Sabtu, 25 Juni 2022

Kotbah Minggu Trinitatis 2 Minggu, 26 Juni 2022 "PENGIKUT TUHAN YANG SETIA" (Rut 1:7-17)

 Kotbah Minggu Trinitatis 2

Minggu, 26 Juni 2022

 

"PENGIKUT TUHAN YANG SETIA"

Kotbah: Rut 1:7-17               Bacaan: Lukas 9:51-62


 

Minggu ini kita akan memasuki Minggu kedua setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Pengikut TUHAN yang Setia”. Kesetiaan memiliki arti berpegang teguh pada janji, pendirian, komitmen dan lain sebagainya, bagaimana pun beratnya tugas yang harus dijalankannya, ia tetap melaksanakannya, dan harus memenuhi setiap janji yang sudah diucapkan. Dalam perikop kotbah Minggu ini kita akan belajar dari kesetiaan Rut kepada Naomi yang sangat tulus. Rut rela tidak kembali kepada ibu kandungnya demi mertuanya Naomi. Ini adalah salah satu bentuk kesetiaan yang jarang kita temukan dalam kehidupan kita sehari-hari.  Di tengah kehidupan Rut sebagai perempuan asing, ia semakin percaya kepada Tuhan, Allah Israel dan memilih tetap ikut dengan mertuanya kembali ke Yehuda dari pada tinggal di bangsanya sendiri.

 

Untuk melihat kesetiaan itu, maka kita dapat belajar dari perikope Minggu ini. Dari perikope ini kita akan melihat tiga bentuk kesetiaan, yakni:

 

Pertama, kesetiaan Naomi. Sebagai mertua yang baik, Naomi setia kepada peraturan adat istiadat Yahudi, bahwa jika seorang istri ditinggal mati oleh suaminya, maka si istri berhak kembali ke rumah orang tuanya untuk melanjutkan kehidupannya. Naomi bukan orang yang egois. Sebetulnya, bagi dia, lebih enak kalau Rut dan Orpa ikut dengan dia, sehingga ia tak usah sendirian. Tetapi, ia memberikan nasihat bagi kepentingan Rut dan Orpa, dan ia berdoa untuk mereka (ay. 8-9). 

 

Selain itu Naomi sangat setia kepada perintah TUHAN. Kendati pun suami dan kedua anaknya telah meninggal dunia, tetapi iman dan harapannya tetap digantungkannya kepada TUHAN. Naomi percaya bahwa segala sesuatu terjadi karena tangan Tuhan, atas karunia Tuhan (ay. 9). Dia meyakini bahwatangan Tuhan teracung kepadanya (ay. 13). Jadi, Naomi tahu bahwa peristiwa kematian suami dan kedua anaknya, lalu ia menjadi miskin dsb, pasti bukan terjadi secara kebetulan, tetapi dilakukan oleh Tuhan.

 

Kedua, kesetiaan Orpa. Setelah mendengar nasihat Naomi kepada Orpa dan Rut (ay. 8-13) yang menyuruh kedua menantunya untuk kembali ke rumah orang tua mereka karena ia tak punya anak laki-laki lain, dan ia sudah terlalu tua untuk bersuami lagi, dan kalaupun itu ia lakukan, akan terlalu lama bagi Rut dan Orpa untuk menunggu, maka Orpa memutuskan untuk taat pada nasihat mertuanya Naomi (ay. 14). Artinya, kesetiaan Orpa berhenti pada kematian suaminya. Mungkin Orpa berpikir: ini adalah nasihat dari orang yang lebih tua, dan orang itu adalah mertuanya sendiri, bahkan orang itu adalah orang yang rohani dan merupakan ibu rohaninya sendiri. Karena itu ia mentaati nasihat itu.

 

Apa akibatnya? Perhatikan ayat 15: ia kembali kepada bangsanya dan kepada para allahnya! Ini jelas menunjukkan bahwa ia meninggalkan Tuhan (Yahweh) yang adalah satu-satunya Allah yang benar! Ini jelas membawa dia kepada kebinasaan (neraka)! Ketidak setiaan Orpa kepada Allah yang disembah suaminya membuat ia kehilangan keselamatan kekal.

