Sabtu, 25 November 2023

KOTBAH MINGGU AKHIR TAHUN GEREJAWI Minggu XXV Setelah Trinitatis Minggu, 26 Nopember 2023: “MENYONGSONG LANGIT DAN BUMI YANG BARU” (Wahyu 21:1-4 )

 KOTBAH MINGGU AKHIR TAHUN GEREJAWI

Minggu XXV Setelah Trinitatis

Minggu, 26 Nopember 2023

 

MENYONGSONG LANGIT DAN BUMI YANG BARU”

Kotbah: Wahyu 21:1-4       Bacaan: Yesaya 65:17-23



Kini kita tiba pada Minggu “Akhir Tahun Gerejawi” (Ujung Taon Parhuriaon) dan sekaligus “Parningotan di angka nadung monding” (Mengenang Orang yang Sudah Meninggal). Sebagai minggu akhir penutup kalender gerejawi, tentu kita masing-masing perlu merenung ulang (flasback) perjalanan kehidupan selama satu tahun kalender gerejawi ini. Kita boleh mengevaluasi kinerja pelayanan dan keuangan Gereja selama setahun. Kita boleh melihat capaian yang telah kita lakukan dan program yang tidak bisa kita selesaikan. Kita juga belajar dari kegagalan dan meningkatkan keberhasilan kita menuju pelayanan yang lebih baik tentunya ke tahun Baru Pelayanan Gerejawi yang akan datang. 

 

Minggu ini juga kita akan mengenang keluarga, sahabat, warga jemaatkita yang telah mendahului kita dari dunia ini. Minggu Mengenang Orang yang Sudah Meninggal ini bukan dalam maksud untuk mendoakan arwah-arwah yang telah meninggal tetapi untuk menyadarkan orang yang hidup, bahwa suatu saat nanti kita pun akan mati seperti mereka. Karena itu, sebelum kita mati, marilah kita mempergunakan hidup yang sementara ini menjadi masa-masa persiapan menuju kematian. Kelak ketika kita mati kita mati di dalam TUHAN.

 

Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Menyongsong Langit dan Bumi yang Baru” Tema ini merupakan bagian dari visi Yohanes mengenai akhir zaman, di mana dia melihat gambaran tentang pemulihan dan pembaruan total dalam penciptaan. Kitab Wahyu sering kali dianggap sebagai penggenapan dan kelanjutan dari nubuat-nubuat dalam bagian-bagian lain dari Alkitab, terutama nubuat-nubuat dalam kitab-kitab nabi seperti Yesaya dan Daniel mengenai zaman akhir.

 

Sebelum mencapai visi langit dan bumi yang baru, Kitab Wahyu juga menggambarkan pertempuran akhir antara kebaikan dan kejahatan. Kemenangan Kristus atas kekuatan jahat dan keadilan-Nya sebagai Hakim adalah tema yang mendasari pembaruan langit dan bumi. Visi ini mencakup tidak hanya transformasi rohaniah tetapi juga pemulihan fisik dan material. Penciptaan yang rusak dan tercemar oleh dosa akan digantikan oleh ciptaan baru yang suci dan sempurna.

 

Perikop ini mencerminkan pemenuhan janji-janji Allah kepada umat-Nya. Allah berjanji untuk menghapus segala air mata, penderitaan, dan kematian. Pemulihan langit dan bumi yang baru adalah bukti dari kebenaran dan kesetiaan Allah terhadap janji-janji-Nya. Bagi umat Kristen, pasal ini juga mengandung penghiburan dan harapan. Mereka dipanggil untuk menyongsong masa depan yang lebih baik dan menyadari bahwa penderitaan dan ujian di dunia ini akan digantikan oleh kehidupan yang baru dan kekekalan bersama Allah. Dengan demikian, Wahyu 21:1-4 memberikan gambaran tentang akhir zaman yang penuh harapan, di mana Allah menciptakan langit dan bumi yang baru, bebas dari dosa dan kejahatan, sebagai tempat di mana umat-Nya akan hidup bersama-Nya selamanya.

