Sabtu, 31 Desember 2022
“BAGI DIALAH KEMULIAAN SAMPAI SELAMA-LAMANYA”
Kotbah: Roma 11:33-36 Bacaan: 1Raja-raja 8:54-61
Hari ini kita akan mengakhiri peziarahan kita di 2022. Beberapa jam lagi kita akan melewati 2022 dan menyongsong memasuki Tahun Baru 2023. Dalam Ibadah Akhir Tahun ini tema yang akan kita bahas adalah “Bagi Dia Kemuliaan Sampai Selama-lamanya”. Soli Deo Gloria, artinya sebab segala sesuatu dari Dia oleh Dia dan kepada Dia. Segala sesuatu kita kembalikan sebagai hormat dan pujian syukur kepada Dia. Alalh itu segala-galanya di dalam segala sesuatu. Tidak ada yang lebih tinggi, kuat dan hebat dari Allah. Tidak ada dan tidak dapat digantikan dengan siapa pun dan apa pun. Entah itu kepintaran, kekayaan dan kelebihan. Semua tidak akan pernah menggantikan posisi Tuhan di dalam hidup kita. Maka Rasul Paulus berani berkata, “Solid Deo Gloria”. Karena ia tahu kehidupan orang-orang yang ada di Roma saat itu adalah kehidupan yang tidak sepenuhnya ikut Tuhan dengan setia. Dengan pengetahuan mereka, rasio atau logika lebih sering diandalkan dan dipercaya daripada Tuhan. Segala sesuatu di sorga dan bumi yang terjadi di dalamnya adalah oleh karena Tuhan, oleh Tuhan dan untuk Tuhan. Di Efesus Rasul Paulus berkata,”Oleh karena itu jangan ada yang membanggakan diri dan sombong dengan apa yang sudah diterima dari Tuhan”.
Di dalam segala sesuatu yang dianugerahkan Tuhan bagi kita, adakah kita pernah berpikir bahwa kita harus mengembalikan itu untuk Tuhan? Maka mau tidak mau kalau Tuhan yang mau maka harus mau. Maka ego harus ditundukkan. Kerendahan hati itu perlu untuk bisa memahami apa yang Tuhan mau di dalam kehidupan kita. Ketika kita tahu bahwa Tuhan itu bijaksana dan berdaulat, maka dengan iman dan rasa syukur mudah bagi kita berkata Soli Deo Gloria. Tetapi bila Tuhan tidak menjadi yang utama dalam hidup kita, maka akan terasa sulit bagi kita untuk berkata Soli Deo Gloria. Apalagi kalau kita bisa mendapatkan segala sesuatu yang kita mau. Tanpa Tuhan pun kita bisa, kenapa sekarang harus dengan Tuhan. Ada anugerah umum dan anugerah khusus. Anugerah umum artinya Tuhan berkenan pada semua orang, maka Tuhan memberi berkat-berkat kehidupan seperti alam, pekerjaan dll. Itu semua Tuhan berikan untuk dinikmati. Peranan Allah dalam kehidupan kita sangat besar. Jangan seorang pun pernah mengabaikan Tuhan. Biar bagai mana pun kondisi kita, Tuhan tetap bersama kita. Inilah pengalaman iman Rasul Paulus ketika Ia mau mengagungkan kedaulatan Allah.
Pertanyaan kita sekarang adalah mengapa kita menyebut bagi Dialah kemualiaan sampai selama-lamanya? Ada beberapa alasan mengapa kita menyebut bagi Dia kemuliaan sampai selama-lamanya, yakni:
Pertama, karena dalamnya kekayaan Allah. Kata “kekayaan” dalam ayat ini diterjemahkan riches dalam Alkitab terjemahan Inggris. Kata Yunaninya adalah ploutos bisa diterjemahkan kepenuhan (fulness). Dengan kata lain, di titik pertama, Paulus menekankan akan kepenuhan Allah. Apa yang dimaksud dengan kepenuhan Allah? Kepenuhan Allah berarti Allah itu begitu penuh, limpah, dan kaya dengan segala macam anugerah-Nya bagi kita. Jika kita mencoba membayangkan makna penuh dan kaya, kita akan mendapatkan gambaran pengertian yang lebih melimpah. Kaya atau penuh bukan secara materi, tetapi secara kualitas. Ketika air minum di dalam gelas dikatakan telah penuh, berarti tidak ada satu inci pun di gelas tersebut yang bisa diisi air. Begitu juga dengan kepenuhan atau kekayaan Allah. Allah yang penuh berarti tidak ada satu inci pun yang kurang pada diri Allah. Dengan kata lain, di dalam Dia ada kesempurnaan yang kepada-Nya kita menaruh iman dan pengharapan. Kesempurnaan-Nya inilah yang diajarkan Paulus berikutnya di ayat ini, yaitu bahwa keputusan-keputusan-Nya tak terselidiki dan jalan-jalan-Nya tak terselami. Allah yang sempurna (penuh) adalah Allah yang memiliki keputusan dan jalan yang sangat berbeda dari manusia (bdk. Yes. 55:8).
