Sabtu, 25 September 2021

KOTBAH MINGGU XVII SETELAH TRINITATIS Minggu, 26 September 2021: “HIDUP SEBAGAI KELUARGA ALLAH” (Filemon 1:8-17)

 KOTBAH MINGGU XVII SETELAH TRINITATIS

Minggu, 26 September 2021

 

“HIDUP SEBAGAI KELUARGA ALLAH”

Kotbah: Filemon 1:8-17 Bacaan: Hakim-hakim 14:1-4




 

Minggu ini kita memasuki Minggu Ketujuhbelas setelah Trinitatis. Tema yang akan kita renungkan adalah “Hidup sebagai Keluarga ALLAH”.  Tema ini hendak mengajak kita untuk berperilaku sebagai keluarga Allah dalam hubungannya dengan sesama manusia yang berada di sekitar kita. Walau berbeda suku, ras dan agama, kita semua adalah saudara yang tinggal bersama di rumah besar bersama yakni bumi. Perbedaan itu bagaikan sebuah kamar di dalam rumah. Tentu setiap rumah memiliki kamar yang memiliki fungsi yang berbeda. Ada kamar utama yang ditempati oleh tuan rumah, ada kamar anak-anak yang ditempati anak-anak, dan ada kamar tamu jika sedang tinggal di rumah kita. Kamar itu tidak terpisah dengan rumah, dan tetapi menyatu dalam satu rumah walau berbeda dalam fungsinya.

 

Kehidupan keluarga Allah itu akan kita pelajari dalam perikope kotbah Minggu ini. Kita akan mengenal ada tiga tokoh utama dalam teks yang kita baca, yakni Paulus, Filemon dan Onesimus. Ketiga tokoh ini akan kita lihat dari sudut pandang keluarga Allah.

 

Filemon adalah orang yang tinggal di Kolose dan sudah menjadi Kristen atas pelayanan Paulus. Filemon memiliki banyak budak dan salah seorang budaknya bernama Onesimus. Onisimus ini dalam satu kesempatan telah mencuri uang atau barang dari Filemon. Dan Tidak ada aturan khusus bagaimana menangani/menghukum seorang budak yang mencuri. Itu tergantung keinginan tuannya. Tapi pada umumnya seorang budak yang mencuri dihukum dengan dibunuh.

 

Ada banyak orang mengeksekusi budak-budak yang dicurigai melakukan kejahatan serius seperti mencuri dengan menghukum gantung atau membakarnya hidup-hidup. Jika seorang budak melarikan diri, paling beruntung bila ia hanya akan dicap di dahinya dengan huruf F  - dari kata ”FUGITIVUS” yang berarti pelarian sedangkan nasib paling buruk adalah hukuman mati baginya. 

 

Rupanya hal ini menakutkan bagi Onesimus sehingga akhirnya Onesimus melarikan diri dari Filemon. Tidak ada kesan sama sekali bahwa Filemon mengejar/memburu Onesimus. Kelihatannya Filemon juga membiarkannya. Ini mungkin karena ia sudah Kristen. Dalam pelariannya, entah bagaimana Onesimus ini lalu bertemu dengan Paulus di penjara. Paulus lalu memberitakan Injil kepada Onesimus sehingga ia bertobat dan menjadi Kristen dan Paulus lalu sangat mengasihi dia dan menganggapnya sebagai anak. Filemon 11, 13 - dahulu memang dia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna .... bagiku ....untuk melayani aku selama aku dipenjarakan karena Injil.

 

Hanya saja Paulus tahu bahwa Onesimus ini sebenarnya adalah budak dari Filemon dan karena itu tetap menjadi milik Filemon secara sah. Paulus tidak mau secara diam-diam tetap memanfaatkan tenaga Onesimus ini tanpa sepengetahuan Filemon. Sebenarnya aku mau menahan dia di sini sebagai gantimu untuk melayani aku selama aku dipenjarakan karena Injil, tetapi tanpa persetujuanmu, aku tidak mau berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa, melainkan dengan sukarela (ay. 13-14).

 

Juga Paulus tahu bahwa Onesimus ini melarikan diri dari rumah Filemon karena mencuri dan ia tidak mau masalah Filemon dan Onesimus ini didiamkan begitu saja. Itulah sebabnya Paulus lalu mengirimkan kembali Onesimus kepada Filemon. Dia kusuruh kembali kepadamu -- dia, yaitu buah hatiku (ay. 12). Karena Paulus sangat mengasihi Onesimus, maka pengiriman kembali Onesimus kepada Filemon ini membuat Paulus sangat sedih dan kehilangan.