 

Ketiga, kesetiaan Rut. Rut mengambil keputusan yang berbeda dengan Orpa! Pada ayat 14 mengatakan bahwa Rut “berpaut” pada Naomi! Kata “berpaut” ini dalam bahasa Ibraninya sama dengan kata “Bersatu” dalam Kejadian 2:24 yang menunjukkan persatuan suami dengan istrinya! Melihat sikap yang diambil Rut itu, Naomi pun meresponnya dengan memberikan nasihat yang lebih dalam lagi! (ay. 15). Ia bukan sekedar menasihati untuk kembali kepada bangsanya, tetapi ia bahkan menasihati Rut untuk meniru Orpa dan kembali kepada para allahnya!

 

Tetapi perhatikan keputusan Rut dalam ayat 16-17. Rut mengambil keputusan untuk setia sampai mati! Keputusan ini ia ambil bukan semata-mata karena kesetiaannya kepada Naomi, tetapi karena alasan rohani/agama! Dalam ayat 16 ia mengatakan “bangsamu adalah bangsaku, Allahmu adalah Allahku”. Ini menunjukkan bahwa ia mau diyahudikan dan menyembah Allah Israel. Lalu dalam ayat 17 ia menyebut TUHAN (Yahweh). Ia tak lagi menyembah Kamos, tetapi ia menyembah TUHAN (Yahweh), Allah Israel, dan ini jelas membawa Rut pada kehidupan yang kekal!Dengan kesetiaan Rut ini, maka ia pun beroleh keselamatan kekal dari TUHAN.

 

RENUNGAN

Apa yang hendak kita renungkan dari perikope Minggu kedua setelah Trinitatis ini?

Pertama, kesetiaan kita kepada suami/istri kita menjadikan kita menerima secara totalitas keberadaan suami/istri kita. Apa yang kita lihat dari sikap Rut yang setelah menikah dengan anak Naomi, sudah menganggap bahwa ia sekarang telah menjadi bagian dari bangsa Israel. Berbeda dengan Orpa yang akhirnya kembali ke Moab, Rut justru mengambil sikap radikal dengan berkata, “ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, aku pun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apa pun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!” (ay. 16-17). Luar biasa bukan? Rut yang merupakan perempuan Moab, justru dalam kesempatan ini seakan-akan memiliki iman yang lebih dari Naomi. Rut memiliki prinsip bahwa sekali ia memutuskan untuk menikah, ia tidak hanya menikahi suaminya, tetapi juga “menikah” dengan keluarga dan Tuhan suaminya.

 

Apa yang dilakukan Rut tersebut ternyata berkenan di hati Allah. Rut adalah salah satu dari beberapa orang di luar bangsa Israel yang mendapat kesempatan untuk ikut ambil bagian menjadi bangsa pilihan Tuhan. Tentunya ada harga yang harus dibayar oleh Rut, ia harus meninggalkan keluarganya, masa lalunya, dan segala hal yang menyenangkan di kampung halamannya di Moab. Rut bisa saja kembali ke Moab seperti Orpa dan kembali ke kehidupannya yang lama, termasuk kehidupan rohani mereka. Tetapi Rut memutuskan untuk memiliki kehidupan rohani yang baru bersama Tuhan bangsa Israel. Hal ini tergambar jelas dalam kalimat yang diucapkan Rut: “bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku”.

