Senin, 23 Desember 2019

KOTBAH MALAM NATAL Selasa, 24 Desember 2019 “PENGGENAPAN JANJI ALLAH”

Selasa, 24 Desember 2019

PENGGENAPAN JANJI ALLAH
Kotbah: Matius 1:18-23  Bacaan: 1Timotius 3:14-16




Malam ini kita merayakan Malam Natal tat kala Yesus lahir di kandang domba di Betlehem. Ada banyak kenangan dan inspirasi atas peristiwa ini bagi kita sekarang. Peringatan ini tidak berlalu begitu saja tetapi harus membawa makna bagi kita sekarang. Dalam Malam Natal ini akan membahas tema “Penggenapan Janji Allah”. Artinya, kelahiran Yesus merupakah penggenapan janji Allah bagi dunia dan kita semua. Peristiwa Natal ini sudah lama dinubuatkan para nabi dalam Perjanjian Lama, lalu nubuatan itu digenapi dalam peristiwa kelahiran Yesus.

Kehamilan Maria adalah kehendak Allah untuk menggenapi nubuat keselamatan yang dikatakan nabi Yesaya 7:14  “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel”. Maria menjadi anak dara istimewa sebab dipilih untuk terlibat dalam karya keselamatan Allah yang merangkum seluruh sejarah manusia. Malaikat Tuhan ditugaskan untuk menyampaikan pesan sorgawi kepada Maria dan juga sekaligus tunangannya Yusuf.

Maria secara pribadi sudah diberitahu bahwa dia beroleh kasih karunia Allah untuk mengandung bayi Yesus dengan pertolongan Roh Kudus seperti dicatat Lukas 1:30-33  “Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,   dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan."

Maria merespon pesan sorgawi dengan taat dan dalam kerendahan hati berkata: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia” (Luk. 1:38) Maria mengambil respon yang benar atas firman yang diterimanya.

Tidak hanya Maria yang mengambil sikap iman yang benar, Yusuf tunangan Maria melakukan yang sama. Sebagai seorang pemuda yang bertunangan, Yusuf adalah pemuda yang memiliki karakter terpuji. Yusuf tahu hukum-hukum Tuhan sehingga dia tidak merusak pertunangannya dengan Maria dengan kesenangan daging. Yusuf menjaga saat pertunangan sebagai kesempatan mempersiapkan diri memasuki perkawinan yang kudus sebagaimana yang dikehendaki Allah.
Kehamilan Maria akhirnya diketahui Yusuf. Peristiwa mengejutkan dan sama sekali tidak masuk dalam rencana hidupnya. Secara logika manusia,  Yusuf bermaksud mengakhiri pertunangannya dengan Maria. Yusuf tidak punya jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan masalahnya dengan Maria. Meskipun hatinya sangat mengasihi Maria, namun perceraian dengan cara diam-diam menjadi solusi terbaik untuk tidak mempermalukan nama Maria.

Pertanyaan kita sekarang adalah bagaimanakah sikap Yusuf dalam rangka memenuhi penggenapan Allah dalam hidupnya?

Pertama,  Yusuf menerima dengan tulus hati  dan tidak mencemarkan nama Maria (ay. 19). Padahal sakit hati karena merasa dikhianati oleh pacar adalah sesuatu yang sangat sering menyebabkan orang lalu merusak nama baik pacar yang tadinya ia cintai, apalagi kalau ia sudah mengambil keputusan untuk memutuskan hubungan dengan pacarnya itu. Tetapi Yusuf, sekalipun merasa dikhianati dan sudah mengambil keputusan untuk menceraikan Maria, tidak mau mencemarkan nama Maria. Karena itulah maka ia bermaksud menceraikan Maria dengan diam-diam.

Di satu sisi, Yusuf tidak menginginkan Maria bernasib malang karena ia pasti dirajam oleh masyarakat Yahudi. Di sisi lain, ia tidak dapat menerima kenyataan itu dan berupaya meninggalkan Maria dengan cara menceraikannya. Ia tidak ingin mempermalukan martabat tunangannya di depan publik. Mungkin Yusuf berpikir bahwa dengan cara seperti itu barangkali Maria dapat menikah dengan lelaki yang telah membuatnya hamil. Tampaknya, cara ini bagus sebagai win win solution. Inilah jalan iman yang dihayati dengan ikhlas dan rela oleh Yusuf.

Menariknya, Yusuf secara spontan membatalkan niatnya menceraikan Maria setelah mengetahui duduk perkaranya. Di sini terlihat respons iman Yusuf memiliki kemiripan dengan iman Abraham (Kej. 12:4). Tanpa negosiasi dan secara spontan, ia menerima Maria dengan hati yang teguh (ay. 24). Yusuf menerima penugasan Tuhan sebagai sebuah kehormatan yang mesti dijalaninya dengan bertanggung jawab (noblesse oblige). Apakah kita sering merusak nama baik seseorang melalui penyebaran gossip atau fitnah? Atau apakah kita menerima dengan tulus setiap peristiwa yang menerpa kita?

