Senin, 31 Oktober 2022

Renungan hari ini: “BANYAK BICARA, BANYAK BOHONGNYA” (Amsal 10:19)

 Renungan hari ini:

 

“BANYAK BICARA, BANYAK BOHONGNYA”


 

Amsal 10:19 (TB) "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi"

 

Proverbs 10:19 (NET) "When words abound, transgression is inevitable, but the one who restrains his words is wise"

 

Orang yang banyak bicara berpotensi banyak bohongnya bahkan ada unsur pelanggaran di dalamnya. Sejatinya orang percaya itu sedikit bicara, tetapi banyak bertindak. Jika orang bertanya kepada kita jangan banyak bicara, atau terkesan seperti mengkotbahi, melainkan jawablah sesingkat mungkin, dan sepanjang perlu. Manusia pada zaman ini tidak butuh narasi-narasi panjang lebar tetapi kita butuh tindakan nyata untuk mengatasi pergumulan jemaat. Karenanya, seringkali kita mengabaikan soal “bicara” ini. Bila hal ini tidak penting, tentunya Alkitab tidak akan menulis ayat yang berkenaan dengan ucapan ini. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita tidak dapat menahan ucapan. Kita mudah terjerumus ke dalam percakapan yang jahat (gosip), dan melalui ucapan sering kita punya kecenderungan menyombongkan diri. Kita juga terjerat untuk berkata-kata kotor atau sembrono, mengumpat/mendamprat orang dan masih banyak lagi. Ketahuilah bahwa Tuhan tidak membutuhkan “pelawak-pelawak” rohani atau para pemeran sandiwara dalam hidup ini!

 

Dari sikap hidup dan ucapan yang menggema dari mulut kita sehari-hari, dapatlah diukur apakah kita orang Kristen yang sungguh-sungguh memperhatikan firman Tuhan di segala aspek kehidupan kita atau hanya sekeda menjalankan firman. Alkitab menyatakan dengan tegas: “Jikalau ada seorang mengganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya” (Yak. 1:26); disebutkan pula bahwa setiap kata sia-sia yang kita ucapkan akan kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan (baca Mat. 12:36). Bukan berarti kita tidak boleh bergurau, tapi haru lebih selektif lagi mengenai apa yang kita guraukan.

 

Tidak gampang menjalani hidup sebagai orang Kristen, terlebih untuk menjaga hidup supaya tetap berkenan kepada Tuhan, sebab dengan meremehkan firman Tuhan dan tidak menjadi pelakunya, maka kehidupan orang Kristen tidak ada bedanya dengan orang fasik. Fakta berbicara bahwa banyak terjadi ketidakstabilan dan kurang pertanggungan jawab atas kehidupan anak-anak Tuhan di segala hal; salah satu contoh kecil yang menunjukkan bahwa banyak orang Kristen masih berada dalam tingkatan rohani kanak-kanan adalah dalam hal ucapan, di mana sering dijumpai orang Kristen yang “bocor” mulutnya, suka menggemakan kata-kata yang sia-sia. Penulis amsal sendiri menyatakan bahwa “Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi” (Ams. 10:19).

 

Sikap bijak kita tunjukkan ketika kita menjaga apa dan berapa banyak yang kita ucapkan dalam situasi-situasi tertentu. Menjaga ucapan pada saat kita sedang marah juga merupakan perbuatan yang bijaksana. Yakobus mendorong sesama orang percaya dengan menasihati, “Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah” (Yak. 1:19). Mengendalikan perkataan kita juga menunjukkan penghormatan kepada Allah. Salomo berkata, “Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit” (Pkh. 5:1). Saat ada seseorang yang sedang berduka, kehadiran kita tanpa banyak bicara mungkin akan lebih membantunya daripada ungkapan simpati yang kita ucapkan bertubi-tubi: “Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya” (Ayb. 2:13).

