Sabtu, 27 Juni 2020

Kotbah Minggu Trinitatis 3 Minggu, 28 Juni 2020 "MEMBANGUN KELUARGA BAHAGIA"

Minggu, 28 Juni 2020

"MEMBANGUN KELUARGA BAHAGIA" 
Kotbah: Kolose 3:18-21  Bacaan: Ratapan 8:5-7



Minggu ini kita akan memasuki Minggu ketiga setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Membangun Keluarga Bahagia”. Membangun berarti kita menyatukan bahan-bahan bangunan seperti batu, bata, kayu, besi, dan lain sebagainya dengan semen. Berbagai bahan disatukan dengan suatu keahlian yang baik. Ada yang ahli membangun atap, dinding, plafon, teras, keramik, teras, dan lain sebagainya. Dengan keahlian yang baik maka akan lahirlah bangunan rumah yang indah dan nyaman.

Demikianlah halnya dengan membangun rumah tangga. Kita menyatukan hati, perasaan, keinginan, keakuan, pikiran, dan lain sebagainya melalui cinta kasih Kristus agar rumah tangga itu menjadi suatu bangunan keluarga yang bahagia. Keluarga yang bahagia akan melahirkan keluarga yang berkualitas baik dalam iman maupun jasmani. Keluarga yang bahagia akan menjadi berkat bagi banyak orang.

Timbul pertanyaan dalam hati kita mengapa kita perlu membangun keluarga bahagia? Ada beberapa alasan mengapa kita harus membangun keluarga bahagia, yakni:

Pertma, karena keluarga merupakan unsur penting dalam kehidupan orang percaya. Sama seperti dalam kehidupan bermasyarakat, keluarga merupakan unsur terkecil pembentuk komunitas orang percaya. Masihkah kita ingat apa mujizat pertama Tuhan Yesus? Ya, Tuhan Yesus melakukan mujizatNya pertama kali dalam acara perkawinan di Kana (Yoh, 2:1-11). Itu berarti Tuhan Yesus sangat peduli terhadap keluarga, sehingga Ia pun mengadakan mujizat agar acara perkawinan (simbol terbentuknya keluarga) tersebut tidak menjadi rusak hanya gara-gara mereka kehabisan anggur.

Kedua, karena keluarga digambarkan sebagai mempelai pria, dan jemaat-Nya digambarkan sebagai mempelai wanita (Ef. 5:31-32).  Bahkan, di surga nanti pun akan diadakan “perjamuan kawin Anak Domba” (Why. 19:9), yang merupakan saat dimana Tuhan nanti akan bertemu dengan jemaat-Nya. Itulah mengapa Tuhan sangat peduli terhadap keluarga, dan tak terhitung banyaknya ayat lain yang membahas tentang prinsip-prinsip keluarga Kristen, bahkan hal-hal praktis yang langsung dapat diaplikasikan pada keluarga Kristen.

Oleh karena itu, sudah selayaknya kita yang hidup di dunia ini menyadari pentingnya menjaga keluarga kita masing-masing, mengisinya dengan kasih setiap hari, agar keluarga kita boleh menjadi keluarga yang bahagia dan diberkati dan memuliakan nama Tuhan. Ingatlah, bahwa walaupun kita sendiri belum menikah, kita pun masih menjadi anggota keluarga yaitu sebagai anak. 

Seorang bijak Confucius, berkata “Kekuatan suatu bangsa berasal dari integritas keluarga”. Artinya kalau keluarga kuat maka gereja dan negara kuat dan bahagia. Karena itu penting kita menjadi keluarga yang bahagia dan kuat dan memiliki relasi indah dengan Tuhan dan sesama anggota keluarga.

Hal ini dapat kita pelajari dari teks kotbah hari ini. Paulu dalam Kolose Pasal 3:18-21 ini memberikan beberapa tips membangun keluarga bahagia, yakni:  

Pertama, seorang isteri harus memiliki sikap yang baik kepada suaminya (ay. 18). Istilah tunduk dan hormat mungkin merupakan istilah yang menjengkelkan bagi istri yang dominan terhadap suami, terlebih bagi istri yang memiliki alasan rasional untuk dominan dalam keluarga. sekarang khan lagi tren istri jadi kepala. Namun agar keluarga menjadi bahagia, prinsip-prinsip keluarga dalam Alkitab perlu ditaati. Allah telah mengajarkan bagaimana istri berlaku kepada suami, yaitu tunduk dan hormat (bnd. Ef. 5:22-33). Ayat ini tidak berarti bahwa suaminya adalah "tuan besar". Jikalau, ayat ini ditafsirkan terpisah dari ayat-ayat sebelum dan berikutnya, akibatnya fatal, seolah-olah Paulus mengajarkan bahwa istri statusnya lebih rendah dari suami. 

Namun, Paulus berbicara relasi cinta kasih suami terhadap istri harus didasarkan kepada salib Kristus sebagai patokan untuk bertindak. Keluarga Kristen harus menunjukkan relasi suami-istri yang saling menghargai sebagai mitra yang setara!. 