Kedua, karena dalamnya hikmat Allah. Orang pandai belum tentu berhikmat, tetapi orang berhikmat bisa pandai. Orang berhikmat adalah orang yang memakai hikmatnya di dalam memutuskan hal-hal praktis, sedangkan orang pandai hanya pandai berteori saja. Dunia lebih memerlukan orang berhikmat ketimbang orang pandai, karena orang pandai hanya tahu teori, tetapi orang berhikmat tahu teori dan praktik. Lalu, hikmat itu sumbernya dari mana? Tentu dari Allah. Allah memberikan hikmat kepada manusia sebagai peta dan teladan Allah. Tetapi dosa mengakibatkan hikmat manusia menjadi rusak total, akibatnya hikmat yang seharusnya dipakai untuk memuliakan Allah di dalam memutuskan segala sesuatu akhirnya menjadi hikmat yang menguntungkan diri sendiri. Itulah sebabnya, Kristus diutus menebus dosa manusia. Kristus bukan hanya menebus dosa manusia saja, tetapi Ia juga mengembalikan manusia kepada natur aslinya demi kemuliaan-Nya. Itu sebabnya, dalam memulihkan natur asli manusia, Ia (Kristus) adalah hikmat kita (bnd. 1 Kor. 1:30; Kol. 2:3; Why. 5:12). Dengan menaruh sumber hikmat kita pada Kristus dan firman-Nya (Alkitab), kita akan mendapatkan hikmat sejati yang datang dari Allah, bukan dari manusia. Melalui firman-Nya ini, kita juga mendapatkan hikmat bahwa Allah adalah Sumber Hikmat yang jauh lebih berhikmat dari manusia yang sebenarnya tidak berhikmat secara sempurna. Dia yang adalah Sumber Hikmat memberikan hikmat itu kepada kita yang adalah umat pilihan-Nya untuk menangkap hikmat Allah meskipun samar-samar.
Ketiga, karena dalamnya pengetahuan Allah. Kata “pengetahuan” dalam bahasa Yunani gnōsis yang berarti pengetahuan (knowledge). Bukan hanya kesempurnaan dan hikmat, Allah juga memiliki pengetahuan yang luar biasa. Ketika dunia berdosa menawarkan segala macam pengetahuan dunia, maka Paulus “menawarkan” dan mendorong kita bukan melihat pengetahuan dunia terlalu banyak, tetapi melihat pengetahuan Allah yang Mahadahsyat. Apakah pengetahuan di sini identik dengan hikmat Allah? Ada kaitannya, tetapi tidak sama. Hikmat lebih mengarah kepada kebijaksanaan, sedangkan pengetahuan lebih mengarah kepada totalitas pengetahuan/pikiran. Allah yang memiliki pengetahuan jauh melampaui manusia adalah Allah yang memiliki totalitas pemikiran dan kehendak yang jauh di atas manusia. Apa perbedaannya? Pertama, pemikiran Allah selalu bersifat kekekalan, sedangkan pikiran manusia selalu sementara sifatnya. Allah selalu memikirkan hal-hal yang kekal, bukan kesementaraan, karena Allah itu sendiri pada diri-Nya kekal. Kekekalan Allah ini ditunjukkan dengan dipilih-Nya beberapa manusia untuk menjadi anak-anak-Nya. Bukan hanya itu saja, Allah yang kekal adalah Allah yang memelihara umat-Nya baik di dalam keselamatan maupun kehidupan sehari-hari. Di dalam memelihara inilah, kadang-kadang Allah memakai cara-cara yang di luar pikiran manusia. Ia menguji manusia