Sabtu, 19 Februari 2022

KOTBAH MINGGU SEXAGESIMA Minggu, 20 Pebruari 2022 “MEMBALAS KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN” (Lukas 6:27-36)

 KOTBAH MINGGU SEXAGESIMA 

Minggu, 20 Pebruari 2022

 

“MEMBALAS KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN”

Kotbah: Lukas 6:27-36  Bacaan: Kejadian 45:3-16




 

Minggu ini kita memasuki Minggu Sexagesima. Minggu Sexagesima adalah enampuluh hari sebelum Paskah/Kebangkitan Yesus Kristus (60 ari dijolo ni ari Hangongot ni Tuhan Jesus Kristus). Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Membalas Kejahatan dengan Kebaikan”. Membalas kejahatan dengan kejahatan itu hal biasa. Membalas kejahatan dengan kebaikan itu di luar kebiasaan. Kita mau pilih mana. Menjadi manusia yang biasa dalam bertindak atau di luar kebiasaan dalam bertindak. Firman Tuhan berkata agar kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (Rm.12:17a). Mengapa demikian? Bukankah kita juga punya hak untuk membalas kejahatan dengan kejahatan? Memang benar, tetapi Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan, bahwa Ia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, karena jika Ia membalas kejahatan dengan kejahatan, maka Ia tidak akan mati di kayu salib, dan tidak akan ada penebusan dosa bagi manusia, tidak ada keselamatan di dalam nama-Nya. Tuhan ingin agar sedapat mungkin kita hidup dalam perdamaian dengan semua orang (Rm. 12:18), dan melakukan apa yang baik bagi semua orang (Rm. 12;17b). Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat. 5:9). Kita sendiri sering mengaku bahwa kita adalah anak-anak Allah, tetapi apakah kita sudah benar-benar membawa damai?

 

Untuk mampu membalas kejahatan dengan kebaikan, maka kita harus menjadi tipe manusia yang di atas rata-rata. Apa maksudnya ini? Di dunia ini ada tiga tipe manusia, yakni:

 

Tipe pertama adalah manusia yang dengan setia menghiasi dan mengisi hidupnya dengan sikap-sikap yang pasif.Mereka mengetahui bahwa ada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang di dalamnya kemuliaan Tuhan terpancar. Namun, mereka lebih memilih diam, atau pasif dan selalu menunda untuk melakukan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran itu. Mereka kerap menyaksikan atau melihat secara langsung akan kehadiran nilai-nilai kebaikan dan kebenaran hadir di dalam dunia ini, hanya saja tidak ada respons dari tiap-tiap mereka.

 

Tipe kedua adalah mereka yang melakukan berdasarkan apa yang sesuai dengan harapan dan kepentingan pribadi mereka. Mereka hanya akan berbuat baik dan melakukan kebenaran jika orang lain sanggup memberikan keuntungan yang lebih besar dari apa yang mereka telah lakukan. Jika tidak, maka mereka akan memilih diam dan membiarkan semuanya berjalan secara alami. Sifat alami yang dimaksud di sini adalah lebih menyangkut kepada keuntungan pribadi. Maksudnya adalah mereka hanya akan memberikan pertolongan jika yang ditolong memenuhi kapasitas atau kriteria untuk melakukan hal lebih dari yang mereka perbuat. Misalnya, mengharapkan imbalan saat memberikan pertolongan, atau memberi supaya juga diberi secara lebih.

 

Tipe ketiga adalah mereka yang selalu setia melakukan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dalam sepanjang hidupnya berdasarkan kasih karunia yang telah Tuhan titipkan ke dalam hidup mereka. Mereka melihat bahwa melakukan semuanya itu adalah sebagai ekspresi dan bukti imannya kepada Tuhan. Hidup di dalam dunia ini hanya akan berlangsung sesaat, sementara dan sekali saja. Semuanya itu adalah kesempatan untuk berkarya, melakukan apa yang pantas dan dapat dilakukan olehnya. Karena jika tidak dimanfaatkan dengan baik, maka waktu ini akan berlalu secara sia-sia, dan ia tidak akan pernah kembali saat semuanya telah berlalu. Inilah konsep yang mereka tanamkan dalam hidup mereka. Mereka memahami bahwa hidup ini tidaklah lebih dari anugerah-Nya semata. Tetapi serentak dengan itu, mereka merasakan bahwa anugerah itu bisa hilang dan pergi saat ia diabaikan atau diterlantarkan. Itulah sebabnya mereka sadar bahwa jika ada yang lebih baik, maka baik saja tidaklah cukup. Atau, jika ada musuh, maka mengasihi orang yang telah mengasihi kita saja tidaklah cukup.