 

Dari kisah ini kita dapat belajar hidup sebagai keluarga Allah dari keteladanan yang diperankan ketiga tokoh itu. Keteladanan apa yang kita pelajari dari ketiga tokoh itu sebagai keluarga Allah?

 

Pertama, teladan Filemon. Memang surat ini hanya berisi pesan dari Paulus kepada Filemon tanpa memberikan informasi apa pun tentang bagaimana reaksi Filemon terhadap permintaan Paulus ini. Jadi dari surat Filemon ini kita tidak tahu apakah Filemon mau mengampuni dan menerima kembali Onesimus atau tidak. Namun dalam surat Paulus kepada jemaat di Kolose tersirat bahwa Filemon telah mengampuni Onesimus. Dalam Kolose 4:9 dikatakan, “Ia kusuruh bersama-sama dengan Onesimus, saudara kita yang setia dan yang kekasih, seorang dari antaramu. Mereka akan memberitahukan kepadamu segala sesuatu yang terjadi di sini”. Frase ”Onesimus… seorang dari antaramu” menunjukkan bahwa Onesimus ini termasuk dalam jemaat Kolose yang pusatnya adalah di rumah Filemon. Ini tidak mungkin terjadi kalau Filemon tidak mengampuni dan menerima kembali Onesimus sesuai dengan permintaan Paulus dalam surat Filemon. Jadi walaupun tidak ada keterangan apa pun dalam surat Filemon yang menunjukkan bahwa Filemon mengampuni dan menerima kembali Onesimus, tapi dari 1 ayat di surat Kolose ini, hal itu dapat dipastikan. Jadi jelas bahwa Filemon telah mengampuni dan menerima kembali Onesimus, budaknya yang mencuri dan melarikan diri itu. 

 

Pengampunan Filemon kepada Onesimus ini harus menjadi teladan indah bagi kita dalam hal mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam hidup ini seringkali ada begitu banyak ”Onesimus” di sekitar kita yang mungkin telah merugikan kita, menyakiti, mengecewakan, menipu atau berbuat hal yang negatif kepada kita. Bagaimana reaksi kita kepada ”Onesimus-Onesimus” itu? Apakah kita bersikap seperti Filemon ini atau tidak? Apakah kita mengampuni mereka seperti Filemon, ataukah justru kita membenci dan menyimpan dendam kepada mereka? Tentu tidak gampang bagi Filemon untuk mengampuni dan menerima kembali Onesimus yang telah merugikan dan mengecewakannya. Tetapi faktanya ia bisa melakukan itu.

 

Mengapa ia bisa melakukan itu? Hal yang memicu terjadinya pengampunan ini adalah kata-kata Paulus dalam suratnya. Ada banyak hal yang mungkin menjadi perhatian Filemon dari surat Paulus itu, namun satu hal yang sangat kuat adalah karena Paulus menghubungkan kerugian yang terjadi pada Onesimus ini dengan rencana Allah. Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan sejenak dari padamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya (ay. 15).

 

Jelas bahwa Paulus menghubungkan peristiwa larinya Onesimus ini dengan rencana Allah. Walaupun di sini Paulus menggunakan kata ”mungkin” tidak berarti bahwa Paulus ragu dengan apa yang ia katakan. Ini hanya kata yang dipakai dari sudut pandang manusia saja. (Bandingkan dengan kata ”kebetulan” yang sering kita pakai padahal kita percaya bahwa di dunia ini tidak ada yang kebetulan, semuanya sudah duitentukan oleh Allah). Dengan kata lain Paulus mau berkata bahwa di balik kesalahan/dosa Onesimus itu, ada tangan Tuhan yang bekerja untuk menghasilkan hal-hal yang baik daripadanya.

 

Kedua, teladan Onesimus. Kita bukan hanya bisa belajar dari teladan Filemon tetapi juga dari Onesimus ini. Hal positif yang bisa kita lihat dari Onesimus adalah dia juga mau mengikuti nasihat Paulus untuk kembali pada Filemon. Sekarang coba pikirkan, kalau kita pernah mencuri barang orang, apakah setelah bertobat kita berani kembali untuk meminta maaf kepadanya? Kalaupun ada, hanya sedikit orang yang mau melakukan hal itu. Tindakan Onesimus ini jelas sangat beresiko. Bagaimana seandainya Filemon tidak menuruti nasihat Paulus?


