Sabtu, 16 November 2019

KOTBAH MINGGU XXII SETELAH TRINITATIS Minggu, 17 Nopember 2019 “PEDULI AKAN KEBUTUHAN ORANG LAIN”

Minggu, 17 Nopember 2019

PEDULI AKAN KEBUTUHAN ORANG LAIN”
Kotbah: Filipi 4:10-20  Bacaan: Ulangan 24:19-22



Minggu ini kita akan memasuki Minggu Keduapuluh dua Setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Peduli akan Kebutuhan Orang Lain”. Rasa peduli menjadi kata kuci dalam kotbah hari ini. Kepedulian kita sangat menolong keberlangsungan  hidup orang lain dan juga kita sendiri. Ketika kita menolong orang lain, sebenarnya pun kita sedang menolong dirikita sendiri. Membangun kepedulian menjadi bagian kehidupan kita yang harus kita asah terus-menerus.

Dalam perikop yang kita bahas Minggu ini, kita akan belajar beberapa hal yang berkaitan dengan membangung rasa peduli kita dengan orang lain. Pertanyaan kita adalah: apakah sikap yang harus kita lakukan agar rasa kepedulian dengan orang lain itu terbangun?

Pertama,  kita harus mau memberi. Tindakan memberi yang kita lakukan akan menimbulkan effek positif bagi:
1)   Penerima (dalam kontex ini adalah Paulus). Ini memang merupakan sesuatu yang logis, dan dalam konteks ini hal ini terlihat dari: (a) ayat 14 yang menunjukkan bahwa pemberian ini menyebabkan kesusahan Paulus “dibagi” dengan jemaat Filipi, sehingga menjadi lebih ringan bagi Paulus. (b) ayat 18 yang menunjukkan bahwa kalau tadi Paulus kekurangan, maka sekarang ia cukup, bahkan berkelimpahan karena pemberian itu. Hal ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa jika uang kit, kita berikan kepada orang yang membutuhkan, itu akan sangat berguna dan menolong mereka dalam penderitaan mereka. Karena itu maulah memberi!
2)   Pemberi (dalam kontex ini adalah jemaat Filipi). Kalau yang nomor 1) di atas jelas merupakan sesuatu yang logis, maka yang sekarang ini kelihatannya justru sangat tidak logis. Tetapi ini benar dan ini bisa terlihat dari:
      (a) Ayat 19: “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus”. Ini sebetulnya mencakup baik jasmani maupun rohani, tetapi mungkin sekali yang lebih ditekankan adalah jasmani. Dari 2Korintus 8:1-5, terlihat bahwa jemaat Filipi (Filipi terletak di Makedonia - bdk. Kis 16:12) memberi dari kemiskinan mereka! Tetapi ayat 19 ini menunjukkan bahwa Allah akan membalas mereka dari kekayaan-Nya! Ini jelas merupakan suatu effek yang positif bagi mereka sebagai pemberi! Jadi, dari ayat 19 ini terlihat bahwa orang yang mau memberi pasti akan mendapatkan berkat (bahkan secara jasmani), dari Tuhan. Bandingkan dengan ayat-ayat Kitab Suci ini: Amsal 11:25 19:17 21:13 22:9 28:27 Mat 5:7 2Kor 9:6-8, yang menunjukkan bahwa kalau saudara mau memberi kepada orang yang membutuhkan, Allah akan memberkati saudara sehingga saudara justru akan mendapatkan effek yang positif. Sebaliknya, kalau saudara tidak mau memberi kepada orang yang membutuhkan, saudara justru akan rugi!
      
      Tetapi tentang hal ini ada 2 hal yang perlu diperhatikan:
Ø  jangan semua ini menyebabkan saudara memberi dengan pamrih!
Ø  ayat 19 ini tidak bisa dijadikan dasar dari Teologi Kemakmuran, karena disini dikatakan bahwa Allah akan memenuhi “sega-la keperluanmu”, bukannya “segala keinginanmu” atau “segala permintaanmu”. Jadi, jelaslah bahwa Allah itu bukanlah Allah yang memanjakan anak-anakNya dengan memenuhi segala kemauan / permintaan mereka!

(b) Ayat 17. Dalam terjemahan bebasnya ayat 17 ini mengatakan, “Bukannya aku mencari pemberian, tetapi aku mencari apa yang bisa ditambahkan pada rekeningmu.” “Rekening” ini pasti menunjuk pada pahala di surga! Jadi, kalau ayat 19 menunjukkan adanya keuntungan di dunia, maka ayat 17 ini menunjukkan adanya keuntungan di surga bagi si pemberi! (bnd. Mat. 10:42; Mat. 25:34-40).