 

Dari ketiga tipe manusia di atas hanya tipe yang ketigalah yang mampu memenuhi kriteria untuk membalas kejahatan dengan kebaikan. Tipe manusia seperti ini akan mampu melakukan beberapa hal, seperti:

 

Pertama tidak berkompromi terhadap kejahatan, dan tidak boleh kalah terhadap kejahatan. Jika orang dunia berprinsip bahwa kita harus mengalahkan kejahatan dengan kejahatan juga, maka kita harus bertindak sebaliknya, yaitu mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Dan hanya Tuhan saja yang mampu membuat kita melakukan hal tersebut. Adakah kita saat ini sedang menerima kejahatan dari orang lain? Serahkanlah segala sesuatunya kepada Tuhan, sementara kita tetap berbuat kebaikan. Pada saatnya nanti Tuhan pasti akan membalas kepada orang itu dan kepada kita, menurut apa yang kita lakukan. Karena itu, lakukanlah terus kebaikan tat kala ada orang yang terus menerus berbuat kejahatan kepada kita.

 

Kedua, harus mampu mengalahkan kejahatan dengan kebaikan dengan tidak diizinkan melakukan kejahatan sama sekali. Jika kita dibenci orang lain, maka kita tetap tidak boleh membalas perbuatan mereka. Lalu tat kala kita dibenci orang lain dan melihat keberhasilan mereka, lalu bagaimana kita mengalahkan perbuatan mereka yang melakukan kejahatan itu?

 

Ø  Kita dilarang keras untuk iri kepada orang jahat. Jika mereka yang kita sangka jahat itu menjadi kaya dan sukses, jangan iri (Ams. 24:19). Sesekali kita iri maka kita terjebak pada kejahatan.

Ø  Kita harus fokus terhadap urusan hati kita sendiri. Apa yang terjadi (celaka atau gembira) pada orang jahat seharusnya tidak langsung kita nilai sebagai musibah atau keberuntungan (Ams. 24:17).

Ø  Kita telah dijaminkan bahwa masa depan orang jahat tidak pernah lebih mulia walau mereka bergelimang harta (Ams. 24:16). Prinsip hidup ini akan menuntun kita untuk fokus kepada kebaikan, bukan mengurusi orang jahat. Nasihat seorang ayah kepada putri kesayangannya, “Jika ada orang menjahatimu, itu bukan urusanmu. Urusanmu adalah berbuat baik kepada semua orang.”

 

Perikope kotbah Minggu ini memberikan beberapa nasihat yang harus kita lakukan dalam rangka membalas kejahatan dengan kebaikan, yakni:

 

Pertama, kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu (ay. 27). Secara empiris, mengasihi musuh dan berbuat baik kepada orang-orang yang membenci kita, mudah diucapkan. Siapa saja, baik itu pendeta, hamba Tuhan, pelayan Firman Allah, mereka, atau kita. Setiap orang dapat dengan mudah mengatakannya, di mana saja, kepada siapa saja dan kapan saja. Namun demikian, dalam praktiknya, seseorang mengalami kesulitan untuk melakukannya. Bahkan, boleh jadi ia tidak dapat melakukannya karena berbagai alasan akar pahit, dendam, benci, iri hati, tinggi hati, sombong, congkak, angkuh, keras kepala, keras hati, emosi dan sebagainya.

 

Kedua, berdoalah bagi orang yang mencaci kamu (ay. 28). Dalam ayat 28 dikatakan agar kita meminta berkat bagi orang yang mengutuk kita lalu berdoalah untuk mereka, yaitu orang-orang yang mencaci maki kita. Secara tersirat, nas ini mendidik, mengajar dan mengingatkan kita, agar hendaknya kita berdoa dan berdoa bagi musuh-musuh kita. Supaya kita mendoakan mereka sadar dan berhenti berbuat dosa dan pelanggaran. Lalu kemudian mendengarkan Firman-Nya, bertobat dan datang bersujud menyembah Dia. 

Ketiga, barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain (ay. 29).  Sikap ini menunjukkan kerelaan mengalami penderitaan demi melawan kejahatan. Jika orang menampar pipi pipikita, maka hendaklah kita memberikan juga kepadanya pipi kita yang lain. Kemudian, jika seseorang mengambil jubah mereka, maka biarkan ia mengambil baju mereka pula.

 

Keempat, berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu (ay. 30). Di sini, melalui Firman-Nya ini, Tuhan Yesus mendidik, mengajar dan menasihati kita agar hendaknya kita memiliki hati yang legowo. Hati yang tulus dan ikhlas. Berikanlah dengan tulus dan ikhlas kepada setiap orang yang meminta kepada kita. Kemudian, janganlah kita meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaan kita atau harta milik kita.

