Senin, 18 Januari 2021

Renungan hari ini: “SESAT SEPERTI DOMBA” (Yesaya 53:6)

 Renungan hari ini:

 

“SESAT SEPERTI DOMBA”




 

Yesaya 53:6 (TB) "Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian"

 

Isaiah 53:6 (NET) "All of us had wandered off like sheep; each of us had strayed off on his own path, but the Lord caused the sin of all of us to attack him"

 

Sebelum kita mengenal Tuhan Yesus kita di ibaratkan seperti domba tersesat. Kita berjalan semau kita dan kita hidup mau menuruti kemauan dan langkah kita sendiri. Kalau di terjemahkan dalam kehidupan sehari-hari itu, kita hidup menuruti "Daging dibanding menuruti Roh ". Masih banyak anak Tuhan (orang Kristen) yang hidup mengikuti kemauannya sendiri, padahal seekor domba itu akan tersesat kehilangan arah tujuan tanpa adanya seorang gembala di sisinya. Bila domba berjalan sendiri apa yang akan terjadi ? yah akan di terkam "serigala" dan akan binasa. Di dalam kehidupan sehari-hari kita perlu di pimpin dan di bimbing oleh Gembala kita, seperti ada pujian yang berkata "Bimbinglah daku ya Yesus." Pujian ini sangat menyentuh sekali apalagi kita mulai hilang arah pujian ini menjadi kekuatan bagi kita. Pemazmur mengatakan "TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku" (Mzm. 23:1). Jadi tanpa bimbingan Tuhan kita pasti tersesat dan akhirnya binasa terjerumus oleh tipu daya dunia ini. 

 

Domba mudah sekali tersesat karena sifatnya. Sifat domba pada umumnya adalah:

 

Pertama, domba tidak dapat mencari makan sendiri. Domba tidak tau dan tidak memilih makanan yang tepat untuknya. Artinya seandainya pun dia sudah ada di dekat rumput yang benar, bisa saja dia tidak makan karena tidak tau akibatnya bisa kelaparan, sakit dan mati. Atau sebaliknya, dia bertemu ilalang atau rumput yang berbahaya, tetapi karena tidak tau, dia makan; hasilnya sakit dan mati. Karena itu gembala harus selalu menuntun domba ke rumput hijau, makanan yang tepat dan ke sungai, air yang segar yang dibutuhkannya. Tetapi kalau mencari makan sendiri hasilnya kerusakan, kacau dan mati.

 

Kehidupan kita seperti domba. Kita tidak bisa mencari dan memenuhi “kelaparan” rohani yang ada, kalau bukan Kristus yang tuntun kita. Usaha manusia memenuhi “rasa lapar rohani” atau kekosongan jiwa justru membawa pada kehancuran. Ada yang memenuhi dengan pesta pora, atau semedi, juga mengunjungi berbagai rumah ibadat tapi tidak dapat memenuhi kekosongan/kelaparan itu. Lama-kelamaan, ada yang lapar, haus, sakit dan mati.

 

Kedua, domba tidak dapat mencari jalannya sendiri. Karena itu, ada beberapa perumpamaan tentang domba yang hilang. Tetapi uniknya, domba ini sangat nakal. Kalau gembala lengah, atau memperhatikan yang lain, maka segera cari jalan lain. Mungkin bosan dengan jalan berliku-liku yang dilalui bersama sang gembala. Merasa lebih tau jalan yang pintas dan baik. Hasil akhirnya hilang/sesat. Lalu digambarkan domba ada di ujung jurang, atau tersangkut, bahkan jatuh ke dalam jurang. Sebelum jatuh, sebenarnya domba bisa balik. Tetapi domba tidak tahu/tidak sadar bahaya itu. Jurang yang di depan tetap dimasuki. Saya memikirkan ketika ada di mulut jurang, mengapa tidak kembali menuruni bukit, kembali ke gembala dan kawanan? Tetapi domba tidak mampu, dia terus ke arah yang salah.

 

Bagaimana pengalaman hidup kita? Bukankah tidak mudah bagi kita untuk memilih hal yang benar? Bahkan ketika sudah salah, sulit untuk kembali dan terus ke arah yang salah, terjatuh ke dalam jurang. Mengapa tidak panggil gembala? Bahkan untuk itu pun tidak mampu.

 

Ketiga, domba tidak mampu mengenali musuh yang mengancam dan tidak mampu membebaskan diri. Karena itu Yesus digambarkan seperti “seekor anak domba yang dibawa ke pembantaian”. Domba tidak mengeluh, tidak memberontak ketika pengguntingan bulu; juga waktu disembelih. Saya bayangkan, kalau dihadapannya ada binatang buas yang akan menerkam, domba tidak lari menyelamatkan diri. Kalau pun ia melarikan diri, itu sia-sia. Kakinya kecil, dan ia tidak dapat berlari kencang. Dia lemah, tidak punya senjata untuk mempertahankan diri.

 

Bagaimana gambaran hidup kita? Bukankah kita seperti domba? Bahaya apa yang mengancam kita? Pergaulan, gaya hidup, cara kerja yang tidak benar, dsb seberapa kuatnya kita untuk membela/mempertahankan diri? Bukankah yang lebih sering terjadi kita “kalah”, takluk pada “pencobaan?” Lalu bagaimana/mengapa kita bisa lepas? 

 

Tuhan Yesus adalah Gembala kita yang baik (Yoh. 10:11). Gembala yang baik akan membimbing dan menuntun domba-dombanya ke mata air. Seorang Gembala akan membimbing domba-dombanya, bila dombanya ada tersesat maka gembala yang baik akan mencarinya dan bukan meninggalkannya. Dan sebagai domba pun kita harus dengar-dengaran suara Gembala kita, agar kita bisa sampai ketujuan kita yaitu mata air dan padang rumput yang hijau. kalau domba ini tidak ikut perintah dan suara gembalanya pasti kita akan tersesat. Bagaimana caranya domba ini agar tidak tersesat ? sudah pasti domba ini harus mengenal Gembalanya itu (Yoh. 10:14). Karena itu, marilah mengenal Gembala Agung agar kita tidak tersesat di dunia ini. (rsnh) 

 

Selamat berkarya untuk TUHAN

 

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...