Kedua, Yusuf tidak gegabah (ay. 20). Ini terlihat dari ayat 20 di mana Yusuf “mempertimbangkan” maksudnya untuk menceraikan Maria. Apakah kita sering melakukan hal-hal ter­tentu dengan gegabah dan tidak berpikir panjang? Mungkin dalam hal melampiaskan emosi atau kemarahan kita, atau dalam hal membeli barang, atau dalam hal menerima/menolak suatu ajaran. Kalau ya, perhatikanlah Amsal 19:2b yang berbunyi: “orang yang terge­sa-gesa akan salah langkah”.

Ketiga, Yusuf taat pada Firman TUHAN (ay. 20-24). Yusuf percaya pada Firman Tuhan, yang disampaikan malaikat Tuhan kepadanya melalui mimpi (ay. 20-24).  Kata-kata malaikat itu sebetulnya amat tidak masuk akal. Coba renungkan: andaikata kita menjadi Yusuf, di mana tunangan kita tahu-tahu menjadi hamil, apakah kita bisa mempercayai kata-kata malaikat yang menyatakan bahwa kehamilan itu dari Roh Kudus (ay. 20b)? Hebatnya, Yusuf percaya pada Firman Tuhan yang disampaikan oleh malaikat itu.

Tuhan sering memberi Firman yang sukar diterima oleh akal. Misalnya:
Ø  bahwa Ia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi anak-anak-Nya (Rm. 8:28). Kadang-kadang tidak terlalu sukar mempercayai hal ini, tetapi kadang-kadang problem yang kita alami begitu banyak, berat dan membingungkan, dan bahkan kelihatannya berakibat negatif terhadap diri kita dan kerohanian kita. Pada saat seperti itu Ro 8:28 kelihatannya amat tidak masuk akal. Maukah saudara tetap mempercayainya?
Ø  bahwa Ia selalu mau mengampuni dosa kita yang percaya kepada Yesus sebagai Juruselamat kita (1Yoh. 1:9). Kadang-kadang tidak sukar bagi kita untuk percaya pada hal ini. Tetapi pada saat-saat tertentu, misalnya pada waktu kita melakukan dosa yang sangat hebat / terkutuk, atau pada saat kita melakukan dosa yang sama berulang-ulang hingga ribuan kali (karena itu merupakan kelemahan kita), maka sukar bagi kita untuk percaya bahwa Allah tetap mau mengampuni dosa itu. Pada saat seperti itu maukah saudara percaya pada Firman yang ‘tak masuk akal’ itu?

Pada malam Natal ini kita harus memahami dengan jelas kelahiran Yesus yang dilahirkan oleh Maria. Maria mengandung dari Roh Kudus (ay. 18, 21,25) tetapi bayi dalam kandungannya itu bukan hasil hubungan seks dengan Yusuf.

Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam hal ini:

Pertama, Yesus memang adalah anak Maria, tetapi Ia bukanlah anak Yusuf. Kalau Ia adalah anak Yusuf dan Maria, maka:
Ø  Yesus bukanlah Allah dan manusia, tetapi manusia biasa.
Ø  Pastilah Ia lahir sebagai orang yang berdosa, dan kalau Ia berdosa maka Ia tidak bisa menebus dosa kita.

Karena itu, doktrin kristen tentang “Virgin Birth” (=kelahiran Kristus dari seorang perawan) adalah doktrin dasar yang sangat penting dan harus dipertahankan. Tetapi sekarang banyak gereja/pendeta Liberal yang sudah meninggalkan doktrin ini, padahal dengan meninggalkan doktrin ini, mereka sudah meninggalkan kekristenan.

Kedua, Maria mengandung dari Roh Kudus bukan berarti bahwa Allah/Roh Kudus melakukan hubungan seks dengan Maria dan menyebabkannya mengandung melalui hubungan seks itu. Dalam dongeng-dongeng kafir kita sering membaca tentang dewa yang berhubungan seks dengan manusia sehingga mempunyai anak. Tetapi kekristenan tidak mengajarkan hal seperti itu. “Maria mengandung dari Roh Kudus”, artinya Roh Kudus melakukan suatu mujijat sehingga perawan Maria itu mengandung tanpa hubungan seks dengan siapapun.

Ketiga,   bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus, ini belum menjamin bahwa Yesus bisa lahir suci (Yoh. 3:6;  Ayb. 25:4). Yesus bisa suci karena sejak saat pertama Ia ada dalam kandungan Maria, Roh Kudus sudah menguduskan-Nya/menyucikan-Nya dan Roh Kudus terus menjaga dan menguasai Dia sehingga Dia tidak bisa ber­buat dosa (Yes. 11:2;  Luk. 1:35;  Yoh. 1:14 ; Yoh. 3:34; Ibr. 9:14). Karena itu jelas bahwa Maria tidak harus suci supaya Kristus suci. Kesucian Kristus disebabkan oleh pekerjaan Roh Kudus, bukan oleh kesucian Maria! Karena itu, marilah kita meyakini bahwa nubuatan Allah telah digenapi dalam peristiwa Malam Natal ribuan tahun yang lalu. (rsnh)

Selamat Malam Natal 24 Desember 2019 bagi kita semua!

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...