Senin, 28 Maret 2022

Renungan hari ini: “ALLAH TELAH MENGASIHI KITA” (1 Yohanes 4:10)

 Renungan hari ini: 

“ALLAH TELAH MENGASIHI KITA”


 

1 Yohanes 4:10 (TB) "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita"

 

1 John 4:10 (NET) "In this is love: not that we have loved God, but that he loved us and sent his Son to be the atoning sacrifice for our sins"

 

Inisiatif kasih itu bukan dari manusia, melainkan dari Allah sendiri. Bukan kita yang mengasihi Allah terlebih dahulu, tetapi Allahlah yang lebih duluan mengasihi kita. Tujuan dan maksud Allah mengasihi kita adalah untuk pendamaian bagi dosa-dosa kita. Kasih yang Allah berikan kepada kita tidak ada syarat dan ketentuan yang diberlakukan. Benar-benar tidak ada! Kasih ini bukan hanya berbeda, melainkan bertabrakan dengan kasih manusia pada umumnya. Ini adalah kasih yang kontra-budaya (counter-cultural love).

 

Pertanyaan kita sekarang adalah apa saja karakteristik dari kasih Allah yang tanpa syarat?

 

Pertama, Allah sebagai inisiator kasih. Yohanes menegaskan bahwa Allah adalah inisiator kasih (ay. 10a). Dia yang aktif. Dia yang memulai. Dengan kata lain, kasih Allah bukanlah sebuah reaksi atas sesuatu. Untuk memperjelas hal tersebut, Yohanes secara sengaja meletakkan kata “bukan” (ouch) di awal kalimat (semua versi Inggris “not that we loved God”). Tidak ketinggalan, penerjemah LAI:TB pun secara tepat mengungkapkan makna yang sama: “bukan kita yang telah mengasihi Allah”. Jadi, yang ditegaskan adalah sisi negatifnya. Kasih kita bukan menjadi alasan, syarat, atau dorongan bagi kasih Allah.

 

Allah yang berinisiatif untuk mengasihi manusia merupakan salah satu keunikan kekristenan. Allah selalu menjadi originator (sumber) dan inisiator (prakarsa). Bukan kita yang memilih Allah, tetapi Ia yang lebih dahulu memilih kita (Yoh. 15:16). Bukan kita yang mencari Allah, melainkan Allah yang datang untuk mencari dan menyelamatkan kita (Luk. 19:10). Allah yang kita kenal melalui Yesus Kristus bukanlah Sang Penunggu maupun Sang Penuntut. Jika Dia menunggu, maka penantian-Nya akan sia-sia. Kita tidak mungkin mengambil inisiatif untuk mengasihi Dia. Jika Dia menuntut, maka Dia akan kecewa. Kita tidak mungkin mampu memenuhi tuntutan-Nya.

 

Kedua, dibayar mahal oleh Allah (ay. 10b). Inisiatif belaka tidaklah cukup. Cinta ada harganya. Bukan sekadar rangkaian kata-kata. Bukan hanya perasaan rindu yang menggebu-gebu. Bukan pula kegairahan yang murahan. Entah berapa banyak orang yang berani menyatakan cinta tetapi tidak mampu membuat cinta itu nyata. Hanya mengucapkan, tidak sanggup membuktikan. Tidak demikian dengan Allah. Dia memegang perkataan melalui perbuatan. Dia rela mencinta hingga terluka. Dia berani membayar harganya. Kasih Allah bersifat karunia. Diberikan secara cuma-cuma. Gratis. Apakah ini berarti bahwa kasih-Nya tanpa harga? Sama sekali tidak! Kasih ilahi bukan murahan. Diberikan secara cuma-cuma bukan karena tidak berharga, melainkan karena Dia sendiri telah membayar harganya bagi kita. Tanpa harga (yang Dia bayar), kasih-Nya menjadi tidak berharga (di mata kita).

 

Jika kita merenungkan secara lebih seksama, kasih Allah dalam diri kita sebenarnya memang bukan tanpa syarat. Ada syarat yang begitu berat. Walaupun demikian, syarat itu sudah dipenuhi oleh Allah sendiri. Ada harga yang tak terkira. Walaupun demikian, harga itu sudah dilunasi oleh Allah sendiri.  

 

Harga yang dibayar adalah Anak-Nya (ay. 10). Frasa “mengutus Anak-Nya ke dalam dunia” muncul tiga kali di pasal ini (4:9, 10, 14). Di ayat 9 diberi tambahan bahwa Anak ini adalah Anak-Nya yang tunggal. Dari besarnya harga yang dibayar, kita dapat mengetahui betapa seriusnya dosa. Jikalau dosa adalah persoalan yang sepele, mengutus Anak Allah ke dalam dunia akan menjadi pengorbanan yang berlebihan. Jikalau ada cara lain untuk mengatasi dosa, untuk apa Allah perlu mengorbankan Anak-Nya? 

 

Ketiga, ditujukan pada yang tidak pantas (ay. 10c). Tujuan dari pengutusan Anak Allah ke dalam dunia adalah untuk pendamaian dosa-dosa kita. Kata “pendamaian” (hilasmos) dalam Perjanjian Lama (LXX, Septuaginta) dikaitkan dengan “tutup pendamaian” (hilastērion) yang berada di ruang maha kudus (Kel. 25:10-22; 26:34). Itulah tempat imam besar memercikkan darah binatang untuk penghapusan dosa (Im. 16:15). Di situ pula tempat TUHAN bertahta dan bersabda (Kel. 25:22; 30:6; Bil. 7:89). Tanpa darah yang ditumpahkan di tutup pendamaian, tidak ada pengampunan, tidak ada relasi yang intim dengan TUHAN. Rekonsiliasi dan relasi terjadi di atas tutup pendamaian.

 

Itulah misi yang diemban oleh Anak Allah di dalam dunia. Dia menjadi agen rekonsiliasi dan relasi. Kedatangan-Nya ke dalam dunia untuk membereskan dosa. Namun, kita tidak boleh membayangkan sebuah misi yang mudah. Pemberesan ini membutuhkan pengorbanan. Ada kematian. Ada darah yang ditumpahkan.

 

Dari gambaran yang diungkapkan di 1 Yohanes 4:10 kita dapat melihat objek kasih Allah. Dia mengasihi orang-orang yang berdosa. Orang-orang yang sebenarnya tidak pantas untuk dikasihi.

 

Gambaran di ayat ini bersifat kontra-kultural. Menurut mitologi kuno dan berbagai ajaran lain, kesalahan manusia memang bisa mendatangkan murka dan hukuman dari para dewa. Untuk mencegah hal ini, manusia perlu memberikan korban tertentu, misalnya sesajian atau korban nyawa. Kemarahan dewa hanya bisa dipadamkan oleh manusia melalui tindakan manusia. Para dewa hanya bertindak sesuai dengan tindakan manusia.

 

Allah yang kita kenal dalam Kristus Yesus sangat berbeda. Dia memang membenci dosa. Dia memang menghukum orang berdosa. Sesuatu memang harus dilakukan untuk memuaskan keadilan-Nya. Hanya saja, Dia sendiri yang menyelesaikan semuanya. Allah sendiri yang memadamkan kemarahan-Nya. Tidak ada satu pun yang kita perlu lakukan. Tidak ada syarat apa-apa untuk menyurutkan murka-Nya. Karena itu, jika Allah telah mengasihi kita lebih duluan, maka kita pun sewajarnyalah lebih mengasihi Allah dan sesama manusia dengan segenap akal dan pikiran kita. (rsnh)

 

Selamat berkarya untuk TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...