Suami adalah kepala dari isterinya, oleh karena itu patutlah seorang isteri tunduk dan taat pada suaminya. Seorang isteri digambarkan seperti jemaat bagi Kristus. Jemaat tidak pernah bisa mengajar dan menasihati Kristus. Jemaat yang baik senantiasa taat dan tunduk kepada Kristus, dan tidak usah jemaat takut untuk disesatkan oleh Kristus.  Akan tetapi para suami bukanlah Kristus, lalu bagaimana sikap seorang isteri terhadap suami yang menyimpang? Rasul Petrus berkata : “Jika ada di antara para suami yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka”. 

Artinya, tetundukan yang seperti apakah yang diinginkan oleh nas ini dari para istri kepada para suami? Apakah Paulus menghendaki istri 100% taat kepada suami, sepenuhnya patuh dan tanpa banyak bicara? Ada suami yang menggunakan ayat ini sebagai lampu hijau untuk bertindak semaunya bahkan sewenang-wenang terhadap istrinya. Istri ditekan dan diajar bila tidak tunduk. Sebenarnya apakah ini maksud Paulus? Tentu bukan demikian. 

Ketundukan dalam konteks ini tentulah dalam hal-hal yang benar. Ketundukan umat kepada Tuhan dalam segala sesuatu tentulah dalam hal-hal yang benar, sebab tidak mungkin Tuhan memberi perintah yang tidak baik atau tidak benar bagi manusia. Esensi Tuhan adalah kebenaran, kebaikan, kekudusan, dan kasih. Maka demikianlah juga ruang lingkup ketundukan seorang istri kepada suaminya, yaitu dalam esensi kebenaran, kebaikan, kekudusan, kesetiaan, ketaatan dan kasih. 

Kedua, seorang suami harus menjaga sikap yang baik terhadap isterinya (ay. 19). Alkitab mengatakan, suami kasihi isterimu seperti engkau mengasihi diri sendiri berarti firman Tuhan mengingatkan kita ada hal-hal tertentu dari diri laki-laki yang mungkin sedikit lebih egois dan memanjakan diri sendiri. Harus kita akui sebagai para suami, suami jarang memikirkan isteri dan anaknya. 

Suami sering beli makanan hanya untuk diri sendiri, tidak seperti isteri selalu beli untuk suami dan anak. Ini menunjukkan natur pria umumnya memang seperti itu. Pihak lain suami sebagai kepala banyak yang memperlakukan istri dengan kasar, maka Paulus pun menasehati para suami agar mengasihi istrinya dan tidak sewenang-wenang atau bersikap kasar terhadapnya. 

Di dalam surat Efesus 5: 25-32, Paulus mengatakan: “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.”

Kristus tidak berlaku kasar terhadap jemaat-Nya apalagi sampai meninju atau menempeleng jemaat-Nya, tidak pernah dituliskan itu di Alkitab karena memang Dia tidak akan melakukan yang seperti itu. Apa yang Kristus lakukan terhadap murid-murid-Nya, itulah yang seharusnya dilakukan oleh seorang suami terhadap isterinya. Kerelaan Kristus berkorban bagi jemaat merupakan dasar yang kuat untuk para suami rela berkorban bagi isterinya. Suami rela bekerja keras untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Dia bertanggung jawab untuk menyediakan seluruh kebutuhan keluarganya. Seorang suami sepatutnya melindungi isterinya dan memelihara, merawat serta mengasuhnya. 

Seorang suami harus mengikuti teladan Kristus dengan mengasihi istri seperti Kristus mengasihi jemaat-Nya. Seorang suami harus terus mengasihi istrinya apapun kondisinya sesuai dengan teladan Kristus yang mengasihi jemaat-Nya. Seorang suami akan gagal untuk mengasihi isterinya jika dia tidak mengandalkan Tuhan di dalam hubungannya dengan isterinya. Hanya Kristus melalui Roh Kudus yang dapat mengajar para suami untuk mengasihi isteri mereka seperti Kristus mengasihi jemaat.  

Ketiga, seorang anak di rumah tangga harus memiliki sikap yang taat (ay. 20).  Anak-anak harus menaati orang tua mereka dalam segala hal. Kata “segala hal” menggambarkan ketaatan total seorang anak kepada orang tua mereka. Ketaatan total, kecuali berbuat dosa. Seorang anak sepatutnya menghormati orang tua mereka, perintah ini PENTING. Menghormati orang tua mengakibatkan kita beroleh panjang umur dan bahagia ditanah yang Tuhan berikan kepada orang-orang yang menghormati orang tuanya. Salomo mengatakan anak-anak yang tidak mengindahkan kata-kata orang tuanya akan mengalami hari-hari malang di dalam kehidupannya kelak. Anak-anak yang tidak mendengarkan pengajaran dan nasihat orang tua mereka atau didikan ayah maupun ibunya akan mengalami kerugian dan kesusahan pada masa tuanya atau juga akan mengalami kekurangan dan kemiskinan.  Para orang tua diingatkan bahwa relasinya harus bersifat mendidik serta tidak menimbulkan amarah di hati anak-anaknya. Dan anak-anak harus taat kepada orang tua, dalam ‘koridor’ kehendak Tuhan.

Sebagai anak --- harus memiliki rasa taat dan hormat terhadap orang tuanya. Sejak dini, maka  anak-anak perlu belajar banyak hal di keluarga dan di Sekolah Minggu sehingga mereka bertumbuh dengan hidup takut akan Tuhan, disiplin, serta belajar dan bekerja dengan baik. Firman Tuhan Jelas dan tegas mengenai ba­gai­ma­na se­ha­rusnya re­la­si orang tua dengan anak: “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di da­­lam Tuhan,” atau lebih tepatnya: “Tun­duklah kepada orang tua­mu di dalam Tuhan.” Dan di­lan­jutkan dengan: “Karena haruslah de­mi­ki­an.”  Jadi dengan kata lain, Tuhan me­­mang menciptakan hu­bung­an orang tua anak begitu rupa sehingga sudah sewajarnya se­orang anak akan tunduk di da­lam Tuhan. Maka, jangan sampai anak-anak berlaku kurang ajar terhadap orang tua, mem­be­ron­tak, kasar dan ti­dak ta­hu so­pan santun terhadap orang tua (seperti yang dikatakan da­lam 2 Tim. 3). 

Keluarga yang berbahagia di hadapan Tuhan dan manusia, adalah pernikahan yang di dalamnya terdapat relasi yang saling mengasihi, saling mengampuni, saling menghormati, antara suami dan istri. Suami istri yang mencintai Tuhan, memegang teguh akan firmanNya, dan memberi keteladanan yang benar di hadapan anak-anaknya. 

Terlebih, dalam konteks budaya dimana istri biasanya ditempatkan lebih rendah dari suami, anak dianggap sebagai harta milik keluarga, maka prinsip-prinsip Firman Tuhan ini perlu kita tegakkan. Mari kita mulai melakukan prinsip firman Tuhan ini dari keluarga kita. 

Perenungan

Untuk menjaga agar aturan-aturan Firman Tuhan ini dapat dilaksanakan, maka tidak ada yang lebih baik, kecuali setiap keluarga memiliki mezbah ditengah keluarga mereka. Mezbah yang menyebabkan Tuhan hadir di dalam keluarga itu  Kehadiran Allah yang akan menyebabkan timbulnya kebahagiaan. 

Oleh karena itu adalah sangat penting untuk setiap kita mendorong agar di tiap-tiap rumah kita ada mezbah keluarga, artinya ada korban yang sedang di persembahkan. Persembahan berupa pujian, nyanyian maupun ketaatan kepada firman atau perintah Tuhan menyebabkan kehadiran Allah yang Maha Kudus. 

Kita harus menyadari bahwa keluarga yang terbentuk dalam hidup kita bukanlah keluarga yang kebetulan, pasti ada rancangan Yesus di dalamnya. Jangan jadikan keluarga kita sebagai “rumah sakit” di mana hanya tempat menyimpan sakit lebih spesifik lagi yaitu sakit hati, serta usahakan jangan jadikan keluarga kita sebagai “hotel” dimana hanya tempat singgah dan melepas lelah setelah perjalanan jauh, atau jangan jadikan keluarga sebagai “cafe” dimana hanya untuk bersantai-santai, atau jangan jadikan pula keluarga hanya sebagai “diskotik” dimana hanya untuk mencari kesenangan,, tetapi usahakan keluarga kita menjadi sebuah “gereja” dimana kita bisa melayani Tuhan, bersekutu, bersukacita, dan terlebih menyenangkan Tuhan dengan pujian atau ucapan syukur kita.

Jikalau dalam kehidupan rumah tangga, setiap keluarga Kristen senantiasa bercermin pada Tuhan Yesus, dan menjadikan kasih Kristus itu sebagai dasar kehidupan rumah tangganya. Maka Rumah tangga Kristen akan menjadi keluarga yang serasi dan harmonis.

Bangunlah keluarga di dalam RELASI yang benar! –kata “Tunduklah, kasihilah dan Taatilah” (ay. 18 -20). Relasi sesama anggota keluarga sangat menentukan kekuatan dan sehatnya sebuah keluarga. Jika relasi antar anggota keluarga berjalan normal, maka ketundukan, mengasihi dan ketaatan, bukan menjadi suatu beban yang berat untuk dilakukan, tetapi dipandang sebagai sesuatu panggilan yang indah di dalam Tuhan (ay. 20 b). Di dalam Relasi yang baik, semua masalah dalam rumah tangga pasti dapat diselesaikan. Di dalam relasi yang sehat ada, semangat dan kerinduan untuk bersekutu, saling mendoakan, saling membangun, saling menghargai, saling mendahulukan & saling mengasihi. Karena itu bangunlah keluarga yang bahagia yang memuliakan TUHAN dan membawa berkat bagi sesama. (rsnh)


Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN!

Renungan hari ini: “KUASA DAN OTORITAS YANG HANYA DIMILIKI OLEH ALLAH” (Markus 2:7)

  Renungan hari ini:   “KUASA DAN OTORITAS YANG HANYA DIMILIKI OLEH ALLAH”   Markus 2:7 (TB2) "Mengapa orang ini berkata begitu? Ia men...