Dengan kembalinya Onesimus kepada Filemon membuat ia menempatkan dirinya sendiri sepenuhnya pada belas kasihan dari tuannya yang kepadanya ia telah berbuat salah. Hukum Romawi, lebih kejam dari hukum Athena, secara praktis tidak memberi batas pada kuasa seorang tuan atas budaknya. Pilihan antara hidup dan mati sepenuhnya ada pada sang tuan, dan budak-budak secara terus menerus disalibkan untuk pelanggaran yang jauh lebih ringan dari ini. Seorang pencuri dan pelarian, tidak mempunyai hak untuk pengampunan. 

 

Kata-kata di atas ini berlaku secara teoretis. Tetapi secara praktis, kita yakin bahwa Paulus yakin bahwa Filemon tidak akan berlaku kejam kepada Onesimus. Kalau tidak, ia tidak akan mengirimkan Onesimus kembali kepada Filemon. Bagaimanapun juga keberanian Onesimus untuk kembali kepada Filemon patut diteladani.

 

Sekarang pikirkan, apakah ada orang-orang yang pernah kita sakiti, kecewakan, khianati, jahati, dll? Beranikah kita mendatangi mereka untuk meminta maaf atau membereskan masalah itu? Ini sesuatu yang penting. Bagi mereka yang disakiti, dikecewakan dan dijahati, Firman Tuhan menuntut untuk bisa mengampuni. Tapi bagi mereka yang menyakiti, mengecewakan dan menjahati orang lain, Firman Tuhan yang sama menuntut untuk membereskan semua itu.

 

Hal lain yang menarik adalah bahwa Onesimus ini dulunya mencuri uang Filemon. Sekarang dengan pertobatannya, menurut kita apakah uang Filemon itu perlu dikembalikan? Menurut saya ya! Harus dikembalikan. Dan menurut Paulus juga demikian. Itulah sebabnya Paulus berkata: Dan kalau dia sudah merugikan engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu kepadaku – aku, Paulus, menjaminnya dengan tulisan tanganku sendiri: Aku akan membayarnya -- ...” (ay. 18-19).

 

Walaupun bukan Onesimus yang mengembalikannya (mungkin karena ia tak punya uang), tetapi uang itu harus dikembalikan. Dan karena itu Paulus yang memberikan jaminan untuk mengembalikannya. Di sini kita belajar satu hal bahwa orang kafir yang bertobat harus mengganti kerugian yang telah ia perbuat kepada orang lain. Tidak bisa dengan dalih “hidup baru”, atau “buang hidup lama” (bdk. 2 Kor 5:17), kita lalu “melupakan” hutang/kerugian yang telah kita perbuat kepada orang lain.

 

Ketiga, teladan Paulus. Dari Paulus, kita sebenarnya dapat meneladani banyak hal dari sikapnya menghadapi kasus ini. Misalnya: 

 

a.     Paulus ada di dalam penjara tetapi ia tetap memikirkan pelayanan.  Nyatanya dari dalam penjara ia justru menulis sejumlah surat (Kolose, Filemon, Efesus, dan Filipi). Ia tidak menghabiskan waktu untuk memikirkan nasibnya dalam penjara sebaliknya pikirannya ia arahkan pada bagaimana bisa melayani Tuhan dan orang lain. Benar apa yang ia katakan: Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu (2 Tim. 2:9). Bagaimana dengan kita? Apakah dalam kesibukan, masalah dan penderitaan kita masih memikirkan pelayanan? Teladani Paulus dalam hal ini!

b.     Ia mengajukan permintaan kepada Filemon dan bukan perintah.  Sebagai seorang rasul, ia mempunyai hak dan otoritas untuk memerintah Filemon tetapi ia tidak melakukan itu. Ia lebih memilih untuk meminta daripada memerintah (ay. 8-9). Jelas di sini bahwa Paulus lebih senang meminta, sehingga Filemon melakukannya bukan karena terpaksa (ay. 14). Hal seperti ini penting. Adalah lebih baik mendapatkan ketaatan yang didasarkan oleh kasih, dari pada oleh ketakutan terhadap otoritas. Jadi sikap Paulus di sini harus kita teladani, baik dalam keadaan jasmani / duniawi, dan terlebih lagi dalam urusan rohani / gereja.