melalui penderitaan, kesakitan, bahkan penganiayaan. Semuanya itu membuktikan Allah memelihara iman umat-Nya sehingga umat-Nya bukan menjadi umat yang manja, tetapi menjadi umat pilihan-Nya yang dewasa secara rohani. Lalu, bagaimana dengan pikiran manusia? Manusia selalu berpikir pendek. Melihat sesuatu tampak sulit, manusia sudah marah, putus asa, dll, sehingga jalan pikirannya selalu sementara sifatnya. Tetapi puji Tuhan, umat pilihan-Nya dimungkinkan memiliki pikiran Allah (meskipun tidak sempurna), di mana mereka tidak perlu putus asa dan khawatir ketika menghadapi penderitaan, melainkan mereka terus berharap hanya kepada Allah yang memiliki pengetahuan tak terbatas. Kedua, pemikiran Allah tidak pernah berkontradiksi, sedangkan pemikiran manusia banyak yang berkontradiksi. Kalau di poin pertama, kita belajar sifat pengetahuan Allah, di poin kedua, kita belajar akan kualitas pengetahuan Allah.
Dengan dasar dua pengertian tentang perbedaan pengetahuan Allah dari pengetahuan manusia, maka Paulus membukakan pengertian kita di ayat 34, “Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?” Karena pengetahuan Allah jauh melampaui pengetahuan manusia, maka Paulus mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui pikiran Tuhan bahkan pernah menjadi penasihat-Nya untuk menentukan mana yang adil, benar, dan baik (bnd. Yes. 40:13-14). Dalam konteks ini, Paulus mengingatkan jemaat Roma, khususnya orang-orang non-Yahudi akan pikiran Tuhan yang tidak dapat diketahui tentang pemilihan Allah, sehingga mereka tidak perlu protes kepada-Nya. Ayat ini mengajarkan kita satu prinsip penting bahwa pengetahuan Allah mengakibatkan kita harus tunduk mutlak kepada-Nya. Sikap taat adalah sikap yang harus kita lakukan ketika kita sadar bahwa Allah lebih memiliki pengetahuan yang sempurna ketimbang kita. Ketika kita taat, kita akan menemukan banyaknya pemikiran Allah yang akan disingkapkan kepada kita (meskipun tidak pernah 100%).
Keempat, karena segala sesuatu adalah dari Allah. Dari Allah, berarti segala sesuatu bersumber dari Allah. Sumber segala sesuatu adalah Allah. Sumber pemilihan atas beberapa orang untuk menjadi anak-anak-Nya itu adalah dari Allah, bukan dari apa yang manusia perbuat! Lebih tajam lagi, pemilihan adalah anugerah Allah yang berdaulat! Bagaimana dengan kita? Prinsip ini bisa diimplikasikan pada kehidupan kita sehari-hari. Kalau dikatakan bahwa segala sesuatu adalah dari Allah, itu berarti apa yang kita punya, baik harta, kepintaran, hikmat, bahkan pengertian rohani dari Alkitab yang kita dapatkan semua berasal dari Allah. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk sombong atau memegahkan diri kalau kita memilikinya semua itu. Agar kita tidak memegahkan diri, biarlah kita membagikan apa yang ada pada kita kepada orang lain sebagai berkat, sehingga orang lain juga melihat kedahsyatan Allah kita.
