Kotbah Minggu 4 setelah Trinitatis
Minggu, 27 Juni 2021
"KASIH PERSAUDARAAN”
Kotbah: 2 Samuel 1:17-27 Bacaan: 2 Korintus 8:7-15
Minggu ini kita akan memasuki Minggu keempat setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Kasih Persaudaraan”. Peliharalah kasih persaudaraan, demikian penulis Ibrani memberikan nasihatnya pada bagian akhir surat yang ditulisnya. Menjadi orang yang dikasihi tentu menyenangkan, tetapi ada kebahagiaan yang bahkan lebih besar ketika kita dapat memberikan, atau menunjukkan kasih kepada orang lain (Ibr. 13:1).
Persahabatan sejati tidak didasarkan pada syarat- syarat yang berubah-ubah. "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu." Seringkali seorang sahabat menjadi lebih karib daripada seorang saudara. Karena seorang sahabat adalah orang yang menambah sukacita kita dan membagi kesedihan kita. Seorang teman/sahabat yang baik akan memberikan waktunya kepada sahabatnya pada saat ia membutuhkannya, termasuk pada masa-masa kesukaran/kemalangan/kesengsaraan (Ams. 17:17).
Dalam Yohanes 15:14 ditulis bahwa seorang sahabat akan melakukan apa yang diminta oleh sahabatnya tersebut. Untuk menyatakan pentingnya persahabatan, di dalam ayat ini diperjelas lagi dengan mangatakan bahwa sahabat itu bagaikan seorang saudara yang memang dilahirkan untuk berbagi dalam kesulitan-kesulitan atau kesukaran-kesukaran.
Mengapa penting bagi kita untuk menunjukkan kasih kepada orang lain? Sebab, manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dengan orang-orang yang lain. Manusia tidak dapat hidup sendirian. Dan, terlebih dari itu, sikap kasih adalah inti Kekristenan sejati. Tanpa kasih, kita tidak bisa memiliki ikatan yang erat dengan orang-orang sekeliling kita. Bagaimana jika kita kurang memiliki kasih? Paulus mengatakan: "tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing" (1 Kor. 13:1). Dan selanjutnya sang rasul melanjutkan tentang betapa pentingnya mengasihi itu: "sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna" (1 Kor. 13:2b).
Dalam perikope Minggu ini kita akan menemukan dua bentuk kasih persaudaraan, yakni:
Pertama, kasih persaudaraan antara Daud dan Yonatan. Yonatan, putera sulung raja Saul dari istrinya yang satu-satunya (1 Sam. 14:49-50). Dialah ahli waris bapaknya; dia setia kepada Daud dan sangat mengasihi Daud (1 Sam. 20: 17), yang akan menggantikan Saul. Keberanian dan semangatnya sebagai pendekar, yang dikenang dalam nyanyian ratapan Daud (2 Sam. 1:22). Yonatan dikenang adalah terutama karena persahabatannya dengan Daud. Yonatan, dia mengikat sumpah dan mengikrarkan kesetiaan persaudaraan dengan Daud sesudah kematian Geliat (1 Sam. 18:1-4). Oleh karena itu, ia terpaksa menghadapi permusuhan dan kecurigaan dari pihak bapak kandungnya, bahkan membahayakan hidupnya sendiri (1 Sam. 19: 1-7; 20). Perpisahan dua sahabat karib ini sangat mengharukan. Agaknya Yonatan tidak menyertai bapaknya dua kali memburu Daud, yaitu ke En-Gedi dan Hakhila. Akhirnya ia tewas secara menyedihkan dalam kemenangan orang Filistin di Gunung Gilboa, bersama bapaknya dan kakak-adiknya (1 Sam. 31:2).
Hubungan persahabatan yang erat antara Daud dan Yonatan menjadi contoh kisah kasih persaudaraan yang paling menonjol dalam catatan Alkitab Perjanjian Lama. Meskipun Yonatan, berdasarkan keturunan, adalah ahli waris takhta Saul, ayahnya, ia tidak membenci Daud dan memandangnya sebagai saingan, tetapi ia mengakui bahwa perkenan Allah ada pada Daud. Alkitab menyatakan persahabatan Dauddan Yonatan ini sebagai "perpaduan jiwa" (1 Sam. 18:1). Ketika Yonatan tewas dalam pertempuran, Daud dengan sangat pilu meratapi kematian sahabatnya itu (2 Sam. 1:26).
Daud berbicara tentang persahabatannya yang istimewa dengan Yonatan dipandang dari segi pengabdian, penyerahan, dan kesatuan tujuan. Yonatan telah menerima pilihan Allah untuk Daud sebagai raja yang berikut tanpa merasa iri atau dengki.
