Sabtu, 25 April 2020

KOTBAH MINGGU MISERCORDIASDOMINI Minggu, 26 April 2020 “KESETIAAN ALLAH”

Minggu, 26 April 2020

Kotbah: Roma 3:1-8  Bacaan: Bilangan 14:17-19



Minggu ini kita akan memasuki Minggu Misericordiasdomini, yang artinya, “Bumi penuh dengan kasih setia Tuhan” (Mzm. 33: 5b). Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Kesetiaan ALLAH”. Apakah yang dimaksud dengan “setia”? Setia berarti dapat dipercaya. Allah itu setia. Artinya, Dia adalah Allah yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Dia senantiasa memegang dan menepati janji-Nya. Setiap firman yang diucapkan-Nya pasti digenapi. Karena itu, kita tak perlu ragu atau kuatir akan penggenapan janji Allah dalam hidup kita. Kita dapat dengan tenang bersandar kepada-Nya dan mempercayai kesetiaan-Nya yang tak pernah berakhir.

Pada Minggu ini kita akan belajar tentang kesetiaan Allah dalam kehidupan kita. Karena ketika kita memiliki pemahaman dan akhirnya menjadi prinsip dalam kehidupan kita bahwa Allah tetap setia dalam segala “musim” dalam kehidupan kita, maka iman kita akan tetap kuat, kita akan tetap mengucap syukur dalam segala keadaan.

Sebelumnya kita akan melihat tentang pengertian kesetiaan. Menurut KBBI, Kesetiaan adalah berpegang teguh (pada janji, pendirian, dsb); patuh; taat: bagaimanapun berat tugas yang harus dijalankannya. Menurut Alkitab: Dalam Perjanjian Lama (PL) kata yang digunakan untuk kesetiaan adalah kata “Emunah”kokoh, tidak tergoyahkan, tidak berubah. Dalam Perjanjian Baru (PB), kata yang digunakan untuk kesetiaan adalah kata “Pistos”, artinya: dapat / layak dipercaya, taat menjalan-kan perintah, orang percaya, pengikut atau penganut.

Dari definisi kesetiaan di atas, maka kita bisa simpulkan bahwa kesetiaan Allah adalah ALLAH yang setia yang berpegang teguh pada janji-Nya, yang tidak tergoyahkan dan layak untuk dipercaya. Kesetiaan Allah adalah sifat dan teladan Allah (Ul. 7:2; 2 Tes. 3:3).

Untuk membuktikan kesetiaan Allah maka dalam Alkitab, Dia memberikan 2 bukti :
Pertama, ALLAH berpegang teguh kepada perjanjian yang telah dibuat-Nya (Mzm. 145:13). “Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala perkataan-Nya (TUHAN setia kepada semua janji-Nya – BIMK) dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya.” Allah yang Tidak berubah dulu, sekarang dan selamanya (Mal. 3:6) “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah” 

Kedua, kesetiaan Allah tetap turun-temurun (Mzm. 100:5). Allah tetap setia sekalipun kita tidak setia (2 Tim 2:13).Ketika Alkitab memberikan bukti maka itu adalah Kebenaran. Artinya memang Tuhan adalah Allah yang setia, yang akan terus menyertai kita dalam menghadapi segala macam tantangan kehidupan kita.

Persoalan sekarang adalah apakah Allah tetap setia jika orang Yahudi tidak setia? Paulus menegaskan bahwa sekalipun orang Yahudi tidak setia, namun ketidaksetiaan mereka tidak dapat membatalkan kesetiaan Allah. Artinya, ketidaksetiaan orang Yahudi dapat dipakai Allah untuk menyatakan diri-Nya sebagai Allah yang benar (ay. 4). Ketidaksetiaan mereka tidak meniadakan kesetiaan Allah. Paulus sekali lagi menegaskan bahwa Allah setia. Kesetiaan itu bahkan berlaku meskipun sejumlah orang tidak setia. Maka bisa dikatakan bahwa Allah tetap setia, meskipun sebagian umat Israel tidak setia pada perjanjian karena tidak percaya kepada Yesus Kristus.

Makna ayat 3 akan lebih jelas lagi kalau kita memperhatikan permainan kata yang terdapat dalam ayat 2 dan 3 di mana Paulus mengajukan pertanyaan bagaimana, kalau beberapa orang menjadi tidak setia? Ketidaksetiaan mereka apakah akan menghilangkan kesetiaan Allah? Ini adalah sebuah pertanyaan retoris (yang tidak perlu dijawab). Karena memang pada dasarnya kesetiaan Allah tidak bergantung kepada kesetiaan manusia, sebab mesikupun ada beberapa orang yang tidak setia kepada Allah, Allah sendiri tetap setia. 