 

Pertanyaan kita sekarang apa dan bagaimanakah langit dan bumi yang baru itu? Berdasarkan Kitab Wahyu 21:1-4, langit dan bumi yang baru itu memiliki beberapa aspek, yakni:

 

Pertama, aspek transformasi total (ay. 1). Teks menyatakan bahwa langit dan bumi yang baru melibatkan transformasi total dari keadaan yang lama. Hal ini mencakup lenyapnya langit yang pertama dan bumi yang pertama. Ini bukan sekadar renovasi, melainkan penciptaan yang baru. Pernyataan "lenyapnya langit yang pertama dan bumi yang pertama" menggambarkan perubahan mendasar atau transformasi total dari keadaan yang lama menjadi sesuatu yang baru dan diperbaharui. Ini adalah bagian dari gambaran keadaan akhir zaman yang diberikan kepada rasul Yohanes dalam wahyu-Nya.

 

Ungkapan "lenyapnya langit yang pertama dan bumi yang pertama" menunjukkan bahwa apa yang ada sebelumnya mengalami perubahan yang mendasar. Ini bukan sekadar perbaikan atau renovasi, tetapi perubahan substansial yang menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam konteks teologis Kitab Wahyu, langit dan bumi yang pertama melibatkan kondisi dunia yang tercemar oleh dosa dan penderitaan. Oleh karena itu, "lenyapnya" menyiratkan penghapusan atau pemisahan dari keadaan tersebut untuk memberikan jalan bagi sesuatu yang suci, baru, dan bebas dari cela.

 

Pernyataan ini sejalan dengan konsep penciptaan yang baru. Dalam tradisi keagamaan Kristen, ide tentang langit dan bumi yang baru sering kali terkait dengan janji Allah untuk menciptakan sesuatu yang baru setelah terjadi kejatuhan dan kerusakan akibat dosa. Lenyapnya langit yang pertama dan bumi yang pertama dapat dipahami sebagai persiapan bagi kehidupan kekekalan. Ini mencakup perubahan dalam dimensi spiritual dan materi, di mana Allah membawa keadaan yang berdosa dan tercemar menuju keadaan yang suci dan sempurna. Ungkapan ini juga dapat dipahami sebagai penghilangan segala sesuatu yang bersifat sementara atau terbatas, termasuk kematian, penderitaan, dan batasan-batasan yang dikenal dalam kehidupan manusia sehari-hari.

 

Kedua, akan muncul Kota Suci, Yerusalem yang Baru (ay. 2). Gambaran kota suci, Yerusalem yang baru, turun dari langit, menunjukkan tempat yang dijanjikan oleh Allah bagi umat-Nya. Ini bukan hanya suatu tempat fisik, tetapi juga melibatkan hubungan yang mendalam antara Allah dan umat-Nya.

 

Poin utama adalah bahwa Kota Suci yang Baru bukanlah hasil dari upaya manusia, melainkan suatu realitas yang "turun dari langit." Ini menunjukkan asal-usul ilahi dan sifat surgawi dari realitas ini. Munculnya Yerusalem yang Baru merupakan tindakan Allah yang memberkati dan menghadirkan suatu keadaan yang baru.

 

Kata-kata "siap sedia sebagai pengantin yang berhias bagus untuk suaminya" menciptakan gambaran simbolis. Yerusalem yang Baru digambarkan seperti pengantin yang bersiap-siap untuk suaminya. Ini dapat diartikan sebagai persiapan atau kesiapan untuk pernikahan spiritual antara umat Allah dan Tuhan. Yerusalem yang Baru sering kali diinterpretasikan sebagai simbol komunitas rohaniah atau gereja. Ini mencerminkan hubungan yang intim antara umat Allah dan-Nya, di mana Yerusalem menjadi metafora bagi komunitas yang dipilih dan diberkati oleh Tuhan.

