Sabtu, 25 Juli 2020

Kotbah Minggu 7 Setelah Trinitatis Minggu, 26 Juli 2020 "KASIH SEBAGAI PERINTAH BARU” (Yohanes 13:31-35)

Minggu, 26 Juli 2020

"KASIH SEBAGAI PERINTAH BARU”
Kotbah: Yohanes 13:31-35   Bacaan: Imamat 19:9-18



Minggu ini kita akan memasuki Minggu ketujuh setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Kasih sebagai Perintah Baru”. Kasih sebagai perintah baru menjadi hal yang menarik untuk didalami. Istilah “perintah baru” hanya dicatat oleh Yohanes. Ini adalah hal-hal khusus yang Yohanes tangkap dengan begitu indah, dengan inspirasi Roh Kudus. Injil sinoptik, Matius, Markus dan Lukas, tidak mencatat bagian ini.

“Perintah baru” ini memberikan impresi yang sangat dalam bagi Yohanes, sehingga perintah baru ini mewarnai seluruh 1 Yohanes dan 2 Yohanes. Kita mengetahui perintah baru untuk saling mengasihi menjadi pusat dari surat-surat ini. Mengapa kasih itu begitu penting, sebagai bukti yang paling puncak bahwa kita adalah murid Kristus yang sejati? Jawabannya terdapat pada pemakaian kata perintah baru di dalam Yohanes 13:34 “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi.”

Kalau kita membaca perjanjian lama sebenarnya perintah ini sudah ada. Misalnya saja dalam Imamat 19:18 mengatakan “Kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri…” Jadi ini adalah perintah lama, tetapi mengapa Yesus mengatakan sebagai perintah baru? Penjelasan Kristus selanjutnya, sama seperti Aku mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi. Sebentar lagi Tuhan Yesus akan menyatakan puncak kasih-Nya di atas kayu salib. Ini adalah sesuatu yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah sampai saat itu. “Baru” nya adalah mereka baru sekarang melihat dan mengerti apa artinya kasih itu.

Tuhan Yesus menjelaskan kembali perintah ini dalam Yohanes 15:12-13 “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Kristus menjelaskan perintah ini dan menegaskan bahwa sesaat lagi Dia akan memberikan nyawa-Nya kepada sahabat-sahabat-Nya. Ini adalah kasih yang terbesar yang akan Kristus berikan kepada murid-murid-Nya, karena itu kasihilah saudaramu seperti Aku sudah mengasihi seperti demikian. Inilah perintah baru, sesudah melihat dan mengerti, Aku menyatakan melihat kasih yang terbesar. Ini belum pernah terjadi sebelumnya, seperti Aku mengasihi kamu demikianlah kamu harus saling mengasihi.

Bagaimana kita bisa mengasihi seperti Kristus yang menyerahkan nyawa-Nya bagi sahabat-sahabat-Nya? Kita bukan hanya meniru atau meneladani kasih Kristus, tetapi kita bisa melakukannya, dan bisa secara natural di dalam hidup yang baru itu, kalau kita tinggal di dalam kasih-Nya itu.

Perintah baru ini menjadi sangat krusial karena kita mengerti ketika Kristus mati, semua orang yang percaya dipersatukan di dalam salib Kristus. Barang siapa di dalam Kristus, dia adalah ciptaan baru. Yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang. Manusia lama yang berdosa sudah berlalu, sudah mati, dan disalibkan bersama sama dengan Kristus. Sesungguhnya yang baru sudah datang, hidup yang di dalam Kristus, hidupku bukan aku lagi tetapi Kristus yang hidup di dalam aku, dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging adalah hidup oleh iman di dalam Anak Allah, yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.

Timbul pertanyaan kita, mengapa kita perlu hidup saling mengasihi?

Pertama, karena itu adalah perintah baru (ay. 34). Yesus memberi perintah baru kepada kita untuk saling mengasihi. Perintah selalu berasal dari otoritas yang tertingi, oleh sebab itu apa yang diperintahkan harus dilaksanakan. Perintah selalu mengandung ganjaran. Kalau perintah tidak dilaksanakan maka ada ganjarannya, demikian sebaliknya. Ayat 34, Yesus sendiri telah terlebih dahulu mengasihi kita. Ia telah menunjukan teladan bagi kita tentang arti mengasihi. Yesus mati bagi kita itulah bukti yang telah Yesus perlihatkan kepada kita bahwa Ia sangat mengasihi kita. Yesus mengasihi bukan kepada orang yang benar saja tetapi juga kepada orang yang berdosa (1 Yoh. 4:10)

Kedua, karena dengan saling mengasihi kita disebut murid-murid Yesus (ay. 35). Dunia akan melihat bahwa kita adalah murid-murid Kristus kalau kita hidup dalam kasih. Mengapa? (a) Jika Yesus hidup dalam kasih maka kita pun harus hidup dalam kasih. (b) Hidup dalam kasih membuat kita berbeda dengan orang lain. (c) Hidup dalam kasih bukan saja membuat kita berbeda dengan orang lain, tetapi membuat kita diterima oleh semua orang, sehingga nama Yesus dimuliakan.