Hubungan Daud dengan Yonatan jika digambarkan dengan bahasa sekarang, istilah kekiniannya adalah "Bromance"yaitu suatu ikatan emosional non-seksual yang erat antara dua orang laki-laki (atau lebih). Suatu persahabatan yang memiliki tingkat keintiman emosional yang sangat tinggi seperti hubungan kakak-beradik bahkan lebih dari itu. Kita tentu tahu makna kata "romance" yang menunjukkan suatu keadaan yang mengungkapkan perasaan riang bahagia yang berhubungan dengan cinta antara dua orang yang saling mencintai. Istilah "Bromance" diambil dari situ, hanya saja "Bromance" ini tidak melibatkan perasaan cinta-asmara dan seksualitas. Tetapi lebih ke perasaan kasih persaudaraan (brotherhood). Persahabatan yang sedemikian itu dapat terjalin karena Daud maupun Yonatan menempatkan loyalitas kepada Allah di atas segala-galanya.
Dan, merujuk kembali kepada "Bromance" Daud dan Yonatan, kita melihat kesetiaan non seksual- Yonatan, secara jasmani dan rohani merupakan teladan tentang kesetiaan kepada kebenaran dan persahabatan, maupun dalam hal mendamaikan orang. Sikap Yonatan merupakan tugas dan watak yang harus dimiliki anak-anak Allah.
Kedua, kasih persaudaan antara Daud dan Saul. Berbeda dengan Yonatan, kasih persaudaraan Daud dengan Saul agak unik. Pada dasarnya Saul tidak menyukai Daud, namun Daud tetap menjalin kasih persaudaraannya dengan Saul. Hal itu terbukti bahwa Daud tidak menginginkan kematian Saul. Meskipun Daud berada dalam bahaya jikalau Saul masih hidup, tetapi kecintaannya kepada Israel sebagai umat Allah membuat dia tidak ingin raja Israel itu dihancurkan. Dia tidak ingin keamanan pribadinya menjadi lebih utama daripada keamanan seluruh bangsa.
Hati Daud tidak pernah berpaling dari raja yang diurapi Tuhan. Dia tidak pernah kehilangan kesetiaan kepada Saul. Dia tidak membunuh Saul dalam dua kesempatan. Dia juga tetap berduka karena kematian Saul bahkan membunuh orang yang mengaku membunuh Saul. Dia tetap setia kepada Saul walaupun Saul berusaha membunuh dia. Setelah kita renungkan hal ini barulah kita menyadari betapa bodohnya Saul. Saul membenci Daud tanpa alasan. Dia menyingkirkan pemimpin pasukannya sendiri yang sangat berbakat. Dia mengusir tentaranya yang paling berprestasi. Kebodohan yang terjadi karena Saul berjiwa kerdil. Mari kita belajar untuk menjauhi jiwa kerdil seperti ini. Jiwa kerdil mudah merasa terancam oleh prestasi orang lain. Jiwa kerdil mudah iri hati. Jiwa kerdil mudah merasa tersaingi oleh orang-orang lain. Saul menyingkirkan Daud dan karena itu dia kehilangan kekuatan yang sangat besar di dalam pasukan perangnya. Tetapi Daud tetap menunjukkan kesetiaannya kepada Saul dengan berduka karena kematian Saul. Daud juga mengeksekusi pembunuh Saul. Setelah itu dia juga memaksa seluruh pasukannya bersedih hati karena Saul dengan menyanyikan nyanyian ratapan.
Apakah bukti bahwa Daud mengasihi Saul?
Pertama, Daud meratapi kematian Saul. Lalu mengapa Daud meratapi kematian Saul?
(1) Daud meratapi kematian Saul karena ia melihat bahwa dalam diri Saul ada hal-hal yang hebat, yang seharusnya bisa berguna untuk kemuliaan Tuhan, tetapi ternyata semua itu disia-siakan. Daud telah mengenal Saul sebagai orang yang dipilih oleh Allah; diperlengkapi untuk kegiatan yang tinggi dalam kerajaan Allah, dan dalam suatu posisi untuk mempersiapkan jalan bagi datangnya raja yang lebih kuat/hebat. Kesempatan yang sangat bagus muncul; pengaruh yang kuat dibawa untuk dipikul/diemban; tetapi semua sia-sia. Missi dari kehidupan gagal. Pekerjaan yang mulia tidak dilakukan. Kemampuan-kemampuan yang bagus terbuang. Terhina, ditinggalkan oleh Allah, dipenuhi dengan rasa malu - rasa malu dari kehidupan yang gagal - ia mati. Kematian yang biasa akan merupakan kemuliaan dan berkat dibandingkan dengan kematiannya ini. Apa yang benar untuk Saul bisa benar tentang orang-orang lain, dan menyedihkannya, ini sering merupakan fakta. Allah mempunyai tujuan / rencana dalam kehidupan dari setiap orang, dan urusan kita dalam dunia ini adalah untuk mengerti sifat dari tujuan / rencana itu dan mewujudkannya dalam pengalaman kita.