3)   Allah (ay. 18b). Dalam ayat 18b ini menunjukkan bahwa: (a) Pemberian yang diberikan kepada Paulus itu, oleh Allah dianggap seakan-akan diberikan kepada Dia (ay. 18b: “berkenan kepada Allah”). (b) Ayat 18b itu berbicara tentang “harum” dan “korban” (bnd. Kej. 8:21; Im. 1:9,13,17). Ini menunjukkan bahwa pemberian jemaat Filipi kepada Paulus itu oleh Allah dianggap sebagai suatu korban yang berkenan kepada-Nya! (bdk. Ibr 13:16). Itu artinya, bahwa saat kita memberi, maka pada saat yang sama Allah mendapatkan effek positif dari pemberian kita itu.

Kalau suatu pemberian menimbulkan effek positif, baik bagi penerima, pemberi, maupun Alah, maka sudah seharusnyalah kalau kita mau menjadi pemberi! Kita harus meniru jemaat Filipi yang berulang-ulang menjadi pemberi. Hal ini terlihat dari:

1)    Hanya jemaat Filipi yang memberikan bantuan kepada Paulus (ay. 15). Jika kita menerjemahkan secara bebas ayat 15 ini, maka terjemahannya adalah: “Lagi pula, seperti yang kamu orang-orang Filipi tahu, dalam penge-nalanmu yang mula-mula dengan Injil, pada waktu aku berangkat dari Makedonia, tidak ada gereja yang membagi dengan aku dalam hal memberi dan menerima, kecuali kamu saja”. Ayat ini menunjukkan bahwa pada waktu orang-orang Filipi ini baru mengenal Injil atau baru bertobat, mereka sudah memberi kepada Paulus! Bandingkan dengan banyak orang kristen, yang sudah puluhan tahun menjadi orang kristen, tetapi tidak pernah mau memberi!
2)    Jemaat Filipi memberi lebih banyak (ay. 16). Pada waktu Paulus ada di Tesalonika, jemaat Filipi memberi lagi sebanyak 1-2 kali bahkan beberapa kali.
3)    Jemaat Filipi membantu Paulus saat di penjara.  Sekarang, pada waktu Paulus ada di penjara Roma, jemaat Filipi lagi-lagi mengirimkan Epafroditus untuk memberikan pemberian kepada Paulus. Jemaat Filipi tekun dalam memberi, padahal mereka dikatakan sangat miskin (2Kor. 8:1-5).

Dari teks ini kita mau belajar, maukah kita meniru jemaat Filipi dalam memberi? Kalau selama ini kit hanya mau menerima, maka kita harus belajar dari kata-kata Yesus yang dikutip oleh Paulus: “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima” – (Terj. Bebas: adalah lebih diberkati memberi dari pada menerima). (Kis. 20:35b). Memberikan amal dan Pekabaran Injil adalah 2 hal yang sama-sama harus dilakukan oleh orang kristen! Ada orang kristen yang hanya mau memberitakan Injil, tetapi pada waktu melihat orang menderita dan membutuhkan pertolongan, mereka tak mau memberi apa-apa. Bagaimana Pemberitaan Injil yang tidak disertai kasih seperti ini bisa berhasil? Sebaliknya ada orang kristen dan gereja-gereja yang senangnya hanya melakukan tindakan sosial, seperti menyumbang panti asuh- an, korban bencana alam dsb, tetapi tidak pernah memberitakan Injil! Orang-orang yang ditolong itu hanya mendapatkan pertolongan secara jasmani dan mereka mungkin senang akan hal itu, tetapi pada waktu mereka mati, mereka tetap harus pergi ke neraka, karena mereka tidak percaya kepada Yesus!

