Sabtu, 17 Oktober 2020

KOTBAH MINGGU XIX SETELAH TRINITATIS Minggu, 18 Oktober 2020 “MELESTARIKAN BUDAYA” (Ayub 42:7-17)

 KOTBAH MINGGU XIX SETELAH TRINITATIS

Minggu, 18 Oktober 2020

 

“MELESTARIKAN BUDAYA”

Kotbah: Ayub 42:7-17    Bacaan: Yohanes 2:1-12




 

Minggu ini kita akan memasuki Minggu Kesembilan belas Setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Melestarikan Budaya”. Sebuah tema yang menarik untuk kita bahas dan dalami. Minggu ini kita diajak untuk melestarikan budaya. Mendengar tema ini kita pasti membayangkan yang akan dilestarikan itu adalah kebudayaan kita semisal, tarian, adat-istiadat, falsafah kehidupan, dan lain sebagainya. Pokoknya yang berkaitan dengan seni dan kebudayaan daerah. Padalah jika kita bahas dan cermati teks kitab Ayub 42 ini, hal semacam itu tidak kita temukan di dalamnya. Sangat berbeda sekali. Lantas budaya apakah yang hendak kita lestarikan dari teks ini?

 

Inilah yang hendak kita dalami sehingga kita akan mendapatkan suatu budaya Ayub yang harus kita lestarikan sepanjang hidup kita. Dengan mendalami teks pericope ini, maka kita akan temukan sebuah budaya kehidupan beriman Ayub. Budaya beriman inilah yang hendak kita lestarikan di dalam perjalanan hidup kita tak kala kita menghadapi beragam penderitaan. Agar kita bisa melestarikan budaya kehidupan iman Ayub itu, marilah kita mempelajari budaya iman Ayub dalam .ad aini. Ada beberapa budaya iman Ayub yang perlu kita lestarikan, yakni:

 

Pertama, Ayub berpegang teguh pada keyakinan bahwa dia benar dan mau membawa perkaranya di hadapan Allah. Ketika Ayub membawa perkaranya ke hadapan Allah, maka Allah pun memberikan responnya. Kalimat pertama yang Allah katakan adalah:” Siapakah dia yang menggelapkan keputusan dengan perkataan-perkataan yang tidak berpengetahuan?” (38:2). Allah ingin mengatakan bagaimana Ayub bisa berkata-kata tentang sesuatu yang dia tidak tahu dan mau membawa perkaranya di hadapan Allah. Setelah itu Allah menantang Ayub untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan-Nya. Kalau kita total ada 77 pertanyaan retoris yang diajukan Allah kepada Ayub (pasal 38-39). Tentu saja Ayub sama sekali tidak bisa menjawab satupun dari pertanyaan-pertanyaan ini. 

 

Allah memulai pertanyaan-Nya mirip dengan alur penciptaan di kitab Kejadian. Mulai dari karya Allah menciptakan langit dan bumi, sampai pada penciptaan binatang-binatang. Setelah semua pertanyaan ini Allah menantang apa Ayub mau berbantah, yang dijawab Ayub dengan segala kehancuran hati bahwa dia tidak bisa berkata apa-apa (40:1-5). Menarik setelah itu Allah tidak berhenti, akan tetapi lanjut menantang Ayub yang mau memperkarakan kasusnya dengan memberikan lukisan tentang Kuda Nil (“Behemoth”) dan buaya (“Leviathan”). Banyak perdebatan apakah kedua binatang ini adalah seperti yang digambarkan LAI, atau binatang yang sudah punah karena ada beberapa karakteristik yang tidak sesuai dengan gambaran kuda nil atau buaya. Tetapi tujuan Allah memberikan gambaran kedua binatang ini adalah untuk menunjukkan betapa dahsyatnya Allah pencipta kedua makhluk yang begitu perkasa dan ditakuti manusia.

 

Kedua, Ayub bertobat. Setelah itu Ayub menjawab Allah dengan mengakui kesalahannya, mencabut perkataannya dan bertobat. Perhatikan bahwa Ayub mengulangi apa yang dikatakan Allah di pasal 38:2 tentang ketidaktahuannya tentang semua ini. Dan Ayub berkata bahwa dia memandang Allah dengan mata kepalanya sendiri. Tentu saja yang dimaksud di sini bukan memandang Allah secara langsung, karena Allah menampakkan diri-Nya secara supranatural melalui “badai”. Kita bisa yakin ini karena di Yohanes 1:18 Yohanes menulis bahwa tidak ada seorangpun yang melihat Allah selain Yesus. Pada saat Ayub bertobat semuanya sudah berbeda, dia sudah melepas semua keinginannya untuk memperkarakan kasusnya di hadapan Allah. Dia menerima kedaulatan dan kemuliaan Allah, dia tahu bahwa dia hanyalah manusia yang tidak mungkin memahami Yang Maha Mulia. 


Ketiga, Ayub mengalami pemulihan. Setelah Ayub bertobat di hadapan TUHAN, maka keadaan Ayub dipulihkan melalui beberapa tahap:

1.     Memerintahkan Elifas, Bildad dan Zofar untuk mempersembahkan korban bakaran untuk menghapus dosa (7 lembu jantan dan 7 domba jantan) dan mereka harus meminta Ayub mendoakan mereka sebagai perantara (ay. 7-9). Perlu diingat bahwa Ayub dipilih Allah untuk menjadi perantara bukan karena Ayub tidak berdosa tetapi karena sikap hatinya yang sudah bertobat dan menerima kedaulatan Allah. Ini merupakan gambaran awal tentang pengorbanan Kristus di kayu salib untuk memberikan anugerah keselamatan bagi semua manusia yang telah berdosa.