 

Kelima, jika kita kehendaki supaya orang perbuat kepada kita, perbuatlah juga demikian kepada mereka (ay. 31).Didikan, ajaran dan nasihat dari Tuhan Yesus yang berikut ini juga tak mudah dilakukan. Tuhan Yesus mendidik, mengajar dan menasihati kita bahwa apabila kita menghendaki supaya orang berbuat baik kepada kita, maka berbuatlah yang baik, lebih baik dan sangat baik lebih dahulu kepada mereka. Alkitab juga mengatakan bahwa jikalau kita mengasihi orang yang mengasihi kita, lantas apakah kebaikan kita? Tuhan mengingatkan kita bahwa orang-orang berdosa pun mengasihi orang-orang yang mengasihi mereka. Jadi apa bedanya? Demikian dinyatakan oleh Firman-Nya dalam Kitab Injil Lukas 6:33, yang berbunyi: “Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka.”

 

Keenam, orang-orang berdosa pun berbuat demikian (ay. 33). Lagi-lagi, Tuhan Yesus mengingatkan kita bahwa apabila kita berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasa kita? Apakah kebaikan kita? Sebab semua orang berdosa pun ada kalanya berbuat baik kepada orang-orang yang berbuat baik kepadanya. Sehubungan dengan itu, baca dan perhatikanlah Firman Tuhan yang dicatat dalam Kitab Injil Lukas 6:33. Tuhan berfirman: “Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian.” Lalu, dalam ayat 34, Firman Tuhan berbunyi: “Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu dari padanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang-orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak.” Jadi, menurut ayat Firman Tuhan ini, apabila kita meminjamkan sesuatu kepada orang lain, lalu kita berharap akan mendapat sesuatu dari padanya, maka apakah jasa kita? Hendaklah kita jangan berharap apa pun juga dari padanya. Sebab orang-orang berdosa pun juga meminjamkan sesuatu kepada orang-orang berdosa. Dengan demikian, mereka akan menerima kembali sama banyak.

 

Ketujuh, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka (ay. 35). Sungguh! Tuhan Yesus mengingatkan kita. Agar hendaknya kita mengasihi musuh kita. Hendaklah kita menaruh belas kasihan kepada orang yang memusuhi kita. Hendaklah kita menyayangi orang-orang yang berbuat jahat kepada kita. Berbuatlah baik, lebih baik, dan sangat baik kepada mereka. Lalu pinjamkan dengan tulus hati dan tidak mengharapkan balasan. Sebab, upahmu akan besar di Kerajaan Sorga.

 

RENUNGAN 

 

Apa yang hendak kita lakukan dalam menjalani kehidupan kita pada Minggu Sexagesima ini?

 

Pertama, hindarilah hidup yang membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi balaslah kejahatan dengan kebaikan. Banyak bentuk kejahatan yang muncul di tengah-tengah aktifitas dan hidup keseharian kita; baik di lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan bermasyarakat. Tanpa kita sadari pengaruh lingkungan bisa saja membuat kita ber-perilaku yang sama dalam menyikap segala yang terjadi. Mengantisipasi kondisi tersebut, kita kembali diingatkan untuk tetap menjaga sikap dan kualitas hidup orang-orang Kristen supaya tidak serupa dengan orang-orang yang belum mengenal Kristus. Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan adalah bukti sikap yang semakin bertumbuh dan semakin kuat dalam kasih kepada Tuhan dan bagi sesama (2 Tes. 1:3), semakin melimpah dalam kasih (Fil. 1:9 ; 1 Tes. 3:12), sehingga mampu mengampuni dan memberi bagi orang lain. 

 

Kedua, kita harus terus-menerus melatih sikap hidup kita agar bertumbuh dan semakin dewasa dalam kerohanian menuju kepada kesempurnaan Kristus. Tanda yang tampak pada orang Kristen yang sudah bertumbuh dewasa adalah menghasilkan atau memberi buah (Gal. 5:22-23) dan buah dalam pelayanan (Yoh. 4:36; Rm. 1:13). Sehingga sikap orang Kristen dewasa akan bersedia menerima tanggungjawab dalam pelayanan untuk saling melayani; baik di dalam jemaat dan kepada semua orang (masyarakat). Contoh sederhana yang bisa kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari adalah sapaan dan sentuhan yang penuh kasih dalam setiap interaksi kita di dalam keluarga, gereja dan berjemaat.  

 

Sikap seperti itulah yang pertama kali tampak dan menjadi dasar dalam sikap yang bertumbuh di dalam kebenaran dan kasih Kristus. Sudahkah tanda itu hidup dan kita lakukan di tengah-tengah keluarga, jemaat dan lingkungan kita? Marilah kita melakukannya, dengan demikianlah kita telah menunjukkan kebaikan dalam setiap kasih yang memotivasi kita. (rsnh)

 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

 

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...