Kelima, karena segala sesuatu adalah oleh Allah. Kata “oleh” seharusnya diterjemahkan melalui (through). Dalam konteks ini, “segala sesuatu adalah oleh/melalui Allah” berarti pemilihan Allah bukan hanya bersumber dari Allah, tetapi juga dipelihara oleh Allah. Ini membuktikan pemeliharaan Allah. Allah yang telah memilih, Ia juga yang akan memeliharanya sampai pada kesudahannya, karena Ia adalah Alfa (Yang Awal) dan Omega (Yang Terakhir). Sehingga, kita tidak perlu khawatir kehilangan keselamatan, karena jika kita termasuk umat pilihan-Nya, pada saat itu juga, kita beriman bahwa Allah yang telah memulai keselamatan, Ia pula-lah yang akan menyempurnakannya. Konsep ini juga bisa diimplikasikan di dalam hidup kita. Kalau di poin ketiga, kita belajar bahwa segala sesuatu adalah dari Allah yang artinya kita tidak perlu sombong akan apa yang kita miliki, maka di poin kedua, kita belajar bahwa apa pun yang kita miliki ini dari Allah dipergunakan oleh Allah sebagai sarana mempertumbuhkan iman kita. Tuhan memakai harta kita untuk mencukupi kehidupan kita, dan juga untuk melayani-Nya (dikaitkan dengan poin ketiga, nantinya). Tuhan memakai iman dan pengertian kita akan firman-Nya sebagai sarana untuk menghindarkan kita dari tamak uang, dan cinta diri. Tuhan memakai pasangan kita untuk mengingatkan kita akan kelemahan kita dan kembali kepada Tuhan. Tuhan bisa memakai siapa pun yang ada di dekat kita untuk mengingatkan kita. Bagaimana dengan kita? Kita pun bisa dipakai oleh-Nya sebagai sarana berkat-Nya. Maukah kita menyalurkannya?
Keenam, segala sesuatu adalah bagi Allah. Di dalam konteks ini, kita belajar bahwa pemilihan Allah berasal dari Allah, dipelihara oleh Allah, maka secara otomatis, ujungnya harus berakhir pada kemuliaan bagi Allah itu sendiri sebagai Sumber dan Pemelihara. Allah sebagai Sumber dan Pemelihara, Dia-lah yang juga harus menerima pujian, hormat, dan kemuliaan. Konsep ini bisa diimplikasikan di dalam hidup kita. Kalau kita sadar bahwa segala yang kita miliki adalah dari Allah, orang lain menjadi sarana yang melaluinya Allah menegur kita (atau kita bisa menjadi sarana berkat-Nya), maka kita melakukan kedua hal ini bersama-sama untuk memuliakan Tuhan (Soli Deo Gloria).
RENUNGAN
Apa yang hendak kita renungkan pada Ibadah Akhir Tahun 2022 ini?
Pertama, kita harus mensyukuri pertolongan TUHAN selama 2022 ini. Tanpa belas kasih-Nya kita tidak akan mampu melewati hari-hari kita di 2022 ini. TUHAN telah menopang, menyertai dan memberkati kita. Selayaknyalah kita memuliakan nama-Nya yang Mahaagung dan Mulia itu di dalam ibadah akhir tahun ini.
Kedua, kita dapat memuliakan Tuhan dengan menikmati Dia. Menikmati Tuhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pertama, menikmati Pribadi Allah. Seseorang bisa menikmati Allah itu setelah ia mengenal Allah melalui Alkitab. Inilah kaitan erat antara doktrin dan spiritualitas. Banyak gereja terlalu mementingkan doktrin dan melupakan spiritualitas. Akibatnya, mereka pandai berdebat teologi, tetapi hati mereka kering. Sebaliknya, di sisi lain, banyak gereja mengesampingkan doktrin dan mementingkan kesalehan, akibatnya kesalehan yang dibangun adalah kesalehan yang antroposentris (berpusat pada manusia) dan tidak memuliakan Tuhan. Alkitab mengajarkan kita konsep yang seimbang, yaitu kita mengenal Allah dulu melalui Alkitab, baru kita mengalami Allah dengan menikmati-Nya. Menikmati-Nya adalah kebanggaan terbesar umat pilihan-Nya yang telah ditebus Kristus, karena kita memiliki Allah yang Mahadahsyat dan Mahaagung yang tidak bisa dijumpai pada ilah-ilah lain! Kedua, menikmati firman-Nya. Setelah menikmati pribadi-Nya, kita dituntut untuk menikmati firman-Nya. Seberapa dalam kita mencintai firman-Nya? Seberapa setianya kita taat kepada firman-Nya? Ataukah kita taat kepada firman-Nya hanya untuk hal-hal yang tidak melawan logika/rasio (lebih tepatnya, nafsu) kita? Karena itu, bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya. (rsnh)
Selamat Mengakhiri 2022 dan Songsonglah Tahun Baru 2023