Sabtu, 06 Juni 2020

KOTBAH TRINITATIS Minggu, 07 Juni 2020 “KEMULIAAN ALLAH ATAS CIPTAANNYA” (Kejadian 1:26-31)

KOTBAH TRINITATIS 
Minggu, 07 Juni 2020

“KEMULIAAN ALLAH ATAS CIPTAANNYA”
Kotbah: Kejadian 1:26-31 Bacaan: Yohanes 1:29-34



Hari ini kita memasuki Minggu Trintatis. Dalam ibadah ini tema yang akan kita renungkan adalah “Kemuliaan ALLAH atas ciptaan-Nya”. Tema ini menarik kita renungkan sebab kemuliaan Allah terlihat dari ciptaan-Nya. Pada perikop ini kita belajar bahwa kemuliaan Allah itu tampak dari kesegambaran manusia ciptaan-Nya dengan ALLAH Sang Pencipta. 

Kata “segambar” di dalam bahasa Ibrani adalah “tselem”, yang artinya mirip wujud dan kemampuannya.Diterjemahkan juga sebagai bayangan. Sedangkan kata “serupa” diambil dari bahasa Ibrani “damah” yang artinya mirip dalam tingkah laku, kepribadian, dan karakter. Sehebat inilah manusia saat pertama kali diciptakan oleh TUHAN. Namun, seperti kita ketahui, manusia jatuh ke dalam dosa dan telah kehilangan kemuliaan TUHAN (Rm. 3:23).

Memiliki “gambar” atau “rupa” Allah, dalam pengertian yang paling sederhana, berarti manusia dibuat menyerupai Allah.  Adam tidak serupa dengan Allah dalam arti memiliki darah dan daging. Alkitab berkata bahwa “Allah itu Roh” (Yoh. 4:24) dan karena itu memiliki keberadaan tanpa tubuh. Namun, tubuh Adam mencerminkan hidup Allah karena diciptakan dengan kesehatan yang sempurna dan tidak tunduk kepada kematian.

Gambar Allah menunjuk pada bagian non-material dari manusia. Hal ini membedakan manusia dari binatang dan memampukan manusia mengemban “kekuasaan,” sebagaimana direncanakan Allah (Kej. 1:28), dan memampukan manusia berkomunikasi dengan Pencipta-Nya. Keserupaan ini termasuk dalam hal mental, moral dan sosial. 

Apa makna manusia segambar dengan Allah?

Pertama, secara mental, manusia diciptakan sebagai makhluk yang rasional dan berkehendak – dengan kata lain, manusia dapat menggunakan pikirannya dan bisa memilih. Ini adalah refleksi dari akal budi dan kebebasan Allah. 

Kedua, secara moral, manusia diciptakan dalam kebenaran dan kepolosan yang sempurna, suatu refleksi dari kesucian Allah. Allah melihat semua yang diciptakan-Nya (termasuk manusia) dan mengatakan, “sangat baik” (Kej. 1:31). Hati nurani kita atau “kompas moral” itu sisa dari keadaan yang asli itu.  Ketika seseorang menaati hukum, berbalik dari kejahatan, memuji kelakuan baik, atau merasa bersalah, orang itu meneguhkan fakta bahwa ia diciptakan menurut gambar Allah. 

Ketiga, secara sosial, manusia diciptakan untuk bersekutu. Hal ini mencerminkan ketritunggalan Allah dan kasih-Nya. Di taman Eden, relasi manusia yang terutama itu dengan Allah (Kej. 3:8 menyiratkan persekutuan dengan Allah), dan Allah menciptakan perempuan pertama karena "tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja” (Kej. 2:18). 

Setiap kali seseorang menikah, berteman, memeluk anak kecil, mengikuti kebaktian, dia menyatakan bahwa ia diciptakan menurut gambar Allah. Karena diciptakan menurut gambar Allah, Adam memiliki kebebasan untuk memilih. Meskipun dia diberikan pribadi yang suci, Adam memilih berdosa dan memberontak melawan Pencipta-Nya. Dengan berbuat demikian, dia mencemarkan gambar Allah yang ada dalam diri-Nya, dan mewariskan keserupaan yang rusak itu pada semua keturunannya, termasuk kita (Rm. 5:12). 

Saat ini, kita masih memiliki gambar Allah (Yak. 3:9), namun harus menanggung bekas-bekas dosa. Secara mental, moral, sosial dan fisik, kita memperlihatkan efek-efek dari dosa. Kabar baiknya, ketika Allah menebus seseorang, Dia mulai memulihkan gambar Allah yang asli itu, menciptakan “manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Ef. 4:24; Kol. 3:10). Karena itu, banggalah menjadi segambar dan serupa dengan Allah sebab di dalam dirikita ada Allah yang akan memberkati kita. 

Sebagai gambar Allah yang harus menunjukkan kemuliaan ALLAH dalam diri kita, apa yang harus kita lakukan agar melalui kehidupan kita ALLAH dimuliakan. Ada beberapa hal yang harus kita lakukan untuk memuliakan ALLAH, yakni:

Pertama, kita harus merefleksikan kemuliaan ALLAH (Kej. 1:26a). Orang Ibrani mengasosiasikan rupa Allah dengan cahaya kemuliaan-Nya. Seorang rabi (lupa namanya), sesudah masuk ke gua Makhpela yang diyakini sebagai kuburannya Adam dan Hawa, berkata bahwa dia melihat tumit Adam bulat indah bercahaya seperti bulan; terlebih lagi wajahnya, pasti bercahaya seperti matahari. Jadi, rupa diasosikan dengan cahaya. Salah satu sebab Rasul Paulus menyebut Yesus sebagai rupa Allah adalah karena Yesus menjumpainya dalam bentuk cahaya sehingga dia buta. 

Jadi, ketika Allah menciptakan manusia sebagai gambar dan rupa Allah, tujuan-Nya adalah agar manusia merefleksikan kemuliaan Allah. Kemuliaan Ilahi adalah kesempurnaan-Nya yang membuat makhluk lain tersungkur sujud menyembah, memuji, meninggikan dan mengagungkan Dia. 

Kita merefleksikan kemuliaan TUHAN apabila orang-orang sujud beribadah, memuji dan menyembah-Nya karena melihat kemuliaan TUHAN yang terpencar lewat hidup, kata dan perilaku kita. 

Kedua, kita harus merepresentasikan kehadiran kuasa ALLAH (Kej. 1:26b-27). Istilah "gambar" (tselem) sebenarnya pada masa dulu digunakan untuk patung raja yang berdiri di suatu wilayah. Tujuan pendirian patung itu adalah untuk merepresentasikan kehadiran kuasa TUHAN atas wilayah itu.

Sebagai gambar ALLAH, kita dituntut untuk merepresentasikan kuasa Allah di bumi. Bumi ini milik Allah, dan kita manusia dijadikan wakil-Nya untuk menjadikan setiap orang taat dan tunduk dengan penuh rasa hormat dan takut pada TUHAN, Pemilik langit dan bumi ini.

Kita merepresentasikan kehadiran TUHAN di bumi apabila orang-orang menjadi taat dan patuh pada TUHAN dengan rasa takit dan hormat, ketika melihat kehidupan, perkataan dan perbuatan kita.

Ketiga, kita harus merealisasikan kehendak ALLAH di bumi (Kej. 1:28). Ketika TUHAN menciptakan manusia, Dia memberi kuasa kepada manusia untuk menaklukkan ciptaannya ini. Tentu saja maksudnya untuk merealisasikan kehendak Ilahi, sehingga bumi ini dengan segala isinya harmonis dengan maksud dan rencana TUHAN.

TUHAN penya rencana dan kehendak di bumi, tapi Dia tidak mewujudnyatakan-Nya sendiri; Dia memilih memberi kuasa kepada manusia menjadi rekan dan hamba-Nya untuk mewujudnyatakan kehendak-Nya.

Sebagai gambar dan rupa-Nya, kita merealisasikan kehendakNya di dalam hidup kita dan melalui kehidupan kita, ketika kita mengenal kehendak-Nya dan hidup dalam kuasa-Nya untuk merealisasikan kehendak-Nya itu.

Keempat, kita harus mengapresiasikan kebaikan ALLAH (Kej. 1:29-31). TUHAN menciptakan tumbuhan agar menghasilkan buah-buahan untuk makanan manusia. Pemberian makan dan minuman ini merupakan wujud kebaikan dan kasih TUHAN kepada manusia.
Sebagai gambar dan rupa Allah, tujuan keberadaan kita adalah untuk mengapresiasikan kebaikan dan kasih-Nya. Dia sungguh baik dan penuh kasih, dan DIA rindu agar kita hidup menikmati kebaikan dan kasih-Nya.

Tujuan Ilahi menciptakan manusia sebagai gambar dan rupa-Nya tidak berubah, meski manusia telah jatuh dalam dosa. Dia telah menyediakan jalan pemulihan gambar-Nya dalam hidup kita lewat karya kematian dan kebangkitan Kristus Yesus.  Karena itu, kita harus tetap: merefleksikan kemuliaan TUHAN, merepresentasikan kuasa TUHAN, merealisasika kehendak TUHAN, dan mengapresiasikan kebaikan TUHAN. (rsnh)

Selamat merayakan Minggu Trinitatis!

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...