Sabtu, 14 Agustus 2021

KOTBAH MINGGU XI SETELAH TRINITATIS Minggu, 15 Agustus 2021 “ALLAH YANG MEMERDEKAKAN” (Yohanes 8:31-36)

 KOTBAH MINGGU XI SETELAH TRINITATIS

Minggu, 15 Agustus 2021

 

“ALLAH YANG MEMERDEKAKAN”

Kotbah: Yohanes 8:31-36 Bacaan: Keluaran 4:18-23




 

Kita telah memasuki Minggu kesebelas setelah Trinitatis. Tema yang akan kita renungkan adalah “Allah yang Memerdekakan”. Ada dua kata kunci dalam tema ini, yakni: Allah dan Memerdekakan. Pertama, Allah adalah sumber kebenaran yang memberi kemerdekaan itu. Kebenaran berasal dari kata benar. Artinya, sebagaimana adanya, sesuai dengan kenyataan, betul, tidak salah, adil, tidak berat sebelah, lurus hati, dapat dipercaya, cocok atau sah. Kebenaran berarti keadaan yang sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya atau sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Intinya kebenaran itu hanya milik Allah. Dialah Sang Kebenaran itu.

 

Kedua, memerdekakan. Kara memerdekakan berasal dari kata merdeka, artinya bebas dari perhambaan, penindasan atau penjajahan, berdiri sendiri, bebas, tidak terikat atau tidak tergantung kepada orang lain. Kemerdekaan berarti keadaan berdiri sendiri bebas tidak terjajah atau kebebasan. Jadi, kebenaran yang memerdekakan dapat dimaknai sesuatu yang sungguh-sungguh ada yang bebas, tidak terikat atau merdeka.

 

Kemerdekaan berarti sebuah kebebasan dari belenggu. Manusia sering terjerat dalam belenggu dosa. Dosa membuat manusia jauh dari Allah. Dosa juga menjadikan manusia hidup terbelenggu dan tidak mampu mengalami kebahagiaan kekal. Dengan kekuatan dan kemampuannya sendiri, manusia tidak akan bisa bebas dari belenggu dosa. Oleh karena itu, Allah dengan inisiatif-Nya sendiri berkenan turun ke dalam dunia untuk membebaskan manusia dari dosa melalui Yesus Kristus. Yohanes 8:36 mengungkapkan, "Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." Itu adalah kasih karunia Allah bagi manusia. 

 

Yesus Kristus adalah Sang Anak yang mampu memerdekakan manusia. Kasih karunia ini mesti ditanggapi oleh manusia dengan sungguh percaya, hidup berpegang pada Firman Tuhan, dan menjadi murid Tuhan. Hal itulah yang dipesankan Tuhan Yesus di Yohanes 8:31-32: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu."

Secara manusiawi, hal tetap di dalam firman dan sungguh-sungguh menjadi murid Tuhan memang bukan perkara mudah. Namun, kesadaran bahwa kita lemah dan butuh bantuan dari Allah akan mendorong kita untuk memercayakan hidup kita kepada-Nya serta terus mau belajar menjadi murid-Nya, yaitu murid yang belajar sekaligus melakukan firman Tuhan. Di situlah kuasa Tuhan akan nyata dan terus memerdekakan kita

 

Apa yang hendak kita pelajari dari perikope kotbah Minggu? Ada beberapa hal yang dapat kita dapat pelajari dari perikope kotbah ini, yakni:

 

Pertama, kita perlu pahami bahwa pernyataan Allah memerdekakan ini ditujukan kepada orang percaya. Allah akan memberikan kemerdekaan dari dosa dengan satu persyaratan: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku.”  Dengan kata lain, Yesus tidak sedang menyampaikan suatu prinsip yang abstrak atau pun kesimpulan filosofis. Yesus sedang menawarkan undangan pribadi – yakni untuk melangkah mengikuti jejak-Nya sebagai murid-murid dan untuk belajar mentaati firman Tuhan.

 

Kedua, untuk “mengetahui kebenaran” berarti secara pribadi dan penuh semangat  melibatkan diri dengan Yesus dalam suatu hubungan Guru dan murid. Kegiatan belajar cara Ibrani lebih dari sekadar penumpukan informasi atau data. Pengenalan akan Allah adalah keakraban dan kekaguman yang terus bertumbuh terhadap Allah yang setia dan benar. “Kebenaran” dalam pandangan orang Yunani memang penting bagi kita, akan tetapi tidak memerdekakan kita. Kita bisa saja dipenuhi oleh informasi ilmiah namun masih terbelenggu dalam kehancuran jiwa dan hidup ini. Suatu hubungan yang akrab, taat dan berdisiplin dengan Allah adalah “pengetahuan” yang akan benar-benar memerdekakan kita. 

 

Ketiga, Allah memerdekakan kita dari dosa. Dalam ayat 32, Firman Tuhan mengatakan: “dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Rasul Yohanes, murid yang sangat dikasihi-Nya, menyatakan bahwa mereka, orang-orang Yahudi itu, akan mengetahui bahwa Firman dan kebenaran-Nya akan membebaskan mereka dari hukuman dosa. Bahwa Firman dan kebenaran-Nya akan memerdekakan mereka dari kebinasaan kekal.

