Renungan hari ini:
“ORANG YANG TAK MENGENDALIKAN DIRI”
Amsal 25:28 (TB2) "Bagaikan kota yang roboh temboknya, demikianlah orang yang tak dapat mengendalikan diri"
Proverbs 25:28 (NET) "Like a city that is broken down and without a wall, so is a person who cannot control his temper"
Pengendalian diri itu amat penting. Ia menentukan jatuh bangun seseorang, seperti tembok kota menentukan jatuh bangun sebuah kota. Jika tembok kota berdiri kokoh, kota aman terlindung, warganya bisa membangun kehidupan. Selama kita bisa mengendalikan diri, hal-hal buruk terhindari, kita punya peluang membangun kehidupan pribadi maupun kehidupan bersama. Tetapi jika kita tak bisa mengendalikan diri, hal-hal buruk terjadi, kehidupan pribadi maupun bersama terganggu atau hancur. “Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya,” kata Amsal.
Kota yang roboh temboknya adalah kota yang mudah ditaklukan musuh, Sebab tembok adalah sarana pertahanan yang ampuh pada zaman itu. Mengendalikan diri ibarat tembok bagi hidup kita. Dalam Alkitab ditemukan berbagai contoh kegagalan hidup manusia karena tidak dapat mengendalikan dirinya: Simson,yang tidak dapat menahan nafsunya terhadap wanita, tidak dapat menjadi alat sepenuh bagi Tuhan (Hak. 13-16). Ini juga terjadi atas Daud yang tidak dapat menahan nafsunya, sehingga mengambil Betsyeba, istri Uria (2 Sam. 11). Contoh yang lain adalah Akhan, yang tdak tahan melihat kekayaan perak, jubah dan sebatang emas, sehingga ia mencurinya (Yos. 7), dan akibatnya ia membinasakan dirinya sendiri dan keluargana. Hal yang sama juga dialami oleh Yudas yang tidak tahan menahan diri terhadap keinginan untuk memiliki uang banyak, sehingga ia menjual gurunya sendiri.
Masih banyak contoh dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa, ketidak mampuan mengontrol diri atau menahan nafsu, sangat berbahaya. Pada zaman kita ini, kenyataan tersebut banyak kita saksikan, dengan banyaknya berita-berita yang menyedihkan tentang jatuhnya anak-anak Tuhan atau hamba-hamba Tuhan, karena tidak menguasai diri. Namun entah mengapa, pengendalian diri sering dimaknai sebatas tindakan menjauhkan diri dari hal negatif, dari bersikap tak benar, dari berperilaku tak bertanggung jawab: menjaga diri agar tak mudah marah, tak bersikap gegabah, tidak bertindak impulsif, dan sebagainya. Sebatas itukah mengendalikan diri?
Mengendalikan atau menguasai diri berarti menahan diri untuk tidak melakukan suatu keinginan. Bila hidup kita dikuasai oleh keinginan duniawi, kita akan mudah untuk terjerumus ke dalam dosa. Itu berarti tembok pertahanan kita roboh. Rasul Yohanes menjelaskan bahwa keinginan duniawi yang tidak berasal dari Allah itu terdiri dari keinginan daging (hawa nafsu), keinginan mata (keserakahan), dan keangkuhan hidup (kesombongan), dan bahwa dunia ini sedang lenyap dengan segala keinginannya (1 Yoh. 2:16-17). Kita bertanggung jawab untuk menguasai diri dengan pertolongan Tuhan (1 Ptr. 4:7). Kitab Amsal menjelaskan bahwa orang yang bisa menguasai diri adalah orang yang perkasa, sedangkan orang yang tidak dapat menguasai diri gampang jatuh oleh godaan dosa (Ams. 16:32, 25:28).
Kita memerlkan kekuatan Allah untuk dapat menguasai diri dalam segala hal. Kita bersyukur karena Roh Kudus berkenan untuk berdiam dalam diri setiap orang percaya serta memunculkan buah penguasaan diri. Penguasaan diri akan memungkinkan kita untuk bisa terus bertumbuh menjadi semakin dewasa di dalam Kristus, sehingga kita dapat menampilkan karakter seperti Kristus dalam kehidupan kita dan tembok pertahanan kita akan kokoh.
Adalah penting sekali bagi orang percaya untuk memiliki penguasaan diri dalam segala hal. penguasaan diri adalah bagian dari buah Roh (Gal. 5:22-23). Orang yang memiliki penguasaan diri akan mampu menjaga dirinya terhadap segala pengaruh dan menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan. Karena itu penulis Amsal sangat mengapresiasi tinggi orang yang memiliki penguasaan diri yang baik. "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota" (Ams. 16:32). Daud adalah salah satu contoh orang yang memiliki penguasaan diri dalam hidupnya. Sekalipun punya kesempatan besar untuk balas dendam terhadap Saul saat berada di dalam gua, tapi ia dapat menguasai diri, sehingga ia mengurungkan niat untuk menghabisi Saul. Alkitab mencatat: "...berdebar-debarlah hati Daud, karena ia telah memotong punca Saul; lalu berkatalah ia kepada orang-orangnya: 'Dijauhkan Tuhanlah kiranya dari padaku untuk melakukan hal yang demikian kepada tuanku, kepada orang yang diurapi TUHAN, yakni menjamah dia, sebab dialah orang yang diurapi TUHAN'" (1 Sam. 24:6-7).
Dalam situasi aman dan nyaman mungkin orang dapat mengendalikan dirinya dengan baik, tetapi ketika situasinya sedang tidak baik dan tidak seperti yang diharapkan, orang-orang yang awalnya dikenal begitu sabar, kalem atau lemah lembut, secara drastis bisa berubah menjadi orang yang sangat emosional, amarahnya meledak-ledak. Oleh sebab itu Tuhan memperingatkan murid-murid-Nya saat berdoa di taman Getsemani, “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Mat. 26:41)
Seringkali kita menjadi begitu emosional, marah tak terkendali, bukan karena masalah yang kita hadapi terlalu besar, namun karena kita tidak dapat mengendalikan diri sendiri. Cara yang tepat untuk bisa mengendalikan diri adalah menyediakan lebih banyak waktu untuk berdoa dan bersekutu dengan Tuhan. Dengan berdoa kita akan menjadi tenang dan berada dalam pimpinan Roh Tuhan, sehingga perkataan dan perbuatan kita terkontrol. Selain itu teruslah berlatih untuk meningkatkan keterampilan dalam mengelola emosi kita.Ingatlah! Untuk memiliki penguasaan diri ada harga yang harus dibayar yaitu rela hati untuk dipimpin oleh Roh Kudus. Karena itu, bergaul kariblah dengan Tuhan dan Roh Kudus adalah satu-satunya cara untuk kita bisa memiliki penguasaan diri! (rsnh)
Selamat berkarya untuk TUHAN