 

Ungkapan "pengantin yang berhias bagus" juga menekankan keindahan dan kesempurnaan dari Yerusalem yang Baru. Ini menggambarkan suatu keadaan yang bebas dari cela, suci, dan dipersiapkan untuk kehadiran Allah. Gaya bahasa pengantin dan pengantin laki-laki menggambarkan persiapan dan harapan akan suatu persekutuan yang mendalam antara Allah dan umat-Nya. Ini dapat diartikan sebagai waktu di mana umat Allah bersiap-siap untuk menyongsong perjumpaan yang ajaib dan indah dengan Tuhan.

 

Ketiga, dekatnya Allah dengan Manusia (ay. 3). Ayat 3 mencatat bahwa kemah Allah akan bersama-sama manusia. Ini menggambarkan dekatnya hubungan antara Allah dan umat-Nya di dalam langit dan bumi yang baru. Kebersamaan ini mencerminkan janji bahwa Allah akan menjadi Allah bagi umat-Nya, dan mereka akan menjadi umat-Nya.

 

Ayat ini memulai dengan menyebutkan bahwa suara yang nyaring berasal dari takhta. Takhta sering kali diasosiasikan dengan kedaulatan dan pemerintahan Allah. Oleh karena itu, suara ini menyiratkan pengumuman atau pernyataan yang sangat penting.

 

Ekspresi "kemah Allah bersama-sama manusia" menyampaikan ide tentang kehadiran Allah yang dekat dan bersama umat-Nya. "Kemah" merujuk pada tempat kediaman atau hadirat Allah. Keseluruhan frasa menunjukkan kehendak Allah untuk tinggal bersama umat-Nya. Ayat ini menyatakan bahwa Allah tidak hanya hadir bersama umat-Nya, tetapi juga akan diam bersama-sama mereka. Ini menciptakan gambaran keintiman dan hubungan yang mendalam antara Allah dan umat-Nya.

 

Ungkapan "mereka akan menjadi umat-Nya sendiri" menegaskan kembali hubungan khusus dan kontrak rohaniah antara Allah dan umat-Nya. Ini bukan hanya hubungan antara Pencipta dan ciptaan, tetapi hubungan yang lebih intim seperti hubungan antara Bapa dan anak-anak-Nya. Ayat ini mengakhiri dengan pernyataan kuat bahwa Allah sendiri akan bersama-sama dengan mereka. Ini adalah janji akan kehadiran-Nya yang dekat, membimbing, melindungi, dan menyertai umat-Nya sepanjang waktu.

 

Keempat, akan terjadi pemulihan dan penghiburan (ay. 4). Teks ini menjanjikan penghapusan setiap air mata, tidak ada lagi maut, dan tidak ada lagi perkabungan, ratap tangis, atau nyeri. Ini menggambarkan pemulihan total dan penghiburan bagi umat-Nya. Semua penderitaan dan kesedihan akan dihapuskan.

 

Ungkapan "Ia akan menghapus setiap air mata dari mata mereka" menciptakan gambaran tentang penghiburan dan penyembuhan. Ini menyiratkan bahwa Allah akan mengakhiri segala sumber kesedihan, penderitaan, dan air mata yang dialami oleh umat-Nya. Pernyataan "maut tidak akan ada lagi" menekankan janji kehidupan kekal dan pembebasan dari kengerian maut. Ini menciptakan gambaran tentang kehidupan yang tidak akan terpengaruh oleh kematian, penyakit, atau penderitaan. Ungkapan ini menggambarkan kondisi keadaan yang sangat positif dan penuh kebahagiaan. Tidak akan ada lagi perasaan kehilangan, kesedihan mendalam, atau nyeri, karena semuanya akan digantikan oleh keadaan yang penuh sukacita dan damai.

