Senin, 23 September 2019

Renungan hari ini: PENGHARAPAN TIDAK MENGECEWAKAN

Renungan hari ini: 

PENGHARAPAN TIDAK MENGECEWAKAN



Roma 5:5 (TB) "Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita" 

Romans 5:5 (NET) "And hope does not disappoint, because the love of God has been poured out in our hearts through the Holy Spirit who was given to us” 

Pengharapan manusia sering meleset dan mengecewakan karena pengharapan itu digantungkan kepada manusia. Pengharapan yang tidak mengecewakan hanya dapat dari TUHAN. Pengharapan kepada TUHAN tidak akan mengecewakan, karena janji TUHAN pasti digenapi-Nya. Dalam Roma 5:4-5 tertulis: … tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. Setelah terbukti setia kepada Tuhan Yesus melewati berbagai penderitaan, maka terbentuklah atau dihasilkan pengharapan. Tentu ini bukan pengharapan kebahagiaan dari dunia. Kata pengharapan di sini dalam teks aslinya adalah elpis (ἐλπίς),yang berarti menantikan dengan percaya sesuatu yang baik. Paulus mengatakan bahwa pengharapan itu tidak mengecewakan.

Kata mengecewakan dalam teks aslinya adalah kataiskhuno (καταισχύνω),yang  memalukan, mencemarkan, aib (to dishonour, disgrace, to put to shame, make ashamed). Paulus menunjukkan bahwa pengharapan itu tidak membuat malu, aib atau mencemarkan, walaupun fakta lahiriahnya mereka sungguh-sungguh dipermalukan dan dipandang rendah, seakan-akan mereka mengalami aib, yaitu ketika mereka mengalami aniaya yang hebat dari pihak penguasa Romawi, agama Yahudi, dan orang-orang kafir yang menentang mereka. Tetapi mereka malah bermegah, artinya bersukacita dan bangga dengan keadaan tersebut.

Pengharapan itu tidak mengecewakan, sebab kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. Pernyataan Paulus ini tidak bermaksud menganggap remeh penderitaan yang bisa membuat malu, tetapi orang percaya sebagai korban atau pelaku penderitaan tidak perlu merasa malu. Justru bisa bermegah atau bersukacita, sebab kasih Allah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus. Orang percaya tidak merasa malu sebab orang percaya dapat menghayati diri sebagai orang-orang istimewa bagi Allah semesta alam yang mencintai diri mereka.

Menghayati kasih Allah artinya merasakan kedudukan yang istimewa di hadapan Allah, bahwa Allah menempatkan orang percaya sebagai berharga di hadapan-Nya dan akan memberikan kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus. Orang percaya adalah biji mata Allah. Kalau Allah mengijinkan berbagai penderitaan harus dialami orang percaya, itu bukan karena ketidakmampuan Allah membela orang percaya. Bukan pula karena Allah tidak atau kurang mengasihi umat pilihan, sehingga membiarkan dan menginginkan orang percaya menderita tanpa alasan. Penderitaan diijinkan terjadi dalam kehidupan orang percaya demi supaya orang percaya mengalami penyempurnaan. Orang yang sudah mengalami penderitaan badani dapat berhenti berbuat dosa (1Ptr. 4:1). Aspek lain, penderitaan demi pekerjaan Tuhan mengerjakan kemuliaan kekal (Rm. 8:17-18; 2Kor. 4:17 dan lain sebagainya).

Menghayati kasih Allah ini tidak cukup dengan perenungan, tetapi harus melalui peristiwa kehidupan konkret yang harus dijalani. Hanya orang-orang yang benar-benar telah memiliki hubungan yang harmoni dengan Allah -karena hidup di dalam kesucian dan kebenaran-Nya serta menderita bagi kepentingan Kerajaan Surga- yang dapat menghayati dengan benar kasih Allah. Orang-orang yang hidup dalam dosa dan hidup hanya untuk kesenangan diri sendiri tidak layak menjadi manusia yang istimewa di hadapan Tuhan.

Banyak orang mengaku dapat menghayati kasih Allah, tetapi sebenarnya belum sama sekali. Mereka hanya mengerti mengenai korban Tuhan Yesus di kayu salib yang menurut anggapan mereka telah secara otomatis menempatkan diri mereka menjadi istimewa di hadapan Allah. Penghayatan mereka terhadap kasih Allah hanya fantasi semata-mata, semu belaka. Dari hal ini terbangunlah Kekristenan palsu, mereka menghayati kasih Allah hanya dalam liturgi gereja. Semua berlangsung seperti sandiwara, tetapi kenyataan hidup sehari-hari tidak ada landasan untuk memiliki penghayatan tersebut dengan benar. Keberimanan mereka hanya pada keyakinan dalam nalar. Mereka pasti tidak memiliki pengalaman pribadi dengan Allah setiap hari. Ciri orang Kristen seperti ini adalah tidak hidup dalam kesucian Allah, masih bisa dibahagiakan oleh dunia, membatasi kesediaannya melayani Tuhan, masih perhitungan dengan Tuhan, tidak berani “all out”,tidak merindukan bertemu dengan Tuhan atau belum merindukan langit baru dan bumi yang baru. Pada dasarnya mereka masih duniawi.

Memang sebenarnya manusia berharga dan istimewa di hadapan Allah, yang oleh karenanya Tuhan Yesus dihadirkan di bumi untuk menyelamatkannya. Tetapi kalau seseorang tidak bersedia menerima karya keselamatan dengan iman -artinya tidak hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah dan tidak rela mengikut Tuhan Yesus, yaitu menderita bersama dengan Dia- berarti ia menolak keselamatan. Orang seperti ini tidak layak masuk ke dalam Kerajaan Surga menjadi anggota keluarga Kerajaan. Karena itu, teruslah berharap kepada TUHAN karena Ia akan menjawab segala harapan kita. (rsnh)

Selamat berkarya untuk TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...