 

Kedua, kesetiaan menuntut pengorbanan. Rut tahu dengan jelas bahwa ia tidak bisa mengharapkan apa-apa lagi dari Naomi. Naomi sendiri merupakan seseorang yang tidak suka untuk membebani orang lain. Ia lebih suka menolong dan melayani. Namun sebenarnya, bukankah juga ada saat untuk dilayani dan ditolong? Mengapa Naomi selalu memerankan posisi penolong? Selalu mengambil peran seperti ini bisa membawa kita kepada paranoia keputus-asaan tidak lagi berguna bagi orang lain. Kita tidak dipanggil untuk menjalankan cerita heroik seperti itu. Justru dalam cerita ini, Rutlah yang akan menolong Naomi. Naomi tidak perlu melahirkan anak laki-laki lagi untuk menjadi suami Rut karena itu bukan bagian Naomi, itu adalah bagian Tuhan, entah dengan atau tanpa Naomi. Tuhan sebenarnya sedang bekerja untuk menghibur kepahitan Naomi melalui menantunya yang mengenal Tuhan jauh lebih kemudian dari pada Naomi. Tuhan sedang mempersiapkan Rut untuk merawat Naomi.

 

Bukan hanya tidak mengharapkan apa-apa lagi, Rut justru bersedia untuk hidup berkorban bagi Naomi. Yang Rut sekarang dampingi adalah seorang perempuan yang tidak lagi berdaya, ya, yang mungkin hanya bisa menjadi beban baginya tapi Rut tidak keberatan dengan itu. Rut tahu bahwa Naomi sedang berjalan menuju kepada kematian dan liang kubur dan Rut bersedia untuk menyertai perjalanan menuju ke liang kubur itu: “di mana engkau mati, akupun mati di sana.” Rut bukanlah seorang oportunis yang hanya mau menyertai orang lain karena mendapatkan keuntungan atau manfaat. Rut menjadi gambaran dari Yesus Kristus yang rela mengalami kematian yang seharusnya kita alami.Yesus mendampingi perjalanan kita menuju kematian. Kita dipanggil untuk menjadi pendamping seperti Yesus, seperti Rut, yang mendampingi sesama kita berjalan menuju kepada kehancuran dan kematian, bukan karena keuntungan. Karena itu tidak salah menggunakan ayat ini dalam konteks pernikahan suami-isteri karena janji pernikahan juga berjanji untuk mengiringi yang kita kasihi menuju kepada kematian, bukan sekedar keberhasilan dan kesuksesan. Kiranya Tuhan mengaruniakan kepada kita hati yang berkorban seperti Rut, seperti Kristus.

 

Ketiga, kesetiaan akan berakhir dengan berkat Ilahi. Akhirnya, Tuhan pun memberkati Rut dan juga Naomi dengan luar biasa. Sebagai janda, tentunya secara manusia akan sulit bagi Rut untuk dapat menemukan suami lagi, tetapi Rut adalah orang yang percaya kepada Tuhan dan juga mau bekerja keras. Ketika tiba di Israel, Rut tidak hanya berdiam diri saja, tetapi ia pergi untuk memungut jelai di ladang (Rut 2:3). Akibat dari iman dan kerja keras Rut, Tuhan pun memberkati Rut dan Naomi dengan melimpah. Rut pun menjadi isteri Boas, dan akhirnya melahirkan anak yang dinamainya Obed (Rut 4:13-17). Obed pun nantinya akan memperanakkan Isai, yang selanjutnya memperanakkan Daud. Dari keturunan Daud inilah nantinya Yesus Kristus, Juruselamat dunia akan dilahirkan.

 

Tuhan mau kita menjadi seperti Rut, yang tidak tanggung-tanggung dalam memutuskan untuk setia mengikut Tuhan. Maukah kita menjadi seperti Rut yang sekali mengikut Tuhan akan selalu mengikut Tuhan dan tidak mau kembali ke belakang? Ketika kita setia dalam mengiring Tuhan, maka Tuhan akan memberkati kita dengan melimpah, dan bahkan akan memakai kita dengan luar biasa. Kita akan menjadi kepala dan bukan ekor (Ul. 28:13). Kita akan diberkati dan bahkan akan menjadi berkat bagi orang lain. Karena itu, tetaplah setia kepada TUHAN agar kita mengalami dan menerima berkat-Nya yang berkelimpahan. (rsnh)

 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN!

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...