2.     Allah memulihkan hubungan Ayub dengan saudara-saudara, kerabat-kerabat dan teman-temannya (ay. 10-11). Mereka menyatakan ikut berduka atas malapetaka yang ditimpakan Tuhan kepadanya. Selain itu mereka memberi Ayub hadiah berupa uang satu kesita dan sebuah cincin emas.

3.     Tuhan sudah memberikan 2 kali lipat dari semua yang dipunyai Ayub (ay. 12-15). Yang menjadi pertanyaan adalah kalau semua diberi 2x lipat, kenapa anak-anak Ayub tetap 10? Beberapa penafsir menerangkan bahwa anak-anak yang sebelumnya telah mati dan ada di sorga, sehingga dengan yang ada sekarang sudah 2x jumlah sebelumnya. Tapi kalau kita baca di ayat selanjutnya, dikatakan bahwa Ayub masih hidup 140 tahun dan melihat anak cucunya sampai generasi ke-4, sebelumnya Ayub hanya mempunyai anak-anak (generasi ke-2), tentunya ini juga merupakan pelipatgandaan apa yang Tuhan pernah berikan.

4.     Allah memberikan Ayub umur panjang sehingga bisa melihat anak cucu sampai generasi ke-4 (ay. 16-17).

 

RENUNGAN

 

Pertama, kita harus membudayakan dan melestarikan hati yang sungguh-sungguh mencari Allah. Saat kita membudayakan dan melestarikan mencari Allah  dengan sungguh-sungguh, maka Allah pun akan berkenan untuk menyatakan diri-Nya pada kita. Kita bisa merasakan hadiratNya dan peka mendengar suaraNya. Kita bisa mengetahui kehendakNya. Dan saat kita mengalami perjumpaan dengan Tuhan, pertobatan sejati akan terjadi, sehingga kita dimampukan untuk taat melakukan kehendakNya dan berusaha sekuat tenaga untuk menyenangkan Tuhan dalam sikap, pikiran dan kelakuan kita.

 

Kedua, kita harus membudayakan dan melestarikan budaya iman bahwa kita hanya ciptaan, kita tidak mungkin bisa memahami Pencipta kita. Karena itu sikap yang benar adalah tunduk dan taat kepada Tuhan. Apabila ada suatu hal yang tidak kita mengerti, kita harus mencari Tuhan dengan segala kerendahan hati, dan memohon Tuhan berkenan memberikan pencerahan.

 

Ketiga, kita harus membudayakan dan melestarikan    bahwa Allah kita maha hadir, tetapi tingkat perkenanan-Nya berbeda dari tempat ke tempat. Dalam kehadiranNya, Allah jelas lebih berkenan di tempat Ibadah daripada tempat maksiat. Karena itu dalam beribadah kita harus sungguh-sungguh menjaga sikap dan tingkah laku kita. Kita perlu ingat bahwa kita “dilayakkan” oleh Kristus untuk bisa memuji dan menyembah Tuhan. Seharusnya kita tidak menyepelekan ibadah dengan datang terlambat, ngobrol sendiri waktu ibadah, main hp, dsb. Karena itu saya sangat setuju untuk ada doa pengakuan dosa di awal ibadah, sebagai pengingat bagi yang sudah percaya dan sebagai pernyataan keberdosaan bagi yang belum percaya. Karena dalam gereja Tuhan ada domba dan kambing, sehingga hal ini sangat penting. Karena ibadah itu adalah seluruh kehidupan kita (Rm. 12:1), kita perlu menjaga kekudusan hidup kita, bukan hanya seminggu sekali saat ibadah, tapi bahkan dalam keseharian kita. Bahkan dalam pikiran dan hati kita, kita bisa berdosa. Karena itu Tuhan memberikan Roh Kudus bagi kita, supaya kita terus diingatkan kebenaran Injil yang telah dikatakan oleh Kristus (Yoh. 14:26) yang mengubah cara pandang dan hidup kita.

 

Keempat, kita harus membudayakan dan melestarikan bahwa    Allah memberkati hidup kita berkali-kali lipat.Ayub diberkati Allah 2 kali lipat dari yang ia pernah punya, tetapi Yesus menjanjikan 100 kali lipat pada masa ini (Mrk. 10:29-30). Tapi kenapa orang percaya ada yang menderita? Kenapa ada yang hidup miskin? Yesus tidak bermaksud berkat itu dalam bentuk materi, karena kalau kita lihat di PB Yesus tidak pernah mengatakan hal yang baik tentang uang. Dia mengajar kita hidup dalam kecukupan, bukan dalam keserakahan. Yang Yesus maksud adalah saat kita mengikut Dia kita akan diberkati dengan anugerah keselamatan dan saudara-saudara seiman yang saling membangun dan menolong selama kita ada di dunia yang berdosa ini. Hal ini yang akhirnya membuahkan damai sejahtera dan sukacita yang kekal. Karena itu, mari giat membudayakan dan melestarikan budaya iman Ayub dalam kehidupan kita sehari-hari. (rsnh)

 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...