Namun, mereka menjawab bahwa orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya adalah keturunan Abraham. Mereka mengatakan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Lalu, mengapa Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka akan merdeka?

 

Dengan kasih setia dan belas kasihan-Nya, Tuhan Yesus berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah.” Tuhan Yesus dengan sangat tegas berkata bahwa setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa. Bahwa setiap orang yang menuruti hawa nafsu kedagingan adalah hamba hawa nafsu dan hamba dosa. Bahwa setiap orang yang berpihak pada dunia adalah hamba dunia sekaligus hamba dosa.

 

Yesus mengajari kita dengan analogi yang sangat aktual bahwa hamba tidak tetap tinggal dalam satu rumah dengan tuannya. Hamba tidak diam di rumah tuannya. Namun, anak tetap tinggal dalam satu rumah. Anak akan tinggal di rumah bapanya.

 

Sejatinya, Tuhan Yesus mau mengatakan bahwa semua orang berdosa yang adalah hamba dosa sudah dimerdekakan-Nya, jika mereka percaya kepada-Nya. Semua orang berdosa yang percaya kepada Tuhan Yesus sudah dibebaskan-Nya dari hukuman dosa. Yaitu melalui pengorbanan-Nya disalib, mati, dikuburkan dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga. Semua itu dilakukan-Nya untuk membenarkan, menyelamatkan dan memerdekakan semua orang berdosa yang percaya kepada-Nya. 

 

Keempat, Allah memerdekakan kita dari dosa melalui Yesus. Dalam ayat 36, dikatakan: “Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka.” Firman ini dengan sangat tegas dan jelas menyatakan bahwa jika Dia, Anak itu, yaitu Anak Tunggal Allah Bapa, membebaskan orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya, termasuk kita, maka kita semua sungguh-sungguh menjadi orang bebas. Kita menjadi orang merdeka. Apabila Anak Tunggal Bapa memerdekakan kita, maka kita semua akan benar-benar merdeka dari perhambaan dosa yang berbuah maut. Jika Yesus Kristus, Anak Allah, memerdekakan kita, maka kita menjadi orang merdeka yang akan tinggal di rumah Bapa di sorga. 

 

RENUNGAN

 

Kotbah Minggu ini berkaitan dengan peringatan “Hari Kemerdekaan RI ke 76”. Kita telah merdeka dan bebas dari para penjajah. Kita telah bebas mengatur diri sendiri, berdiri di atas kaki sendiri untuk menata, mengelola, dan mengatur bangsa kita menuju “Indonesia Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur”. Tentu hal ini akan tercapai jika seluruh bangsa Indonesia mau mengisi kemerdekaan itu dengan suka cita.

 

Orang yang sudah dimerdekakan dari dosa adalah orang yang sepatutnya bersukacita. Maka ayat 32, “dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kami” dapat diartikan dengan kebenaran punya wajah sukacita. Logikanya sederhana, orang yang dipenjara tidak mungkin bahagia, tetapi waktu dia dibebaskan dari penjara, dia pasti ada sukacita karena memiliki kemerdekaan. Kemerdekaan dikaitkan dengan kehidupan yang penuh dengan sukacita, sedangkan orang yang terpenjara kehidupannya (bukan harus penjara fisik), yang hidup dalam ketersesakan, dia tidak mungkin bahagia, bisa depresi, tidak bisa menikmati sukacita yang sesungguhnya. Dalam gambaran seperti ini, kita tahu bahwa orang-orang yang dalam kehidupannya dikuasai oleh dosa, nafsu, keinginan sendiri, pride, kelaliman, dsb., tidak mungkin ada sukacita.

 

Jadi kalu kita sudah merdeka dari penjajah Indonesia (baca: terbebas dari dosa), maka pantaslah kita bersukacita. Kita merayakan kemerdekaan RI ke 76 ini dengan rasa suka cita yang besar sembari mengisi suka cita itu dengan karya bakti kita bagi nusa dan bangsa. Kita berkarya tanpa ada dikekang. Kehidupan Kristen bukanlah suatu kehidupan yang dikekang, tidak boleh ini, tidak boleh itu, tidak boleh makan, dsb., yang semuanya jadi seperti penjara, seperti kehidupan yang suram sekali, seperti tidak bisa menikmati kehidupan.

 

Kalau kita mengenal kebenaran (baca: Yesus), kebenaran itu membuat kita berbahagia, membuat kita bisa bersukacita, karena kebenaran itu memerdekakan kita, bukan memenjarakan kita. Gambaran Kekristenan yang terkurung/ terpenjara, memang tidak terlalu menjanjikan. Gambaran kebenaran yang seperti ini, menjadikan orang-orang dingin, tidak bisa lagi berbelas-kasihan, tambahan lagi self righteous, dsb.; dan itu memang bukan gambaran sukacita tapi gambaran yang redup, gambaran kebenaran yang tidak memerdekakan.  Membicarakan kalimat seperti ini memang kompleks, kita musti mengetahui apa sebetulnya yang memenjarakan kehidupan manusia, yang membuat manusia tidak merdeka. Karena itu, hiduplah dalam kebenaran Allah maka kita akan merdeka dari belenggu dosa. (rsnh)

 

Selamat Beribadah untuk TUHAN!

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...