Ketiga, karena dengan saling mengasihi kita menutup banyak sekali dosa (1 Ptr. 4:8). Dengan kasih kita dapat meredam dosa. Dengan hidup saling mengasihi kita dapat membuat orang tidak berbuat dosa dan dapat mengampuni kesalahan orang lain. Kasih dapat menjadi penghambat dosa. Kasih mampu mengalahkan  dosa.

Renungan
Dari penjelasan di atas, apakah yang perlu kita renungkan dalam Minggu ketujuh setelah Trinitatis ini?

Pertama, kasih itu berasal dari Tuhan, dan bukan dari dunia (ay. 34a). Dalam ayat 34a dikatakan bahwa Tuhan memberikan perintah baru kepada murid-murid-Nya. Mengapa Tuhan mengatakan bahwa itu adalah perintah yang “baru”? Bukankah dunia juga mengenal kasih? Ya memang dunia mengenal kasih, tetapi kasih dunia berbeda dengan kasih surgawi. Kasih surgawi ditunjukkan melalui mengasihi orang lain tanpa syarat, sama seperti Allah yang sampai rela memberikan AnakNya yang tunggal untuk mati di kayu salib dan menebus dosa dunia, agar manusia dapat selamat (Yoh. 3:16).

Kedua, Tuhan Yesus telah memberikan teladan mengasihi (ay. 34b). Tuhan Yesus tidak pernah mengajarkan sesuatu tanpa tidak memberi teladan terlebih dahulu. Ketika Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk saling mengasihi, Yesus terlebih dulu menunjukkan teladan secara simbolis yaitu dengan cara membasuh kaki murid-muridNya (Yoh. 13:1-17). Tuhan Yesus juga pernah berkata bahwa Ia sangat mengasihi murid-murid-Nya, sehingga Ia rela memberikan nyawanya untuk murid-muridNya (Yoh. 15:13).

Ketiga, kasih adalah hal yang paling tidak mungkin tak terlihat oleh orang-orang yang belum percaya (ay. 35). Bayangkan jika Tuhan menyuruh kita untuk memakai kalung salib dari emas sebagai tanda bahwa kita adalah murid-murid-Nya. Bagaimana bisa orang yang belum percaya melihat kalung salib dari emas tersebut di balik pakaian yang kita kenakan? Bagaimana juga bila kita tidak mampu membeli kalung salib dari emas tersebut? Tetapi karena kasih adalah sesuatu yang dapat dilakukan semua orang, dari anak kecil hingga orang yang sudah jompo sekalipun. Pada zaman Romawi, ketika terjadi penganiayaan terhadap jemaat Tuhan, cara paling mudah untuk menyatakan kasih adalah ketika mereka tidak membalas aniaya tersebut dengan aniaya, tetapi justru mendoakan orang yang menganiaya mereka. Itulah perwujudan kasih yang luar biasa oleh jemaat mula-mula, sehingga kekristenan menyebar begitu cepat di antara orang-orang yang belum mengenal Tuhan.

Tuhan tidak minta kita untuk membuat stiker, gantungan kunci, pin, atau apapun sebagai tanda bahwa kita adalah milik Tuhan. Memang sah-sah saja menempel stiker-stiker yang bernuansa Kristiani pada harta benda kita. Tetapi akan menjadi bumerang jika kita hanya menempel stiker tersebut tetapi kelakuan kita justru tidak mencerminkan kasih Kristus. Jika demikian, maka kehidupan rohani kita hanyalah kehidupan slogan saja, tanpa kasih di dalamnya. Rasul Paulus pun mengatakan bahwa jika dirinya melayani begitu hebat tetapi ia tidak memiliki kasih maka semuanya itu akan menjadi sia-sia (1 Kor. 13:1-2). Karena itu, sudahkah kita menjadikan kasih sebagai tanda bahwa kita adalah murid-murid Tuhan? (rsnh)


Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN!

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...