(2) Daud tidak melihat Saul sebagai musuh pribadi, tetapi sebagai raja yang berani, yang mati karena membela negara/bangsanya. Kita memperhatikan juga kemuliaan dari sifat Daud dalam diam totalnya ia berkenaan dengan dirinya sendiri, dan kata-kata pujiannya yang murah hati untuk orang mati, bukan hanya tentang Yonatan, tetapi juga tentang Saul. Iri hati yang jahat dan kecemburuan yang keras kepala dari Saul tidak lagi diingat, dan ia melihat dalam dia, bukan seorang musuh pribadi, tetapi raja yang berani yang telah jatuh / mati karena perkara dari negaranya.
Kedua, Daud memandang Saul secara positif, bukan secara negatif. Ia hanya memperhatikan hal-hal yang baik dalam diri Saul, tetapi melupakan hal-hal buruk dalam diri Saul. Kalau hal seperti ini dilakukan secara extrim, juga bukan merupakan sesuatu yang baik, karena akan menyebabkan kita terus membiarkan kesalahan-kesalahan dalam diri seseorang. Tetapi perlu diingat bahwa Daud melakukan hal ini terhadap Saul, yang sudah mati. Bagaimana cara saudara menilai seseorang? Ada orang-orang yang terlalu kritis, yang selalu hanya menyoroti kejelekan seseorang. Orang seperti ini sebetulnya merugikan dirinya sendiri, karena akan kecewa/marah terhadap semua orang.
RENUNGAN
Pertama, dalam membangun kasih persaudaraan kita harus menghindari sikap mengingat-ingat kebencian orang kepada kita. Daud tidak mengingat-ingat kebencian Saul kepadanya, justru dia sangat bersedih dan terpukul atas kematian seorang raja yang diurapi Tuhan. Kita dapat melihat bagaimana kasih setia Daud kepada Saul, walaupun sebelum kematian Saul ini Daud mempunyai kesempatan untuk membunuh Saul namun itu tidak dilakukannya dan pada saat kematian Saul ini telah melapangkan jalan baginya untuk menjadi raja dan lepas dari pengejaran Saul, namun situasi ini tidak membuat dia bersukacita.
Kedua, dalam membangun kasih persaudaraan hindarilah membalaskan kejahatan dengan kejahatan. Dari sini kita belajar banyak tentang kebesaran kasih Daud, dia tidak pernah berniat untuk membalaskan rencana-rencana jahat yang dilakukan oleh Saul kepadanya, bahkan saat kematian Saul dia merasakan kesediahan yang dalam dengan membuat nyanyian ratapan dan mengajarkannya kepada kepada seluruh umat untuk turut berduka.
Ketiga, dalam membangun kasih persaudaraan kita harus menghormati orang yang diurapi TUHAN. Kita dapat melihat mengapa Daud tidak pernah membalaskan kejahatan Saul kepadanya, bahwa Daud sangat menghormati pengurapan Tuhan atas Saul sebagai raja. Dan itu juga sebabnya mengapa Daud menghukum mati orang yang mengabarkan kematian Saul karena mengaku-ngaku sebagai orang yang membunuh Saul.
Keempat, dalam membangun kasih persaudaraan hindarilah pengandalan kekuatan diri sendiri. Jika mengandalkan kekuatan kita tidak akan mungkin dalam menghidupi kasih yang murni dan tulus, tetapi kita dapat menghidupi kasih adalah karena kita menghidupi kasih Tuhan. Artinya dalam konteks Saul dan Daud ada pengurapan Tuhan yang menjadi jembatan kasih Daud kepada Saul. Demikian halnya dengan dengan kita saat ini, bahwa Allah telah menyatakan kasih-Nya kepada kita melalui Yesus Kristus yang diurapi. Kita tidak akan mungkin dapat menghidupi kasih kepada sesama dengan baik jika bukan melalui Yesus. Yesus adalah “jembatan kasih” kita kepada sesama manusia. Karena itu, teruslah jalin kasih persaudaraan kepada siapa pun baik orang yang mengasihi kita maupun orang yang membenci kita. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN