Kamis, 15 Oktober 2020

Renungan hari ini: HALELUYA, TUHAN ALLAH TELAH MENJADI RAJA (Wahyu 19:6)

 Renungan hari ini:

 

HALELUYA, TUHAN ALLAH TELAH MENJADI RAJA




 

Wahyu 19:6 (TB) Lalu aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: "Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja"

 

Revelation 19:6 (NET) Then I heard what sounded like the voice of a vast throng, like the roar of many waters and like loud crashes of thunder. They were shouting: “Hallelujah! For the Lord our God, the All-Powerful, reigns!”

 

Dalam nas hari ini ada dua kata penting yang hendak kita renungkan, yakni kata “Haleluya” dan “TUHAN … telah menjadi Raja”. Kedua kata ini muncul dalam penglihatan Yohanes di saat ada suara himpunan besar orang banyak. Orang banyak ini merupakan gambaran dari seluruh orang dari berbagai suku bangsa yang berkumpul di surga memuji TUHAN. Sangkin banyaknya kumpulan orang itu, maka Yohanes pun menggambarkannya seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat. Di tengah desauan dan deru guruh itulah muncul suara yang mengatakan “Haleluya” dan “TUHAN … telah menjadi Raja”. Marilah kita mendalami kedua kata penting dalam nas hari ini.

 

Pertama, Haleluya

Kata “Haleluya” hanya mucul empat kali di Perjanjian Baru dan itu pun hanya di Kitab Wahyu (lih. Why. 19:1,3-4, 6). Istilah haleluyah paling dikenal dalam konteks "Refrain Haleluyah" dari oratorio berjudul Messiah karya G.F. Handel. Haleluyah adalah istilah Ibrani dari kata “halal”, yang berarti "pujian" dan “Yah”, yang berarti "Yahweh". Haleluyah berarti "pujilah Yahweh (Tuhan)."  Orang di sorga memuji Tuhan sebab Allah telah menghukum dunia dan menuntut balas atas mereka yang menderita oleh dunia, dan sebab Yesus Kristus akan kembali ke bumi untuk memerintah (Why. 19:6,11; 20:4). Inilah "Koor Haleluya" sorga. 

 

Istilah “Haleluya” dalam Wahyu 19 ini digunakan di surga oleh himpunan besar orang di hadapan takhta yang diduduki oleh Allah Sendiri. Hal itu berlangsung pada pesta perkawinan Anak Domba. Para musuh Allah telah ditaklukkan, dan injil telah menang. Dalam perayaan kemenangan, segenap penghuni surga menyanyikan lagu pujian dan syukur. Alasan bagi gelegar pujian itu antara lain kemenangan Allah atas musuh-musuh-Nya (Why. 19:1-3), kedaulatan-Nya (ay. 4-6), dan persekutuan yang kekal dengan umat-Nya (ay. 7). Begitu dahsyat pujian itu sehingga rasul Yohanes hanya bisa menggambarkannya seperti "desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat" (ay. 6).

 

 

Begitu hebat keriangan umat Allah pada pesta perkawinan Sang Mempelai Pria (Kristus) dan pengantinnya (gereja) sehingga haleluyah adalah satu-satunya kata yang mampu mengekspresikannya. Penglihatan Handel akan refrain hebat di surga, sekalipun susunan lagunya megah, tidak sebanding dengan kecemerlangan refrain surgawi yang kita nyanyikan, "Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja!"

 

Kedua, TUHAN … TELAH MENJADI RAJA

TUHAN telah menjadi Raja. Penglihatan Yohanes ini menunjukkan bahwa Tuhan adalah Raja, duduk di atas kerub-kerub, sebab Dia bertakhta dan memerintah dalam Tabernakel. Dari sanalah TUHAN selanjutnya berbicara dari hati ke hati kepada umat Israel dari antara kerub-kerub. Jika kita mau mengalegorikan ini, maka kita bisa bayangkan dalam setiap ibadah TUHAN sedang duduk di dalam takhta Allah, untuk memerintah, bertakhta, menjadi Raja kepada seluruh umat-Nya yang beribadah. Saat itu juga Allah berbicara kepada kita dari hati ke hati lewat pendengaran firman Tuhan. 

 

Pengakuan bahwa TUHAN adalah Raja  merupakan pengakuan yang penting! Akan tetapi, pemahaman kita pada zaman ini tentang “Raja” telah menjadi luntur. Di negara demokrasi, raja sudah tidak dikenal. Di beberapa negara yang masih menganut sistem kerajaanraja hanyalah simbol, bukan penguasa yang sesungguhnya. Dalam kekristenan, pemahaman bahwa TUHAN adalah Raja sangatlah mendasar dan tidak boleh diabaikan. Bila TUHAN adalah Raja maka TUHAN menjadi yang terpenting di dalam kehidupan kita dan kehendak-Nya menjadi kehendak kita. Pengabaian terhadap konsep tersebut membuat posisi TUHAN bergeser dan digantikan oleh yang lain, misalnya oleh diri sendiri, keluarga, pekerjaan, dan sebagainya. 

 

Kita mengakui bahwa TUHAN adalah Raja karena Dia adalah Allah yang adil, mahakuasa, dan berdaulat atas ciptaan-Nya, sehingga Ia pantas (wajar) menerima penghormatan kita. Saat kita mengalami ketidakadilan, pengharapan dan keyakinan bahwa Allah akan menyatakan keadilan-Nya pada waktu yang tepat merupakan sumber penghiburan bagi kita. Saat kita berhadapan dengan masalah yang membuat kita seperti menemui jalan buntu, keyakinan bahwa Allah itu mahakuasa memberikan kekuatan untuk bertahan sampai Dia membuka jalan bagi kita. Keyakinan bahwa Allah itu berdaulat (berkuasa) atas ciptaan-Nya akan membuat kita berani menghadapi kekuatan apa pun, bahkan membuat kita berani menghadapi maut. Oleh karena itu, respons yang wajar terhadap keberadaan TUHAN sebagai Raja adalah munculnya sukacita yang melahirkan pujian serta adanya dorongan untuk bersaksi. (rsnh)

 

Selamat berkarya untuk TUHAN 

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...