Senin, 25 Oktober 2021

Renungan hari ini: “BERBAHAGIALAH ORANG YANG MEMBAWA DAMAI” (Matius 5:9)

 Renungan hari ini:

 

“BERBAHAGIALAH ORANG YANG MEMBAWA DAMAI”




 

Matius 5:9 (TB) "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah"

 

Matthew 5:9 (NET)  “Blessed are the peacemakers, for they will be called the children of God"

 

Nas hari ini menarik untuk kita renungkan, sebab orang yang membawa damai disebut orang yang berbahagia. Kata damai dalam kitab suci disebut “shalom” . Dalam Perjanjian Baru “Eirene”.  “Shalom” berarti utuh. Ketika Salomo menuntaskan bait Allah, Salomo men-shallom-kan, membuatnya berfungsi sebagai yang dikehendaki, membuatnya menjadi utuh. “Shalom” berarti bersatu, diikat oleh bagian-bagian sehingga menjadi sempurna.

 

Shalom dipakai di ranah relasi. Ketika istri & suami, anak & orangtua menyimpan pertentangan, maka di rumah tangga itu tidak ada shalom. Ketika di gereja seseorang menyimpan kesalahan temannya, maka tidak ada shalom di gereja tersebut. Shalom tidak sama dengan gencatan senjata. Keluarga yang tidak terlihat ada konflik, bukan berarti ada shalom. 

 

Orang yang membawa shalom bukan berarti orang yang cinta damai. Orang yang pembawa damai berarti orang yang berinisiatif untuk mendamaikan orang yang berselisih. Yesus berkata bahwa Aku tidak datang membawa damai, tetapi Aku membawa pedang. Maksudnya, Tuhan mengadakan peperangan kepada dosa dan kegelapan. Tuhan akan mengalahkan segala kedegilan, korupsi, dekadensi moral, dan ketidakbenaran. Tuhan akan mempersatukan manusia dengan Allah.

 

Berdasarkan arti kata damai di atas, kita dapat menerjemahkan arti membawa damai sebagai berbuat sesuatu sehingga orang lain dapat menikmati kebaikan. Membawa damai berarti membawa/berbuat kebaikan bagi sesama. Tetapi membawa damai bukan berarti sama dengan cinta damai. Mengapa? Karena orang yang mengaku cinta damai biasanya melakukan kesalahan dengan menghasilkan kesulitan/kesusahan bukan perdamaian. Misalnya: seringkali ketika seseorang ada masalah dengan sesamanya, ia memilih diam saja dengan alasan tidak mau ribut. Padahal dengan diam terus menerus, ia tidak menyelesaikan masalahnya, melainkan justru menetapkan kesulitan di masa mendatang, karena ia menolak untuk menghadapi situasi masa kini sehingga tidak melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya diambil malah menghindarkan diri dari persoalan.

 

 

Membawa damai adalah melakukan suatu tindakan aktif untuk menuntaskan masalah-masalah yang sedang dihadapi supaya persoalannya selesai. Membawa damai berarti mengambil resiko untuk disalah mengerti, bahkan terkadang usahanya tidak dihargai dan tidak berhasil. Membawa damai adalah melakukan tindakan aktif dengan tidak mengorbankan pengajaran Firman Tuhan, tetapi dengan menerapkannya. Orang-orang yang membawa damai adalah orang-orang yang mau menghadapi, mengatasi dan menyelesaikan suatu persoalan secara tuntas sehingga kondisi damai tercipta.

 

Pertanyaan kita sekarang adalah mengapa kita harus membawa damai? Ada beberapa alsan mengapa kita harus memawa damai itu kepada sesama kita, yakni:

1.     Allah sendiri adalah Allah damai (Ibr. 13:20). Kristus adalah sang damai (Yes. 9:6). 

2.     Allah sudah memperdamaikan orang-orang berdosa dengan Allah sang pendamai, melalui lewat penebusan Yesus Kristus (Kol. 1:19-20). 

3.     Allah memberikan damai kepada kita, anak-anak Allah. (Yoh. 12:27) 

4.     Allah memanggil anak-anak-Nya untuk menjadi pembawa damai (Kol. 3:16) 

 

Berbahagialah orang-orang yang berbuat dan bertindak secara aktif untuk mengusahakan perdamaian sehingga orang-orang dapat merasakan dan menikmati apa yang dinamakan sebagai kebaikan. Di dalam kehidupan kita sehari-hari ada orang-orang yang hidupnya suka menjadi biang kerok, perusuh dan menyulitkan kehidupan orang lain. Di manapun mereka berada mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan setan. Tetapi di pihak lain ada anak-anak Tuhan yang perbuatannya, perkataannya mampu menghilangkan kesusahan orang lain, menjadi jembatan di antara pihak-pihak yang bertengkar, memulihkan hubungan yang rusak, memaniskan kepahitan hidup orang lain; dengan tanpa takut resiko untuk tidak dihargai/disalah mengerti tetapi bertujuan untuk membina hubungan yang benar di antara sesama, bahkan membimbing mereka untuk mendapatkan damai Allah, dengan membimbing mereka kepada Kristus. Orang-orang seperti inilah yang dikatakan sebagai anak-anak Allah, karena mereka melibatkan diri mereka dan mereflesikan karakter dan pekerjaan Allah sebagai Sang Raja Damai! Karena itu, berbagaialah walau kita harus menderita saat membawa damai di tengah-tengah sesama kita. (rsnh)

 

Selamat berkarya untuk TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...