Selasa, 16 Maret 2021

Renungan hari ini: “BAGI DIALAH KEMULIAAN SAMPAI SELAMA-LAMANYA” (Roma 11:36)

 Renungan hari ini:

 

“BAGI DIALAH KEMULIAAN SAMPAI SELAMA-LAMANYA”




 

Roma 11:36 (TB) "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!"

 

Romans 11:36 (NET) "For from him and through him and to him are all things. To him be glory forever!"

 

Salah satu slogan yang terus dipegang oleh para Reformator adalah “Soli deo Gloria” (segala sesuatu hanya bagi kemuliaan-Nya). Segala sesuatu ditujukan untuk kemuliaan Tuhan, itulah yang dinyatakan dalam Roma 11:36, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya”. Paulus menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. Itu artinya bahwa Tuhanlah sumber dan juga alasan segala sesuatu ada dalam kehidupan ini. Lalu akhirnya, segala sesuatu bagi Dia. Dia adalah tujuan akhirnya, karena segala sesuatu kembali kepada-Nya dan untuk memuliakan Dia selamanya. Hal ini sangat penting untuk kita mengerti, karena jika tidak maka hidup kita akan keluar dari kehendak Allah. Saat kita salah memahami, maka tujuan hidup kita bukanlah memuliakan Tuhan, namun memuliakan diri sendiri. Ingatlah bahwa manusia dirancang untuk hidup menggenapi tujuan Ilahi, yaitu memuliakan Dia. 

 

Apakah kemuliaan Allah itu? Kemuliaan Allah itu mencakup dua segi. Pertama, kemuliaan intrinsik, yaitu kemuliaan yang telah dimiliki Allah pada diri-Nya sendiri (Rm 11:36a). Hal ini dapat diibaratkan dengan terang yang dimiliki matahari. Baik diterima atau dihindari orang, diakui atau diabaikan orang, terang itu telah ada pada matahari. Terang matahari itu terus-menerus bersinar. Demikian pula kemuliaan Allah telah ada pada diri-Nya sejak kekekalan hingga selama-lamanya.  Kemuliaan Allah itu terus-menerus memancar, tanpa dipengaruhi oleh respon makhluk terhadap diri-Nya. 

 

Kedua, kemuliaan yang diberikan mahkluk kepada Allah. Setiap manusia hendaknya menyadari kemuliaan Allah, dan memuliakan-Nya. Alkitab mengatakan: ”Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya” (1 Taw. 16:29a), dan “bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Rm. 11:36b).

 

Mengapa harus memuliakan Allah? Pertama, karena keberadaan Allah yang mulia (Rm. 11:36). Dia adalah Allah yang mulia dan sudah selayaknya dimuliakan. Kedua, karena segala perbuatan-Nya: Dia yang menciptakan kita (Yes. 43:1); Dia telah menebus dan menyelamatkan kita (Yes. 43:2-3); dan Dia mengasihi, memelihara dan memberkati kita (Yes. 43:4-6). Ketiga, karena kita diciptakan untuk kemuliaan-Nya. Semua orang yang disebut dengan nama-Nya, diciptakan untuk kemuliaan-Nya (Yes. 43:7). Bahkan segala sesuatu diciptakan untuk kemuliaan Allah. Dalam Roma 11:36 dikatakan: “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”.

 

Saya diciptakan untuk kemuliaan Allah. Menurut Bapa Gereja Ignatius Loyola “Manusia diciptakan untuk memuji, menghormati serta mengabdi Allah Tuhan kita, dan dengan itu menyelamatkan jiwanya.“ Maka jalanilah hidup ini dengan tujuan, yaitu untuk kemuliaan-Nya. Kitab Suci mengatakan: ”Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1 Kor. 10:31).

 

Bagaimanakah seseorang itu bisa memuliakan Tuhan? Ada beberapa cara hidup kita untuk memuliakan Tuhan antara lain :

 

Pertama, hidup mulia dalam kekudusan. Hidup mulia di sini adalah hidup mulia dalam pemandangan Allah dan bukan dunia. Bagi dunia mulia adalah terhormat, kaya, sukses, prestasi dan populer. Namun seperti yang kita ketahui kita memuliakan Allah bukan dengan cara kita, melainkan dengan cara Allah, dan “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati”(1 Sam. 16:7). Hidup mulia untuk memuliakan Allah dikerjakan bukan dari luar diri kita, melainkan dari dalam diri kita, yaitu sikap hati kita.

 

Hidup mulia dengan mengerjakan kehendak Allah dengan “…kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.” (1Titus 1:5). Jadi bagaimana kita bisa memiliki hati nurani yang suci dan murni, yang dapat kita lakukan adalah mengakui dosa kita dan meminta ampun atasnya.

 

Kedua, mengucap syukur. Allah berkata “Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku….”(Mzm. 50:23). Pengucapan syukur adalah sebuah pujian kepada Allah dari sebuah kesadaran bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan Allah yang memegang kendali atas segalanya.

 

Paulus berkata “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah…” (1 Tes. 5:18). Kita mengucap syukur karena kita meyakini bahwa segala sesuatu “…oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan.” (Why. 4:11). Segala sesuatu itu ada dalam kontrol kekuasaan-Nya, sehingga sampai-sampai burung pipit-pun “…seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu” (Mat. 10:29). 

 

Ketiga, mengelola ciptaan Tuhan. Setiap individu yang ada di dunia ini mempunyai hak untuk menguasai namun tidak berarti kita bisa berbuat segala sesuatu sesuka hati kita, namun memiliki tugas untuk mengelola semua ciptaan yang lainnya. Ini mengartikan jika kita tidak memiliki tujuan untuk menguasai antar sesama manusia dan jika ini terjadi, maka kita sudah melanggar kodrat yang sudah Tuhan berikan. Karena itu, muliakanlah ALLAH di sepanjang hidup kita. (rsnh)

 

Selamat berkarya untuk TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...