Dalam Bahasa Yunani kata ketidak setiaan  menggunakan kata Apisteuein/apistia yang berarti tidak setia atau dapat diartikan juga menjadi tidak setia. Menjadi tidak setia kepada apa, hal ini menjadi sebuah pertanyaan penting. Ketidak setiaan mereka adalah terhadap Firman Allah yang dipercayakan kepada mereka. Mereka di sini adalah orang-orang Yahudi. Jadi, orang Yahudi tidak setia atau menjadi tidak percaya kepada Firman Allah yang telah dipercayakan kepada mereka. Namun yang menjadi menarik adalah Allah yang adalah pemberi Firman itu tetap setia kepada mereka yang tidak melakukan Firman-Nya. Selanjutnya ayat ini dilanjutkan dengan sebuah kalimat yang mengatakan “sebaliknya”. Kata “Sebaliknya” ingin menunjukan bahwa Allah adalah Allah yang benar. Semakin jelaslah bahwa Allah akan tetap setia kepada semua umatnya sekalipun ada beberapa umat-Nya yang tidak percaya kepada-Nya bahkan seluruh umat-Nya.

Kita sering menuntut kesetiaan Allah di hidup kita. Namun, sebelum kita bertanya dan menuntut kesetiaan Allah, sudahkah kita benar setia kepada-Nya? Sudahkah kita selalu setia kepada Allah dalam segala situasi dan kondisi kehidupan kita? Jawaban-nya: tidak. Realitanya kita hanya setia kepada-Nya ketika kita ada perlunya, jika ternyata kemauan kita tidak terpenuhi juga maka terkadang kita mulai mempertanyakan kesetiaan Allah.

Padahal kita sebenarnya yang mulai tidak setia dan menjauh dari-Nya. Kita sering meremehkan dosa, dengan berpikir bahwa Allah Mahakasih maka ketika kita berbuat dosa, pasti Allah mengampuni kita. Namun, saat penghukuman Allah yang datang; maka kita mulai mengatakan "Allah tidak setia!". Padahal
sebenarnya Allah tetap setia, hanya kesetiaan-Nya diwujudkan dalam penghukuman agar manusia dapat belajar menjadi pribadi yang lebih setia kepada-Nya.

Rasul Paulus menasihatkan kita bahwa Allah setia dengan umat-Nya. Ia selalu hadir dalam setiap detik kehidupan umat-Nya. Allah ada dan selalu ada. Namun, sikap kita yang cenderung lebih sering mengeluh daripada bersyukur membuat kita tidak dapat merasakan kesetiaan-Nya. Sudahkah hari ini hidup kita senantiasa diisi
ucapan syukur? Atau lebih banyak keluhan?". Bersyukurlah maka kita akan selalu merasakan kehadiran-Nya yang setia dalam hidup.

Adabanyak alat pengukur yang dipakai orang dalam kehidupan sehari-hari, contohnya thermometer sebagai alat pengukur suhu atau temperatur, barometer sebagai alat pengukur kelembaban, atau anemometer sebagai alat untuk mengukur kecepatan angin, dan masih banyak lagi alat pengukur lainnya. Tetapi adakah alat pengukur kesetiaan seseorang? Ada! Apa itu? Perbuatannya! Kesetiaan manusia terbatas dan tidak sempurna. Ia berubah-ubah tergantung keadaan atau suasana, dan apakah menguntungkan dirinya atau tidak. Dan anehnya mencari orang yang setia sulitnya bukan main. Tidak heran bila kita mendengar banyak pasutri kawin cerai dan berselingkuh dan terjadi pemberontakan terhadap atasan atau pimpinan yang sah. Mengapa bisa terjadi demikian? Karena manusia telah jatuh dalam dosa. Ketidaksetiaan telah menjadi watak dari manusia berdosa. “Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?” (Ams. 20:6). Bagaimana dengan kesetiaan Allah? Tidak pernah berubah! Dulu, sekarang dan sampai selamanya kesetiaan-Nya sama. Setia terhadap apa? Janji-janji-Nya! Firman-Nya! Kesetiaan-Nya tidak pernah berubah sekalipun manusia tidak setia. Kesetiaan-Nya tidak pernah berubah karena dosa kita. Justru saat kita menjadi manusia berdosa Dia mendemonstrasikan kesetiaan-Nya kepada manusia dengan mengutus Anak-Nya yang Tunggal untuk menebus dosa kita di atas kayu salib. "Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya." (2 Tim. 2:13). Tetapi apakah ini menjadi lampu hijau buat kita untuk melakukan dosa, toh Tuhan tetap setia? Tidak! Sekali-kali tidak! Justru karena Dia tidak pernah berubah itulah membuat kita bergantung sepenuhnya pada janji-janji-Nya. Tidak ada janji-Nya yang tidak pernah Dia tepati, semuanya Dia tepati. Dia adalah Kebenaran. Oleh sebab itu saat kita sakit, Yesus akan datang sebagai Penyembuh kita. Saat kita tertekan dan putus asa Dia akan datang sebagai Raja Damai. Tunggu apa lagi? Datanglah kepada-Nya dan percayalah apa yang dikatakan-Nya, maka hari ini akan menjadi hari yang indah bagi kita. Yesus setia sampai selamanya. 

Aspek penting yang juga harus dipahami adalah bahwa kesetiaan Allah tidak merusak hakikat-Nya. Bukan berarti karena Allah setia, maka umat yang bersalah tidak dihukum. Dalam Roma 2 dikemukakan dengan sangat jelas bahwa hukuman pasti ditimpakan atas kejahatan, bahwa semua manusia harus menghadap takhta pengadilan Allah. Bukan hanya orang Yahudi, tetapi juga bangsa-bangsa lain. Firman Tuhan mengatakan, walaupun bangsa lain tidak disunat, tetapi kalau mereka menuruti hukum, maka mereka disebut sebagai Yahudi sejati. Kesetiaan Allah bukan dinyatakan dalam bentuk toleransi terhadap kejahatan, tetapi terletak pada kesediaan Allah yang masih memberi kesempatan umat Israel untuk menjadi umat Perjanjian Baru. Kalau pun akhirnya mereka menolak, maka mereka juga akan dibuang (Rm. 11:21).

Hal di atas ini memiliki implikasi yang sangat penting bagi orang percaya. Fenomena kehidupan bangsa Israel paralel dengan kehidupan orang percaya. Walaupun seseorang beragama Kristen, mengaku percaya dan melakukan kegiatan agamanya, tetapi kalau tidak hidup dalam ketaatan kepada kehendak Allah setiap hari dengan standar kesucian Tuhan Yesus, maka ia pun bisa ditolak Allah atau terbuang ke dalam api kekal. Dalam Matius 7:21-23 jelas sekali ditunjukkan bahwa ada orang-orang Kristen yang sudah memiliki karunia-karunia rohani, tetap tertolak sebab tidak melakukan kehendak Bapa. Terkait dengan hal ini, bisa dimengerti kalau Paulus berusaha untuk berkenan kepada Allah, sebab ia pun harus menghadap takhta pengadilan Allah (2Kor. 5:9-10). Usaha Paulus bukanlah usaha untuk mencari keselamatan, tetapi mengisi imannya. Harus diingat bahwa iman tanpa perbuatan seperti tubuh tanpa roh.

Pertanyaan kita yang terkahir adalah, dengan apakah kesetiaan Allah itu dinyatakan? Ada berbagai cara Allah menyatakan kesetiaan-Nya bagi kita, yaitu:

Pertama, kesetiaan Allah dinyatakan dengan memelihara janji-Nya. Dia tak pernah mengingkari janji-Nya dan selalu menepati setiap perkataan yang diucapkan-Nya (Ul. 7:9).

Kedua, kesetiaan Allah dinyatakan dengan menjaga dan memelihara kita dari segala yang jahat. Dia tak akan membiarkan kita dicobai melebihi kekuatan kita. Sebaliknya, Dia akan senantiasa menyertai kita dan memberikan pertolongan kepada kita saat kita mengalami pencobaan atau kesusahan. Tetapi Tuhan adalah setia. Ia akan menguatkan hatimu dan memelihara kamu terhadap yang jahat (2 Tes. 3:3). Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya (1 Kor. 10:13).

Ketiga, kesetiaan Allah dinyatakan dengan menyelamatkan umat-Nya dari kebinasaan. Dalam Maszmur 98:3 dikatakan: Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita.

Keempat, kesetiaan Allah dinyatakan dengan mengampuni dan menyucikan kita dari segala dosa dan kejahatan.Dia juga menguduskan serta memelihara hidup kita agar hidup kita tak bercacat pada hari kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang kedua kali. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan (1 Yoh. 1:9). Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita. Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya. (1 Tes. 5:23-24).

Demikianlah, kesetiaan Allah nyata dalam segala hal yang dikerjakan-Nya. Bila kita sungguh-sungguh mengenal dan menyadari kesetiaan Allah, tentu kita akan dapat menjalani hidup kita dengan tenang. Kesetiaan Allah akan senantiasa menjadi penghiburan dan kekuatan bagi kita saat pencobaan dan kesusahan datang. Kita dapat bersandar dan mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada-Nya, karena kita tahu bahwa Dia tak mungkin mencelakakan atau berlaku curang kepada kita. Karena itu, marilah kita membalas kesetiaan Allah itu dengan senantiasa berlaku setia di hadapan-Nya, setia dalam iman, setia dalam ketaatan, setia dalam kasih, dan setia dalam pengharapan kepada-Nya. (rsnh)

Selamat beribadah di rumah masing-masing dan menikmati lawatan TUHAN!

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...