Senin, 17 Agustus 2020

Renungan hari ini: MAKANAN HALAL

 Renungan hari ini:

 

MAKANAN HALAL



 

Kisah Para Rasul 11:9 (TB) Akan tetapi untuk kedua kalinya suara dari sorga berkata kepadaku: "Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram!"

 

Acts 11:9 (NET)  But the voice replied a second time from heaven, "What God has made clean, you must not consider ritually unclean!”

 

Perdebatan yang masih terus hidup hingga sekarang adalah soal “makan halal dan haram”. Perdebatan ini tidak hanya dengan umat agama lain, namun di kalangan umat Kristen pun perdebatan ini masih berlangsung. Misalnya saja, bagi penganut denominasi Advent, ada makanan tertentu yang haram, misalnya: tidak boleh makan daging babi, ikan yang tidak bersisik, darah, bahkan minum kopi. Di pihak lain ada denominasi Pentakosta dan Kharismatik yang mengharamkan makan darah. Namun, dari denominasi Protestan lebih cenderung setuju bahwa tidak ada makanan yang haram. Oleh karena perbedaan tersebut, maka tidak jarang terjadi kesalahfahaman di antara denominasi-denominasi tertentu, dan menyalahkan kelompok tertentu. Tentu, untuk menyatakan konsep kelompok tertentu salah haruslah berdasarkan Alkitab, dan tidak diperkenankan menyalahkan denominasi tertentu hanya karena iri hati atau kebencian karena mungkin merasa “mencuri domba” dari denominasinya.

 

Membahas tentang topik “makanan halal dan haram” ini kerap dipandang sebagian kalangan sebagai usaha sia-sia, sebab mereka berpendapat bahwa persoalan ini telah menjadi bahan perdebatan sejak bertahun-tahun yang lalu. Tetapi apakah benar demikian? Sebenarnya tidak! Semua masalah bisa diselesaikan melalui terang Firman Tuhan, hanya saja kita harus berkomitmen untuk menyelesaikannya dan tidak mengeraskan hati untuk memegang pandangan yang telah jelas bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan.

 

Dalam kesaksian Kitab Suci, perdebatan makanan halal dan haram dapat kita lihat dalam beberapa periode, seperti:

Pertama, periode jaman Adam dan Hawa (Manusia Pertama) hingga jaman Nuh (Air Bah). Sebelum Allah meciptakan manusia debu dari tanah, Allah telah terlebih dahulu menciptakan materi dasar untuk membuat manusia tersebut, yaitu tanah. Tak hanya itu, Allah juga menciptakan makanan untuk dikonsumsi oleh manusia pertama tersebut! Di dalam Kejadian 2:9 dituliskan bahwa Allah menciptakan buah dari pepohonan untuk dimakan oleh manusia pertama tersebut. Sampai di sini, kita tidak menemukan ada ijin dari Allah kepada manusia untuk memakan daging, apalagi darah. Lebih lanjut, perintah Allah dipertegas di ayat 16-17, yaitu: “semua pohon dalam taman ini boleh kau makan buahnya dengan bebas,…” Fakta ini menunjukkan bahwa pada permulaan peradaban manusia, Allah hanya mengijinkan manusia mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran, tetapi masih mengharamkan untuk mengkonsumsi daging dan darah.

 

Kedua, periode jaman Nuh (Air Bah) hingga jaman Hukum Taurat. Pada jaman ini, perintah Allah terlihat kontras dengan jaman Adam dan Hawa, sebab di jaman ini Allah telah memerintahkan Nuh untuk memakan daging. Di dalam Kejadian 9:3 Allah memberi perintah “segala yang bergerak yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau.” Pada periode ini, Allah mengijinkan manusia untuk mengkonsumsi daging. Hal ini terindikasi dari pernyataan “semua yang bergerak, yang hidup.” Tentu kita tidak sedang berpikir bahwa tindakan kanibal itu adalah legal pada zaman ini, sebab Allah menentang posisi tersebut. Allah berkata bahwa orang yang menumpahkan darah manusia akan Tuhan tuntut (Kej. 9:5). Dalam periode ini, Allah belum membeda-bedakan binatang tertentu untuk dimakan. Tetapi, walaupun Nuh telah diijinkan untuk mengkonsumsi daging, ternyata Allah belum mengijinkannya untuk memakan darah. Sehingga pada zaman ini darah masuk dalam kategori makanan yang halal. Intinya, pada periode ini Allah telah mengijinkan manusia memakan daging dan juga tumbuhan hijau, tetapi mengharamkan darah.

 

Ketiga, periode jaman Hukum Taurat hingga jaman Tuhan Yesus di bumi. Pada jaman hukum taurat, kita menemukan bahwa Allah telah membuat pengaturan tentang makanan halal dan haram bagi umat manusia. Di dalam Imamat 11 dicatat sebuah daftar panjang mengenai makanan halal dan haram.  Dari teks ini kita melihat bahwa pada periode ini, Allah membedakan adanya makanan halal dan haram, dan masih mengharamkan darah untuk dikonsumsi oleh manusia. Jadi, siapapun yang mengkonsumsi makanan yang telah dikategorikan haram tersebut maka ia akan najis. Tuhan belum pernah membuat pembedaan yang sedemikian sebelumnya, tetapi di zaman ini terlihat pola Allah berubah bagi manusia. Maksud dari makanan halal dan haram tersebut adalah untuk mengajarkan kepada manusia tentang kekudusan secara simbolik.

 

Keempat, periode jaman Tuhan Yesus di bumi hingga masa sekarang. Setelah aturan yang diberlakukan di periode ketiga tadi, ternyata kita menemukan kembali pola kerja Allah berubah berkenaan dengan makanan. Di dalam Markus 7:19, Tuhan Yesus mengatakan “semua makan halal.” Yesus mendeskripsikan makanan tersebut dengan berkata “segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya.” Hal ini berarti memakan daging binatang yang dulunya dikategorikan salah pada periode ketiga, tidak ada persoalan lagi, bahkan memakan darah sekalipun! Sebenarnya tidak hanya yang terkategori sebagai makanan saja yang dimaksud di ayat ini, melainkan semua yang masuk ke dalam manusia. Hanya saja yang menjadi syarat tambahan adalah apakah yang kita konsumsi tersebut berguna atau bermanfaat bagi tubuh kita.

 

Rasul Paulus mengegaskan bahwa Allah telah menyatakan semua makanan halal, tetapi tidak segala sesuatu berguna (1 Kor. 6:12; 10:23). Paulus juga berkata bahwa kita tidak boleh membiarkan diri kita diperhamba oleh makanan tersebut (1 Kor. 6:12). Artinya, pada periode keempat ini, Allah ternyata telah menghapuskan aturan tentang makanan haram dan telah menyatakan semua makanan halal. Firman Tuhan berkata “Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.” Ayat ini sekaligus menyatakan kepada kita bahwa manusia tidak berhak mengharamkan suatu makanan tertentu untuk mendukung konsep kita sendiri jikalau Allah telah menyatakannya halal. Karena itu, semua makanan adalah halal, yang haram adalah apa yang keluar dari mulutmu yang tidak baik.  (rsnh)

 

Selamat berkarya untuk TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...