 

Di sinilah keteladan Paulus diberikan. Dalam pertikaian atau ketika mengetahui adanya orang-orang yang bertikai Paulus bukannya melibatkan diri dalam pertikaian itu, atau bukannya tambah memanas-manasi situasi melainkan berusaha mati-matian mendamaikan mereka. Perhatikan bahwa terhadap yang bersalah (Onesimus), Paulus tidak membelanya. Tetapi terhadap yang benar, Paulus memintanya untuk memberikan pengampunan sebagai seorang Kristen. Jadi di sini Paulus mengerahkan seluruh kemampuan untuk mendamaikan orang.  Sayangnya banyak orang Kristen tidak seperti ini. Mereka cenderung untuk memperkeruh dan memperpanas pertikaian. Mereka pro orang dekat mereka tanpa peduli dia salah atau benar. Bahkan seringkali mereka mengerahkan seluruh kemampuan mereka untuk mempertajam pertikaian dan mempersulit proses rekonsiliasi/perdamaian

 

 

RENUNGAN

 

Apakah yang hendak kita renungkan dari kotbah Minggu ketujuh belas setelah Trinitatis ini?

 

Pertama,  setiap orang hendaklah menjadi hamba pendamaian. Paulus memberikan dirinya sebagai role model untuk menjadi hamba pendamaian.
Paulus melihat bahwa antara Filemon dan Onesimus terdapat pemisah hubungan yang belum terpulihkan, yaitu perbuatan buruk masa lalu, saat Onesimus menjadi hamba Filemon, dan pada saat itu, Onesimus melakukan perbuatan buruk sebagai hamba sehingga akhirnya melarikan diri dari Filemon. Tentulah secara manusiawi, hal ini menjadi suatu “ingatan buruk” dan “akar pahit” dalam hidup Filemon. Tetapi secara luar biasa Rasul Paulus menjadikan dirinya sebagai hamba pendamaian bagi Filemon dan Onesimus.

 

Kedua, kepercayaan orang lain sangat ditentukan kebenaran hidup kita. Dalam ayat 17-19 menyatakan bahwa: “Kalau engkau menganggap aku temanmu seiman, terimalah dia seperti aku sendiri. Dan kalau dia sudah merugikan engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu kepadaku-- aku, Paulus, menjaminnya dengan tulisan tanganku sendiri: Aku akan membayarnya--agar jangan kukatakan: "Tanggungkanlah semuanya itu kepadamu!" --karena engkau berhutang padaku, yaitu dirimu sendiri”. Firman Tuhan ini mengajarakan kepada kita bahwa Rasul Paulus telah menjaminkan dirinya sendiri untuk memastikan mengenai kehidupan Onesimus, anak pelayanannya. Teladan Rasul Paulus ini menggambarkan bahwa seseorang dapat memperoleh kepercayaan, dapat memperoleh keyakinan, dan dapat menjadi teladan dalam kehidupannya, apabila seseorang percaya mempunyai kualitas hidup benar di hadapan Tuhan. Sekalipun seseorang mengaku percaya atau melakukan ibadah di hadapan Tuhan, tetapi apabila hidupnya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, dan tidak mampu menggambarkan karakter Allah di dalam hidupnya, maka dia tidak akan dipercaya, dihormati dan di segani, dan dijadikan teladan baik bagi orang-orang di sekitarnya. Justru dapat terjadi hidupnya akan dicap sebagai “munafik” yang hanya memahami teori agama tetapi tidak pernah mampu melaksanakan pengajaran Kristus secara benar di dalam hidupnya.
Oleh karena itu, firman Tuhan mengajak kita agar kita terus menjaga kualitas kehidupan kita, sehingga karakter Kristus terpelihara di dalam hidup kita, dan sungguh hidup kita akan dipercayai, diyakini, dan menjadi teladan baik untuk menjadi kesaksian kasih dan karya Kristus di  dunia ini. Karena itu, jadilah hidup sebagai keluarga Allah dengan memberikan keteladanan hidup yang berkenan kepada Allah. (rsnh)

 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “KUASA DAN OTORITAS YANG HANYA DIMILIKI OLEH ALLAH” (Markus 2:7)

  Renungan hari ini:   “KUASA DAN OTORITAS YANG HANYA DIMILIKI OLEH ALLAH”   Markus 2:7 (TB2) "Mengapa orang ini berkata begitu? Ia men...