 17 berbeda dengan “dekat” dalam ayat 13. Sekalipun Israel disebut “dekat”, tetapi tetap ada dinding pemisah antara mereka dengan Allah (ingat tabir pemisah antara ruang suci dengan ruang maha suci dalam Bait Allah). Tetapi orang kafir mempunyai dinding pemisah yang lebih tebal lagi, dan karena itu mereka disebut “jauh”. Paulus menyuruh mereka mengingat keadaan mereka dahulu (ay. 11-12). Ini penting supaya mereka tetap rendah hati dan tetap ingat kasih Allah kepada mereka.
Melihat keadaan jemaat Efesus di atas, maka Kristus melakukan banyak hal agar jemaat di Efesus bisa memiliki kesatuan dan ke damaian, baik yang jauh dan dekat, baik antara orang kafir dan Yahudi. Pertanyaan kita sekarang adalah apa yang dilakukan Yesus dalam menyatukan jemaat Efesus dalam kedamain-Nya? Jika kita membaca ayat 13-18 maka ada beberapa tindakan Yesus dalam rangka membuat kesatuan dan kedamaian di Efesus, yakni:
Pertama, Yesus Mati. Kata-kata “darah” (ay. 13), “mati-Nya sebagai manusia” (ay. 15), “disalib” (ay. 16), semuanya menunjuk pada kematian Kristus. Kematian ini mempunyai akibat: (a) batalnya hukum Taurat (ay. 15). Apakah ayat 15 ini bertentangan dengan Matius 5:17-18? Tidak! Efesus 2:15 menunjuk pada “ceremonial law” (hukum-hukum yang berhubungan dengan ibadah / kebaktian, seperti: korban bakaran, sunat, makanan najis, dsb), sedangkan Matius 5:17,18 menunjuk pada “moral law” (hukum-hukum yang berhubungan dengan kehidupan moral, seperti 10 hukum Tuhan). (b) Robohnya dinding pemisah antara Yahudi dan kafir (ay. 14). (c) Robohnya dinding pemisah antara Allah dan manusia (ay. 13 - hanya untuk kafir; ay. 16,18 - untuk Yahudi dan kafir). (d) Yahudi dan kafir diciptakan menjadi “satu manusia baru” (ay. 15b). “Satu manusia baru” ini berarti “semua orang Kristen ditinjau sebagai suatu kesatuan”.
Mengapa orang kristen sering bertengkar satu dengan yang lain? Karena mereka kurang dekat dengan Allah. Makin dekat mereka dengan Allah, makin dekat mereka satu dengan yang lain. Ini berlaku juga untuk hubungan suami-istri. Makin dekat mereka berdua dengan Allah, makin dekat hubungan mereka satu dengan yang lain.
Kedua, Yesus memberitakan damai (ay. 17). Ini jelas tidak ditujukan pada pelayanan Yesus selama tiga setengah tahun, karena waktu itu Ia hanya memberitakan Injil/Firman Tuhan kepada orang Yahudi/Israel (Mat. 15:24). Jadi pemberitaan damai di sini (yang ditujukan kepada orang Yahudi dan kafir (ay. 17), ditujukan kepada pelayanan Tuhan Yesus melalui rasul-rasul dan orang-orang kristen yang lain (bnd. 2 Kor. 5:18-21). Jelas bahwa pemberitaan Injil adalah tugas kita. Sudahkah / maukah saudara memberitakan Injil?
RENUNGAN
Dalam kehidupan bergerja pada saat ini Gereja au taorang-orang kristen (baik Yahudi maupun kafir) digambarkan sebagai: Warga kerajaan Allah (ay. 19a: “kawan sewarga”); Keluarga Allah (ay. 19); Bait Allah, tempat kediaman Allah (ay. 20-22).
Kalau dahulu orang-orang kafir beribadah dalam Bait Allah secara terpisah (dipisahkan oleh dinding pemisah), maka sekarang bukan saja tidak ada dinding pemisah, bahkan mereka menjadi batu-batu penyusun Bait Allah. Jelas sekali bahwa Kristus yang sudah menghancurkan dinding pemisah itu, tidak menghendaki adanya dinding pemisah. Tetapi seringkali orang kisten membangun kembali dinding pemisah itu (bdk. apa yang dilakukan Petrus dalam Gal. 2:11-14. Bandingkan juga dengan Kis 15).