Kedua, kita harus mau menerima: Paulus mau menerima pemberian dari jemaat Filipi, bahkan sampai beberapa kali (ay. 15,16,18). Ada 2 hal yang perlu diperhatikan:
a)   Paulus mau menerima. Kita juga harus mau menerima, karena berdasarkan Kisah 20:35b itu, menerima juga termasuk diberkati. Kalau kita terus menolak pemberian orang kepada kita, kita menyebabkan orang lain tidak bisa mengalami keadaan 'lebih diberkati' yang dikatakan dalam Kisah 20:35b itu. Menolak untuk menerima mungkin merupakan perwujudan dari kesombongan yang ada dalam diri kita! Ada juga orang yang kesombongannya diwujudkan dengan selalu membalas pemberian dengan pemberian yang sama atau yang lebih besar. Ini menyebabkan pemberian orang itu, yang tujuannya untuk menolong kita, menjadi tidak ada gunanya! Perhatikan bahwa Paulus beberapa kali menerima pemberian jemaat Filipi, dan Kitab Suci tidak pernah menyebutkan Paulus pernah mem-balas pemberian itu secara jasmani. Kalau memang saudara membutuhkan pertolongan ataupemberian, maukah kita dengan rendah hati menerima pemberian atau pertolongan?
b) Paulus tidak menerima seadanya pemberian dari seadanya orang: Jika kita perhatikan kehidupan Paulus maka kita akan melihat bahwa dalam hal menerima pemberian Paulus beberapa kali menolak; semisal: di Korintus ia menolak (1Kor 9:12,15,18 2Kor 11:7-9); di Tesalonika ia menolak (1Tes 2:9 2Tes 3:7-9); di Efesus ia menolak (Kis 20:33-34). Ini menunjukkan bahwa Paulus tidak tamak dalam menerima pemberian. Kalau dia melihat bahwa dengan menerima pemberian itu pelayanannya bisa dirugikan, ia bisa difitnah yang tidak-tidak dsb, maka ia menolak pemberian itu. Dalam menghadapi pemberian, kita tidak boleh sombong sehingga meno-lak semua pemberian atau selalu berusaha membalas pemberian, tetapi juga tidak boleh tamak sehingga menerima semua pemberian, termasuk yang bisa merugikan kita / pelayanan kita / gereja kita / seluruh kekris-tenan!

Paulus menyatakan penghargaannya atas pemberian jemaat Filipi itu (ay. 10,14,20). Kalau kita mendapatkan pemberian, maka harus kita sadari bahwa Allahlah yang menggerakkan orang itu untuk menolong. Karena itu kita tidak boleh lupa bersyukur kepada Tuhan / memuji Tuhan atas pemberian yang kita peroleh (bdk. ay 10,20). Tetapi kita juga tidak boleh mengabaikan orang yang dipakai oleh Allah untuk memberikan pemberian kepada kita itu. Kita juga harus berterima kasih kepada dia dan menghargainya (ay10,14). Ada orang yang kalau menerima suatu pemberian merasa begitu malu sehingga tidak bisa mengucapkan terima kasih. Ini adalah kesombongan yang sama sekali tidak sopan, dan harus saudara buang dari hidup saudara!

Apakah yang mau kita renungkan dari kotbah dalam Minggu ini?

Pertama, kita harus belajar untuk puas dalam kekurangan dan lapar. Paulus belajar untuk puas dalam kekurangan / lapar. Ini jelas menunjukkan bahwa Teologia Kemakmuran adalah ajaran yang tidak alkitabiah, karena kalau orang yang beriman dan taat pasti kaya, lalu apa gunanya Paulus belajar untuk puas dalam kekurangan / lapar? Hal ini tidak berarti kita boleh membiarkan orang yang kekurangan atau lapar, dengan tujuan untuk “melatih” dia supaya bisa puas dalam kekurangan atau lapar! Melatih adalah pekerjaan Tuhan, bukan pekerjaan kita! Puas tidak berarti bahwa kita tidak boleh berusaha memperbaiki keadaan yang jelek kalau hal itu memungkinkan!

Kedua, kita harus belajar puas walau dalam keadaan sakit. Paulus juga belajar untuk puas dalam keadaan sakit (2Kor. 12:7-10). Ada banyak keadaan dimana kita harus belajar untuk puas. Dalam hal apa saudara sering merasa tidak puas? Maukah kita belajar untuk puas dalam hal itu?

Ketiga, kita harus belajar puas dalam kelimpahan dan kenyang. Paulus belajar untuk puas dalam kelimpahan  atau kenyang. “Kelimpahan” tidak berarti bahwa Paulus pernah menjadi jutawan / milyarder. Kelimpahan di sini adalah sesuatu yang relatif, karena bagi orang rohani seperti Paulus, kalau ia mempunyai uang berlebihan sedikit saja, ia sudah merasa kelimpahan! Paulus perlu belajar untuk puas dalam keadaan kelimpahan / kenyang, menunjukkan bahwa kelimpahan bukanlah sesuatu yang lebih mudah untuk dijalani dari pada kekurangan! Kelimpahan memberikan banyak pencobaan seperti: som-bong, lupa Tuhan, dosa-dosa yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang kelebihan uang (seperti punya istri ke 2 dsb). Kiranya kita terus membangun rasa kepedulian kita bagi orang lain, agar kehidupan kita terus menjadi berkat bagi sesama. (rsnh)


Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...