Sabtu, 10 November 2018

KOTBAH MINGGU XXIV SETELAH TRINITATIS Minggu, 11 Nopember 2018 “HIDUP DALAM KEADILAN DAN KESETIAAN”

Minggu, 11 Nopember 2018

Kotbah: Mikha 6:6-8  Bacaan: 1Timotius 6:11-21



Minggu ini kita akan memasuki Minggu Keduapuluh empat Setelah Trinitatis. Inilah Minggu terakhir dalam Minggu-minggu Trinitatis dan Minggu depan kita akan memasuki Minggu Akhir Tahun Gerejawi. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Hidup dalam Keadilan dan Kesetiaan”. Keadilan dan kesetiaan merupakan dua hal yang berbeda namun sangat penting dalam kehidupan manusia. Hidup tanpa keadilan akan membawa kesenjangan sosial dan akan berujung pada pertikaian. Hidup tanpa kesetiaan juga akan membawa kehancuran dan malapetaka. Dua topik ini menjadi pergumulan Mikha dalam pelayanannya kala itu.

Mikha adalah orang Moresyet, suatu kota yang berada di dekat daerah Gat (Mi. 1:14). Arti nama Mikha adalah  “siapa Tuhan seperti Engkau.” Mikha hidup dan melayani pada zaman Yotam, Ahas dan Hizkia.  Melalui Mikha, hamba-Nya ini, Tuhan mempunyai tuntutan terhadap umat-Nya:  berlaku adil, setia dan rendah hati.

Dari tema ini, ada dua hal penting yang hendak kita dalami dan gumuli, yakni:

Pertama,hidup dalam keadilan. Adil berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus dan tulus;  suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Adil berarti juga sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak:  keputusan hakim yang berpihak kepada yang benar;  berpegang pada kebenaran;  sepatutnya;  tidak sewenang-wenang.  Secara terminologi, adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran;  ini berkenaan dengan hal yang patut diterima oleh seseorang (Kel. 23:6) dan mengarah kepada hubungan sesama manusia, antara tuan dengan hamba, atasan dengan bawahan, orangtua dengan anak, suami dengan isteri, pimpinan dengan karyawan, pemerintah dengan rakyatnya.  Dunia dipenuhi ketidakadilan, keadilan diputarbalikkan, keadilan dapat dibeli dengan uang.  Meski demikian orang percaya dituntut untuk menjadi teladan dalam hal berlaku adil.

Kedua, hidup dalam kesetiaan. Setia adalah berpegang teguh  (pada janji, pendirian);  patuh;  taat.  Kesetiaan yang dimaksud bukan hanya berkaitan dengan hubungan kita dengan Tuhan, tapi juga hubungan kita dengan sesama manusia.  Kesetiaan ibarat barang berharga, sangat mahal dan langka untuk ditemukan, sebab  "...telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia."  (Mzm. 12:2).  Kesetiaan adalah salah satu karakter yang Tuhan cari dalam diri orang percaya.  "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?"  (Ams.20:6).

Timbul pertanyaan kita, mengapa topik keadilan dan kesetiaan menjadi poin penting bagi Mikha kala itu? 

Pertama,Karena kala itu Mikha mengkritik pola kehidupan keagamaan yang dilakukan dengan rutinitas dan kepura-puraan yaituibadah yang diselewengkan (1:7; 3:5–7, 11; 5:11–13) dan ketidakdilan (2:1–2, 8–9; 3:2–3, 9–11; 6:10-11; 7:2–6). 

Kedua, Mikha melihat kebrobokan dari sisi keagamaan mencakup penyembahan kepada dewa-dewa kafir (2Raj. 16:4; 2Taw. 28:23, 25). Ibadah di Bait Allah pun sempat dihentikan (2Taw. 28:24). 

Ketiga,Mikha melihat kesenjangan sosial terjadi di mana-mana. Orang-orang kaya menggunakan cara-cara yang tidak jujur dalam mengejar kekayaan (6:10-11). Semangat materialisme ini bahkan meracuni para pemimpin agama, sehingga mereka rela menjual kebenaran demi uang (3:5, 7, 11). 

Keempat,bangsa Yehuda sendiri menyukai berita-berita yang memuaskan hawa nafsu mereka (2:11). Pendeknya, semua lapisan masyarakat sudah sedemikian berdosa dan tidak ada yang bisa dipercayai (7:2-6). Bangsa Yehuda berpikir bahwa cara untuk meredakan kemarahan TUHAN adalah dengan memberikan persembahan yang banyak kepada-Nya. Konsep berpikir seperti ini menyiratkan bahwa mereka sudah terpengaruh oleh ibadah kafir. 

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah yang Mikha harapkan dalam rangka mengatasi permasalahan keagamaan dan sosial yang tidak baik itu?

Pertama,marilah kita berlaku adil. Berlaku adil berarti kita tidak boleh hidup dengan semena-mena dan sesuka hati. Mengerti apa yang menjadi hak Allah dan apa yang menjadi hak kita. Salah satu hak Allah adalah perpuluhan (Mal. 3:10).  Hak Allah yang lain adalah dendam dan pembalasan (Ul. 32:35). Hak kita adalah menerima berkat-Nya, kewajiban kita adalah melakukan penyembahan dan persembahan. Juga mengerti apa yang menjadi hak orang lain.

Berlaku adil sesungguhnya adalah mencitai kesetiaan pada aturan dan perintah Allah. Ketika kita memiliki cinta maka ada sikap yang senantiasa untuk melakukan dan menginginkan dengan penuh sukacita dan kegirangan. Perintah Tuhan bukanlah paksaan ataupun beban untuk dilakukan tetapi menjadi kesukaan kita. Teladan kesetiaan perintah dan rencana BapaNya telah diperlihatkan Kristus kepada kita untuk kita tiru mulai dari Yesus memberikan diriNya dibaptis oleh Yohanes sampai Yesus setia di kayu salib.

Kedua, marilah mencintai kesetiaan. Mencintai kesetiaan berarti kita tidak menyeleweng, tidak setengah-setengah dan bertahan sampai akhir. Setia kepada Allah dalam segala hal, kondisi dan situasi. Bangsa Israel angkatan pertama (yang berumur 20 tahun ke atas ) selain Yosua dan Kaleb tidak dapat masuk ke tanah Kanaan karena mereka tidak setia pada Allah.

Apakah bentuk kesetiaan yang harus kita lakukan saat ini?
a.   Setialah beribadah. Ibadah bukan rutinitas semata. Tapi ibadah bentuk ketaatan kita pada Tuhan. Bentuk bahwa kita memerlukan Tuhan. 
b.  Setialah berdoa. Doa adalah nadi dalam kehidupan rohani. Tanpa doa, maka tidak ada kehidupan rohani kita. Pelayanan yang berhasil didukung oleh doa. Jika gereja kurang berdoa, maka pelayanan tidak maksimal. Keberhasilan pelayanan ditopang oleh doa. 
c.   Setia membaca firman Tuhan. Jadikan membaca Alkitab, minimal 1 ayat lah 1 hari. Makanan rohani kita. 
d.   Setia melayani Tuhan. Melayani adalah panggilan. Panggilan itu harus disertai kerelaan. Melayani tanpa panggilan dan kerelaan, maka pelayanan itu akan menjadi keterpaksaan, dan tidak akan menjadi berkat untuk diri sendiri maupun orang lain. (rsnh)

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...