KOTBAH MINGGU XVI SETELAH TRINITATIS
Minggu, 27 September 2020
“KEPEDULIAN TERHADAP DISABILITAS”
Kotbah: 2 Samuel 9:1-8 Bacaan: Lukas 14:12-14
Minggu ini kita memasuki Minggu Keenambelas setelah Trinitatis. Tema yang akan kita renungkan adalah “Kepedulian terhadap Disabilitas”. Menarik membahas tema dalam Minggu ini. Karena seorang raja menghargai seorang yang cacat atau dalam Bahasa sekarang orang yang disabilitas. Daud tidak memandang fisik Mefiboset, bahkan Daud mengijinkan dia makan bersamanya satu meja. Mengapa Daud bisa menghargai seorang disabilitas? Ada beberapa faktor yang membuat Daud menghargai Mefiboset, yakni:
Pertama, karena Daud mengingat janjinya. Daud pernah berjanji kepada Yonatan ayah Mefiboset bahwa ia akan membiarkan keturunan Saul hidup. Hal ini sesuatu yang berbeda dari tradisi raja di Israel. Kebiasaan raja-raja pada zaman dahulu, ketika seseorang mengambil alih kerajaan, mereka membasmi semua garis keturunan raja sebelumnya.
Bagian ini mengajarkan kepada kita hal yang sangat penting mengenai kesetiaan kepada apa yang telah dijanjikan. Hal ini dapat kita pelajari dari kesetiaan Daud terhadap perjanjiannya dengan Yonatan. Perjanjian yang diikat dengan Yonatan tetap dianggap penting oleh Daud walaupun Yonatan telah mati. Demikian juga hendaknya kita belajar setia dengan kata-kata kita sendiri.
Rene Descartes, seorang pemikir rasionalis Perancis abad ke-17, pernah mengatakan bahwa untuk mengetahui apa yang dipikirkan seseorang, lihatlah tingkah laku mereka, bukan perkataan mereka. Mengapa kalimat ini bisa keluar? Karena banyak orang yang menunjukkan kata-kata dan perbuatan yang bertolak belakang. Ada orang yang mengajar sesuatu tetapi melakukan yang lain. Ada orang yang memperkenalkan dirinya sebagai orang yang mempunyai sifat ini atau itu tetapi yang menunjukkan perbuatan yang sebaliknya. Ada yang berkoar-koar menunjukkan keberaniannya tetapi langsung lari ketika bahaya datang. Ada yang berjanji setia sampai mati tetapi segera menyangkal di depan seorang hamba perempuan (Mat. 26:69-70). Marilah kita belajar untuk mempunyai konsistensi antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Biarlah kita boleh menjadi orang yang mempunyai integritas.
Kedua, karena Daud ingin membuktikan kasihnya kepada Mefiboset. Dalam 2 Samuel 9:1b, Daud berkata, ” … aku akan menunjukkan kasihku kepadanya …” Seharusnya Mefiboset dibunuh oleh Daud, karena Mefiboset berpotensi melakukan kudeta dan mengklaim kursi raja. Namun, Daud menunjukkan kasihnya kepada Mefiboset karena perjanjian yang dia lakukan dengan Yonatan (2 Sam. 9:7).
Daud juga mempertahankan kebenaran-Nya dengan menjadikan Mefiboset salah satu anak angkatnya. Ini menandakan bahwa Daud bukan hanya taat kepada perjanjian yang telah dibuatnya, tetapi dia juga dengan setia berusaha memenuhi apa yang telah dia janjikan sebelumnya. Mengambil Mefiboset dan memberikannya belas kasihan bukanlah kewajiban dia sebagai raja pada waktu itu. Satu-satunya orang yang tahu tentang perjanjian ini, yaitu Yonatan, telah mati. Tetapi kesetiaan Daud dengan menghormati perjanjian yang telah dibuatnya membuat dirinya layak menjadi raja yang memimpin Israel. Daud menghormati perjanjiannya dengan Yonatan sebagai suatu perjanjian yang diikat di hadapan Allah (1Sam. 23:18).
Ketiga, karena Daud punya kasih. Karena kasihnya, Daud menyambut Mefiboset, si timpang, makan sehidangan dengannya. Bukan hanya itu, Mefiboset juga tinggal di istana yang sama dengan Daud, menikmati segala yang Daud miliki, bahkan Daud mengembalikan segala kepunyaan Saul kepada Mefiboset (2 Sam. 9:7).
Kita tidak perlu menjadi orang yang sempurna untuk menikmati kebaikan dan kemurahan Bapa. Karena kebenarannya, tidak ada satu pun manusia yang sempurna. Bapa tidak memberkati kita karena kita sempurna, Dia memberkati kita karena apa yang telah Yesus lakukan bagi kita di atas kayu salib. Karena itu, marilah menghargai orang yang berkebutuhan khusus, sebab mereka juga adalah ciptaan ALLAH yang berharkat dan bermartabat serta berharga di mata TUHAN. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN