Minggu, 27 Mei 2018

Renungan hari ini: KUDUS, KUDUS, KUDUSLAH TUHAN

Renungan hari ini: 

KUDUS, KUDUS, KUDUSLAH TUHAN


Wahyu 4:8 (TB) Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang"  

Revelation 4:8 (NRSV) And the four living creatures, each of them with six wings, are full of eyes all around and inside. Day and night without ceasing they sing, "Holy, holy, holy, the Lord God the Almighty, who was and is and is to come” 

Dalam nas hari ini kita melihat ada penglihatan Yohanes yaitu empat mahkluk yang bersayap enam. Keempat mahluk ini ialah empat manusia yang telah diangkat naik ke sorga, yakni Henokh, Musa, Elia dan Yesus sendiri. Ini bukan suatu dogma tetapi suatu penafsiran. Siapakah mereka itu sebenarnya? Itu adalah rahasia Allah yang kita tidak dapat mengerti sampai sekarang (Ul. 29:29). Keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam.  Sayap berbicara tentang kuasa Roh Kudus yang dapat membawa kita terbang, apakah itu secara rohani (terbang di atas segala rmasalah kehidupan ini. Yes. 40:31) ataukah juga secara jasmani, misalnya: nabi Elia dan Filipus (Kis. 8:39). Keempat manusia itulah yang telah mengalami kuasa ini dan mereka dipindahkan dari bumi ini ke sorga. 

Keempat mahkluk ini tidak berhenti-hentinya berseru siang dan malam: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang."  Disini kita melihat salah satu tugas dari keempat mahluk ini yakni memimpin penyembahan di sorga dengan seruan yang tidak henti-hentinya siang dan malam. Jadi sorga adalah tempat penyembahan yang tiada hentinya. Sebab itu betapa penting kita belajar dan menyukai penyembahan sejak sekarang ini sebab kelak kita di sorga akan menyembah Allah untuk selama-lamanya. Dan tiga kali kata kudus yang dipakai di sini mewakili Allah Tritunggal yakni Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus!

Frasa “kudus, kudus, kudus” menggemakan pasal keenam Kitab Yesaya. Pada zaman Yesaya, Yehuda sedang menghadapi krisis yang serius. Raja Uzia baru saja wafat. Memperingati pentingnya peristiwa-peristiwa tersebut, perlu di ketahui bahwa dia telah memerintah atas Yehuda selama 52 tahun. Mayoritas rakyat Yehuda tidak mengenal penguasa lain. Yang membuat keadaan menjadi lebih buruk adalah, Uzia termasuk satu diantara raja-raja paling sukses yang pernah memerintah umat-umat Allah. Jadi bagi orang-orang, bisa dipastikan bahwa keadaan akan memburuk. Dengan perasaan takut, mereka menghadapi masa depan yang serba tidak pasti. 

Pada masa krisis ini Yesaya mendapat penglihatan tentang takhta Allah . Dia melihat makhluk-makhluk malaikat di sekeliling takhta menyanyi, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam” (Yes. 6:3). Yesaya adalah seorang imam, seorang yang relative kudus, di bilik mahakudus, di antara orang-orang paling kudus di bumi pada periode dalam sejarah di mana orang-orang sangat setia. Namun demikian, kecil hati dengan penglihatannya mengenai kekudusan Allah, dia berseru, “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni Tuhan semesta alam”. Di hadapan Allah, segala pencapaian dan kesuksesan pribadi tidak berarti apa-apa, terlihat layu. Yesaya mengenali kenajisannya, bukan karena dia membandingkan dirinya dengan orang lain, tetapi karena dia sudah berhadapan muka dengan Allah semesta alam. 

Di sini terletak satu prinsip kerohanian yang berkuasa. Sangat mudah menjadi bangga dengan kemajuan dan pencapaian kerohanian seseorang ketika membandingkan diri dengan kelemahan orang lain. Makin mudah kita merendahkan hasil usaha orang lain, maka semakin mudah kita menganggap penilaian kita lebih tinggi dari yang lain. Tetapi ini berarti bahwa pandangan kita tidak lagi menuju kepada Allah. Kita telah membangun dirikita dan kehilangan hubungan yang sejati dengan Tuhan. Sebaliknya, indikasi paling kuat menandakan seseorang dalam hubungan yang hidup dengan Allah, adalah memiliki roh kerendahan hati. Mereka yang telah melihat wajah Allah akan dengan susah hati menyadari kelemahan, dosa-dosa dan kekurangan mereka. Ketika kita benar-benar merendahkan diri, kita tidak akan memiliki pilihan yang lain, kecuali untuk naik ke atas, ke hadapan Allah. Tuhan, bantulah aku agar dapat melihat wajah-Mu hari ini. Segala pencapaian hidupku tidak akan menyelamatkan aku, tetapi kerendahan hati dan penyesalan atas dosa-dosaku, itulah yang harus aku miliki. Karena itu, kita harus setiap saat mengakui bahwa hanya TUHAN-lah yang kudus sehingga kita layak menyembah-Nya. (rsnh)

Selamat memulai karya dalam Minggu ini

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...