 

Ungkapan "sebab yang lama telah berlalu" menyoroti perubahan mendalam dari keadaan yang lama yang dipenuhi dengan penderitaan dan kesedihan menuju suatu realitas yang baru yang bebas dari semua itu. Pemahaman dari ayat ini menciptakan gambaran tentang janji pemulihan total dan kebahagiaan abadi bagi umat Allah. Ini merupakan bagian dari visi surga yang dinyatakan dalam Kitab Wahyu, di mana Allah merestorasi segala sesuatu ke dalam keadaan-Nya yang sempurna dan bebas dari dosa dan penderitaan. Ayat ini menawarkan pengharapan dan kekuatan bagi umat-Nya, mengingatkan mereka bahwa Allah memiliki kekuasaan untuk mengubah segala sesuatu dan membawa mereka ke dalam keadaan yang baru dan lebih baik.

 

Langit dan bumi yang baru, sebagaimana digambarkan dalam Kitab Wahyu, adalah suatu realitas baru yang bebas dari dosa, penderitaan, dan kematian. Ini adalah janji penghidupan kekal bagi mereka yang percaya dan setia kepada Allah. Interpretasi lebih lanjut dapat bergantung pada kerangka teologis dan keyakinan keagamaan masing-masing.

 

RENUNGAN

 

Apa yang hendak kita renungkan dalam Minggu Akhir Tahun Gerejawi ini? Tema "Menyongsong Langit dan Bumi yang Baru" memberikan banyak pelajaran dan refleksi yang relevan untuk Minggu Akhir Tahun Gerejawi dan Peringatan akan orang-orang yang meninggal dunia. Berikut adalah beberapa aspek yang dapat direfleksikan:

 

Pertama, harapan dan pengharapan. Pesan mengenai langit dan bumi yang baru membawa harapan akan masa depan yang cerah dan pengharapan akan janji Allah. Di akhir tahun gerejawi, dapat kita refleksikan bagaimana kita memandang masa depan dengan harapan dan keyakinan pada kehadiran Allah yang mendatang.

 

Kedua, transformasi dan pertobatan. Gambaran tentang langit dan bumi yang baru mencerminkan transformasi total. Ini dapat menginspirasi pertobatan dan keinginan untuk hidup lebih sesuai dengan kehendak Allah di tahun mendatang.

 

Ketiga, kepedulian terhadap sesama. Pemahaman bahwa langit dan bumi yang baru melibatkan keadaan yang bebas dari penderitaan dan kesedihan mengajarkan kita untuk lebih peduli terhadap sesama. Minggu Akhir Tahun dapat menjadi waktu untuk merenungkan bagaimana kita dapat lebih banyak memberikan kasih dan kepedulian kepada orang-orang di sekitar kita.

 

Keempat, mengenang orang-orang yang meninggal dan hari kematian kita. Peringatan akan orang-orang yang meninggal dunia dapat dihubungkan dengan janji akan kehidupan kekal. Melalui refleksi ini, kita dapat mengenang dan mendoakan mereka dengan harapan bahwa mereka juga dapat mengalami kebahagiaan dan damai di hadapan Tuhan. Sekaligus mempersiapkan diri untuk menyambut hari kematian kita sendiri. Momento Mori (Ingatlah Hari Kematianmu). Kita harus sadar bahwa kita Mesti Mati. Karenanya bersiaplah setiap saat agar tat kala TUHAN datang kita didapati-Nya setia.

 

Kelima, kebersamaan dengan Allah. Ayat yang menunjukkan bahwa Allah akan bersama-sama dengan umat-Nya memberikan dorongan untuk memperdalam hubungan pribadi dengan-Nya. Ini bisa menjadi saat untuk merenungkan bagaimana kita dapat lebih dekat dengan Allah di tahun yang akan datang. Karena itu, dengan merenungkan tema ini dalam konteks Minggu Akhir Tahun Gerejawi dan Peringatan akan orang-orang yang meninggal dunia, umat dapat memperdalam spiritualitas, membangun harapan, dan mempersiapkan diri untuk masa depan yang dijanjikan oleh Allah. (rsnh)

 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN!

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...