 

Dari nas hari ini kita hendak belajar beberapa hal mengenai bicara, yakni: 

 

Pertama, orang yang hanya mengandalkan lisan tapi tidak di dukung oleh akal yang berilmu adalah “orang bodoh”. “Orang yang bodoh banyak bicaranya, meskipun orang tidak tahu apa yang akan terjadi, dan siapakah yang akan mengatakan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?” (Pkh. 10:14). Dalam konteks ini penulis kitab berbicara bahwa orang yang berhikmat sering kali diabaikan oleh kebodohan, dalam konteks ini penulis surat mengatakan bahwa bahasa/perkataan merupakan salah satu cara/jalan damai yang terbaik untuk dilakukan dalam menyelesaikan suatu masalah/ persoalan. Orang bodoh menunjukkan kebodohannya dengan bicaranya yang banyak tentang hal-hal, yang masa depannya tidak di ketahuinya sama sekali. Jalan-jalannya sebodoh perkataan-perkataannya. Jadi ketika ada persoalan yang harus di selesaikan dengan baik, pengkotbah katakan bahwa salah satu cara/jalan damai yang terbaik adalah melalui perkataan yang berhikmat/berilmu sehingga tidak menimbulkan persoalan/ masalah lagi. Tetapi orang yang hanya berkata-kata tanpa ada hikmat dalamnya adalah orang yang bodoh yang semakin memperbesar masalah. Dan ini adalah kesalahan di hadapan Tuhan.

 

Kedua, orang yang bicaranya lebih kuat dari pada akalnya adalah orang yang tidak “berakal budi”. Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya berakal budi. (Ams. 10:19). Pengamsal mengatakan bahwa orang yang banyak bicara pasti banyak pelanggaran tetapi orang yang berkai budi menahan perkataanya. Jelas sekali firman Tuhan mengkehendaki kita sebagai anak-anak Tuhan tidak sembarangan berbicara, firman Tuhan mau kita supaya berkal budi. Orang yang berakal budi pasti berhikmat untuk berbicara dan itulah kesukaan Tuhan bagi kehidupan kita sebagai orang percaya, karena kenapa maksuc pengamsal mengatakan hal demikian adalah orang yang banyak berbicara banyak menimbukkan kejahatan perkataan dan kejahatan perkataan adalah sama halnya dengan dosa perkataan. Jika sudah berdosa lewat perkataan ini adalah sama juga dengan dosa lidah yang terdapat dalam “Yakobus 3”. Yakobus juga melarang orang percaya untuk tidak melakukan dosa lewat lidah mereka. “dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah (ay. 9), dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Jadi jelas bahwa kesalahan yang di sebabkan oleh perkataan, adalah dosa di hadapan Tuhan.

 

Ketiga, orang yang perkataannya lebih kuat dari pada lisannya adalah orang yang “tidak berpengetahuan dan tidak memiliki pengertian”. Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya, orang yang berpengertian berkepala dingin (Ams. 17:27). Di sini pengamsal menjelaskan bahwa orang percaya harus menunjukkan pengetahuannya lewat perkataan dan perbuatannya. Dan harus berkepala dingin yang artinya harus memiliki tempramen yang tenang sehingga tidak gampang emosi dan mengeluarkan perkataan-perkataan yang tidak membangun orang lain. dalam pasal 25: 11 juga menjelaskan bahwa “perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak”. Ini adalah sebuah kiasan yang mejelaskan tentang bagaimana seharusnya orang yang memiliki pengetahuan dan ilmu berkata-kata, berkata pada saat yang tepat yang membawa kedamaian, solusi dan perkataan yang membangun bagi orang lain. Jadi kita sebagai orang percaya mari kita saling membangun lewat petkataan, saling menguatkan satu sama lain, sebab Tuhan mengkehendaki kita untuk menjaga perkataan kita supaya tidak menimbulkan masalah, perselisihan, diantara sesama anggota Tubuh Kristus. Karena kesukaan Tuhan bagi manusia adalah memperkatakan Firman Tuhan. lisan lebih hebat dari pada akal adalah dosa di hadapan Tuhan tetapi lisan yang penuh akal yang berhikmat dan berilmu adalah mendatangkan kebaikan dan kesukaan bagi Tuhan. Karena itu, jagalah bicaramu, jangan banyak bicara dan bernarasi, tetapi banyaklah bertindak agar melalui bicara dan tindakanmu memuliakan nama-Nya! (rsnh)

 

Selamat memasuki Nopember 2022 dan berkaryalah terus untuk TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...