Dinding pemisah dalam gereja sering terjadi karena: perbedaan bangsa / suku bangsa, perbedaan status ekonomi, kaya dengan miskin, perbedaan kedudukan, misalnya majikan dan pelayan / budak, perbedaan aliran / merk gereja, perbedaan usia, tua dengan muda, perbedaan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Kita harus selalu berusaha menghancurkan dinding pemisah itu, karena di dalam Kristus kita adalah satu!
Dalam diri Tuhan Yesus, semua batasan dan tembok pemisah telah dihancurkan! Semua yang ada di dalam Kristus adalah satu. “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh” (1 Kor. 12:13).
Dalam Kristus tidak boleh ada batasan antara:
Pertama, laki-laki dan perempuan. Ini tentu tidak boleh diartikan bahwa kita boleh melakukan free sex! Ini juga tidak boleh diartikan bahwa dalam keluarga, istri punya kedudukan yang setingkat dengan suami! Artinya adalah: baik laki-laki maupun perempuan, kalau percaya kepada Yesus, sama-sama diampuni, sama-sama menjadi anak Allah, boleh berbakti bersama-sama dalam gereja, dan juga boleh sama-sama melayani Tuhan!
Kedua, bangsa dan suku bangsa yang satu dengan yang lain. Kita tidak boleh menganak-emaskan bangsa/suku bangsa kita sendiri, dan menganak-tirikan/menolak/merendahkan bangsa/suku bangsa tertentu dalam gereja. Adanya gereja yang boleh dikatakan menjadi “milik” dari bangsa/suku bangsa tertentu, seperti GKPA, HKBP, GPIB, GKT, GKA, dsb, sebetulnya tidak salah, selama mereka tidak menolak orang dari bangsa/suku yang lain yang mau berbakti di gereja mereka.
Ketiga, orang jahat dan orang baik. Ingat bahwa sebetulnya di hadapan Allah kita semua adalah orang bejat yang penuh dosa. Jadi jangan merendahkan orang kristen yang berasal dari latar belakang yang gelap (seperti pelacur, penjahat, dsb). Kalau mereka ada di dalam Kristus, mereka harus kita anggap dan perlakukan sebagai saudara kita!
Keempat, orang tua dengan muda. Ini memang tidak berarti bahwa orang muda boleh bersikap tidak sopan terhadap orang tua. Ini juga tidak berarti bahwa seorang kakek yang berusia 80 tahun diharuskan bergaul dengan remaja yang berusia 16 tahun dalam gereja. Tetapi bagaimanapun kita harus menyadari bahwa baik tua maupun muda adalah satu dalam Kristus. Jangan sampai orang tua menganggap rendah yang muda karena belum banyak makan asam garam, dan sebaliknya orang yang muda jangan menghina yang tua karena kolot dsb.
Kelima, orang kaya dengan orang miskin. Gereja tidak boleh bersikap ramah terhadap orang kaya, tetapi acuh tak acuh terhadap yang miskin (bdk. Yak 2:1-4)! Orang kristen yang kaya tidak boleh merasa terhina kalau harus duduk di sebelah orang yang miskin dalam gereja. Jangan lupa bahwa Yesus dan rasul-rasul juga miskin! Sebaliknya, orang yang miskin juga tidak boleh merasa rendah diri dalam bergaul dengan orang yang kaya.
Keenam, majikan dengan pelayan/pegawai. Ini tidak boleh diartikan bahwa pelayan / pegawai boleh kurang ajar kepada majikan / tidak mentaati majikan. Dalam pekerjaan, mereka harus menghormati dan mentaati majikan, tetapi dalam gereja, mereka setingkat!
Karena itu, marilah kita menjadikan perbedaan yang ada menjadi menyatu di dalam Yesus agar kita mampu saling mengasihi sehingga kedamaian itu menjadi miliki kita bersama. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN!