Sabtu, 29 Mei 2021

KOTBAH TRINITATIS Minggu, 30 Mei 2021 “ALLAH MENGUTUS PUTRANYA DAN MENGARUNIAKAN ROHNYA” (Yohanes 3:31-36)

 KOTBAH TRINITATIS 

Minggu, 30 Mei 2021

 

“ALLAH MENGUTUS PUTRANYA DAN MENGARUNIAKAN ROHNYA”

Kotbah: Yohanes 3:31-36 Bacaan: Yesaya 6:1-8




 

Hari ini kita memasuki Minggu Trintatis. Dalam ibadah ini tema yang akan kita renungkan adalah “Allah mengutus putra-Nya dan mengaruniakan Roh-Nya”. Tema ini menggambarkan Tri Tunggal yang Esa. Allah adalah pribadi yang Mahasuci, Mahakuasa yang tidak bisa dijumpai ciptaan-Nya. Itu sebab Allah mengutus diri-Nya dalam pribadi manusia ke dunia ini sebagai putra-Nya yang Tunggal. Allah juga mengaruniakan Roh-Nya yang tidak terbatas ke dunia untuk menyertai setiap orang yang percaya kepada-Nya.

 

Dalam perikope kotbah Minggu ini kita akan lebih fokus membahas tentang diri Allah dalam pribadi putra-Nya Yesus Kristus. Dalam kesaksian Yohanes pada Kitab Yohanes 3:31-36 ini, kita membaca bahwa Yohanes Pembaptis menjelaskan tentang siapa Yesus, bahwa Yesus berasal dari sorga (dari atas) sementara Yohanes sendiri adalah dari dunia ini.

 

Timbul pertanyaan kita sekarang siapakah pribadi Yesus yang diutus Allah menurut kesaksian Yohanes Pembaptis?

 

Pertama, Yesus berasal dari surga (ay. 31). Apa yang diberitakan Yesus adalah berasal dari sorga karena Yesus berasal dari sorga, maka yang diberitakan-Nya adalah apa yang dilihat dan disaksikan-Nya di sorga.

 

Kedua, kesaksian Yesus menyatakan bahwa Allah adalah benar (ay. 33). Jika ada orang yang percaya kepada kesaksian Yesus, maka orang itu telah mempercayai kebenaran firman Allah bahwa dalam diri Yesus telah dinyatakan segala kebenaran Allah untuk diberitakan kepada dunia ini. 

 

Allah adalah benar bukan merupakan definisi dari kata benar melainkan kesatuan dari sifat Allah yang adalah kebenaran dan benar adanya. Yohanes Pembaptis sebenarnya sedang  memberi konsep Allah yang cukup sulit kepada para pengikutnya agar mereka  mampu memahami Allah yang lebih real dalam pengalaman hidup mereka.

 

Allah adalah benar, sebuah ungkapan yang sulit dipahami tetapi mesti dihayati dengan iman. Allah sungguh-sungguh benar. “Benar” di sini mengandung dua makna yakni: Allah itu benar-benar ada dan Dia sungguh menjadi sumber dari yang benar. Di tengah pergolakan zaman yang dipenuhi dengan berbagai macam kenikmatan hidup, kita dihadapkan kepada pertanyaan: “Apakah kita masih mengimani Allah kita sebagai Allah yang benar atau kita terjebak dalam kesaksian yang terkadang palsu yang ditawarkan oleh dunia tentang Allah yang tidak lagi benar.” Selain itu, kita dihadapkan pada tantangan: Tuhan tidak lagi menjadi sumber kebenaran utama. Orang-orang lebih suka mencari kebenaran instan yang diperoleh dari berbagai macam media. Mereka lebih cepat mendapatkan kebenaran melalui tuhan-tuhan yang ada di media sosial daripada mencari Tuhan yang sesungguhnya, yakni Tuhan yang menjadi sumber inspirasi, kekuatan, keberhasilan dan kebahagiaan. Menjadi suatu pertanyaan penting bagi kita adalah: “Apakah kita masih mengimani Allah kita sebagai Allah yang Benar?”

 

Ketiga, Allah mengaruniakan Roh-Nya yang tidak terbatas (ay. 34). Di dalam diri Yesus terdapat Roh Allah yang tanpa batas, artinya bahwa Roh Allah secara utuh ada dalam Yesus. Sebagai Anak, dalam Yesus ada kasih Allah secara utuh. Yesus telah dipenuhi dengan kasih Allah, dan untuk mewujudnyatakan kasih itu maka kepada Yesus telah diberikan kuasa atas segala sesuatu.

 

Keempat, kesaksian Yesus sulit diterima orang (ay. 32). Walau Yesus Putra Allah dan berasal dari atas, tidak serta merta orang menerima kesaksian-Nya. Perhatikan struktur “tidak seorang pun yang menerima… siapa yang menerima”. Struktur seperti ini sangat mencolok di sepanjang Injil Yohanes. Pernyataan pertama disampaikan dengan gaya bahasa yang sepertinya mutlak, tidak seorang pun yang menerima. Yesus bersaksi tentang apa yang dilihatnya dan yang didengarnya, tetapi pada umumnya kesaksiannya ditolak mentah-mentah. Hal-hal surgawi tidak akan diterima oleh orang yang duniawi. Namun apa yang tampak multak tidak sepenuhnya mutlak. Ada segelintir kecil yang akan menerimanya. Dengan kata lain, pada umumnya tidak diterima, tetapi ada beberapa yang menerimanya. Itulah reaksi terhadap Injil, dari dulu sampai sekarang, dan untuk selama-lamanya. Pada umumnya Yesus tidak diterima, tetapi mereka yang menerimanya diberikan kuasa menjadi anak-anak Allah. Kita juga membaca hal yang sama di Yohanes 3, “Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang, tetapi siapa saja yang melakukan yang benar, ia datang kepada terang.” Itulah strukturnya, dan itulah pesannya. Pada umumnya segala sesuatu yang berasal dari atas akan ditolak, tetapi tidak secara mutlak. Ada beberapa orang yang akan menerimanya. Itulah sifat dari kebenaran itu sendiri. Saya teringat pada perkataan orang pada masa pandemi Covid 19 ini: “Covid gampang kena tapi banyak orang tidak percaya, Togel payah kena tapi banyak orang percaya”.

 

Kelima, sanksi bagi orang yang pecaya dan tidak percaya (ay. 36). Kehadiran Yesus ke dunia ini membawa konsekuensi bagi kita umat manusia. Konsekuensi itu ada dua, yakni: pertama, bagi orang yang percaya mereka akan menerima hidup yang kekal. Hidup kekal akan menjadi milik kita bila kita percaya kepada Anak Allah, yaitu Yesus Kristus. “Barang siapa percaya kepada Yesus, ia memiliki Hidup kekal.” Hidup kekal itu bukan perkara nanti, perkara sesudah kematian, tetapi perkara hari ini. Hidup kekal diawali dari dunia ini, artinya kehidupan kekal yang diterima setiap orang ditentukan oleh kehidupannya saat ia berada di dunia.

 

Kedua, bagi orang yang tidak percaya, mereka akan menerima murka Allah. Apa yang dimaksudkan dengan murka Allah itu? Murka Allah sering digambarkan dalam Perjanjian Lama sebagai kemarahan ilahi terhadap ketidaktaatan manusia. Para nabi menggunakan imaji-imaji (gambaran) yang sangat deskriptif seperti api yang berkobar-kobar untuk murka Allah itu. Kitab Suci memberikan kepada kita banyak contoh pribadi-pribadi, komunitas-komunitas, dan bahkan seluruh bangsa yang berada di bawah murka Allah seperti: Air Bah, Sodom dan Gomora, dll. Namun demikian, tetap masih ada pengharapan. Kitab Suci senantiasa “melengkapi” murka Allah dengan janji-janji belas kasih. Allah sangat mengasihi umat-Nya. Murka-Nya diperlembut dengan kerahiman-Nya karena Dia sungguh rindu untuk menarik anak-anak-Nya dari dosa agar dapat datang kembali kepada-Nya.

 

Kematian Yesus di kayu salib adalah contoh yang baik sekali dari murka Allah dan sekaligus belas kasih-Nya (kerahiman-Nya). Ketidaktaatan manusia harus dihukum, namun dalam kasih dan kerahiman-Nya, Allah mengutus Putera-Nya yang tunggal untuk membayar suatu harga yang kita tidak pernah akan mampu membayarnya. Jadi, Allah membuat ketentuan bagi semua orang agar diselamatkan. Jalannya dibuka bagi Roh Kudus untuk dikaruniakan kepada kita tanpa takaran, artinya secara tidak terbatas (Yoh. 3:34), dengan demikian memampukan kita untuk taat kepada Allah dan mengalami kepenuhan hidup (Yoh. 3:36).

 

 

RENUNGAN

 

Inti dari kotbah Minggu ini adalah soal percaya atau tidak. Apakah kita percaya atau tidak, tidak mengubah apa apa pun. Apakah kita mempercayai sesuatu atau tidak, tidak akan mengubah kenyataan apa pun. Contohnya, kalau kita berada di samping laut, dan saya memberitahu bahwa di dalam laut ini ada ikan Hiu. Apakah kita percaya atau tidak, ikan hiu itu tidak akan hilang. Ikan hiu tidak akan hilang karena kita tidak percaya pada keberadaan ikan hiu itu. Kalau kita tidak percaya ada ikan hiu dan kita melompat ke dalam laut itu, apa yang berubah? Ikan hiu yang hilang karena kita tidak percaya atau kita yang hilang dilahap hiu? Kita yang hilang, betul? Jadi apa pun yang kita percayai atau tidak percayai, tidak mengubah kenyataan sama sekali. Ini sangat-sangat penting. Apakah kita percaya atau tidak bahwa Yesus adalah Putera Allah yang diutus ke dunia ini, tidak akan mengubah kenyataan sama sekali. Yang berubah hanya kita. Kita akan memeroleh hidup kekal atau murka Allah yang kekal.

 

Kalau saya berkata kepada skita bahwa ada sebuah pulau yang sangat-sangat indah, apakah kita percaya atau tidak, tidak akan menghilangkan pulau itu. Jika kita tidak percaya, kita tidak akan pernah sampai ke pulau itu. Dengan cara yang sama, apakah kita percaya atau tidak, tidak akan mengubah kenyataan apa pun. Bebannya ada di kita untuk mencaritahu, sebenarnya pulau itu ada atau tidak. Artinya, jika kita percaya atau tidak percaya tidak akan menghilangkan kebenaran Allah dalam diri Yesus. Tetapi jika kita percaya kepada Yesus maka kita akan berusaha mencari jalan, kebenaran dan hidup itu di dalam Yesus Kristus.

 

Yang terakhir saya benar-benar berharap, kita mengambil kebenaran itu. Kita akan mengalami kebenaran bahwa Allah itu penuh kemurahan. Dia memberikan Roh-Nya tanpa batas. Dalam bahasa Inggris, “without measure”, tanpa mengukur-ukur. Kita manusia suka mengukur-ukur saat memberi. Namun waktu Allah memberi, dia tidak mengukur-ukur, Dia memberi dengan murah hati. Roh itu diberikan kepada kita agar kita melihat, mendengar dan berkata-kata.  Dan kita akan mengalami apa yang disebut kekayaan sejati dalam hidup kita. Kekayaan yang sejati, yang sesungguhnya. Karena itu, terimalah Yesus Kristus sebagai kebenaran sejati yang akan menyelamatkan hidup kita. (rsnh)

 

Selamat merayakan Minggu Trinitatis!

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...