Minggu, 21 Juli 2019
"HIDUP BERIMAN DAN BERHIKMAT”
Kotbah:Yakobus 1:2-12 Bacaan: 1Raja 3:5-15
Minggu ini kita akan memasuki Minggu kelima setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Hidup beriman dan berhikmat”.Iman dan hikmat akan tampak lebih jelas jika kita menghadapi berbagai macam masalah dan pergumulan hidup. Tanpa adanya pergumulan hidup maka kita pun tidak akan memerlukan hikmat untuk mengatasinya. Itu sebabnya selama kita masih hidup di dunia ini, persoalan akan tetap ada. Bahkan masalah sepertinya datang silih berganti, yang seringkali membuat kita merasa tidak mampu menghadapi semuanya.
Jadi apabila saat ini kalau kita berpikir bahwa kita bisa menjalani hidup ini tanpa masalah, itu berarti kita sendiri ada di dalam masalah, karena telah memiliki pola pikir yang salah. Tidak mungkin manusia hidup di dunia ini tanpa masalah. Sebab saat manusia pertama kali jatuh ke dalam dosa, ini merupakan sumber masalah yang terbawa sampai saat ini. Dengan pemahaman ini kita akan semakin mengerti bahwa setiap masalah yang datang kita harus tetap menghadapinya, dan bukan berusaha lari dari masalah yang kita hadapi.
Masalah yang datang harus kita hadapi dengan penuh tanggung jawab, dan berjuang dalam menghadapinya dengan tekun, karena sesulit apapun masalah yang kita hadapi, didalam Tuhan kita Yesus Kristus, pasti ada jalan keluarnya.
Pertanyaan kita sekarang adalah apa yang harus kita lakukan sebagai orang yang hidup beriman dan berhikmat saat menghadapi berbagai macam masalah dan pergumulan hidup itu?
Pertama,kita harus bertahan dan tahan uji.
“Bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia” (ay. 12). Bertahan (tabah) dan tahan uji! dalam bahasa Yunani memiliki kesamaan dasar dengan “ketekunan” (ay. 3). “Ketekunan”di sini berarti “kemampuan bertahan dalam kesukaran, bukan dengan sikap sekedar bertahan (diam / pasif), tetapi dengan sikap sedemikian rupa sehingga mampu untuk menjadikan situasi atau hal yang tidak menyenangkan itu menjadi sesuatu yang memuliakan Tuhan”.
“Bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia” (ay. 12). Bertahan (tabah) dan tahan uji! dalam bahasa Yunani memiliki kesamaan dasar dengan “ketekunan” (ay. 3). “Ketekunan”di sini berarti “kemampuan bertahan dalam kesukaran, bukan dengan sikap sekedar bertahan (diam / pasif), tetapi dengan sikap sedemikian rupa sehingga mampu untuk menjadikan situasi atau hal yang tidak menyenangkan itu menjadi sesuatu yang memuliakan Tuhan”.
Kalau kita menghadapi kesukaran, ada beberapa macam sikap yang bisa kita ambil:
(1) Kita bisa menjadi marah, jengkel, bersungut-sungut, lari ke dalam dosa, mundur dari Tuhan, atau bahkan murtad. Ini jelas bukan ketekunan.
(2) Kita bertahan, tetapi bertahan secara pasif atau diam (tidak marah, tidak bersungut-sungut dsb). Ini memang masih lebih baik dari sikap pertama di atas, tetapi ini masih belum termasuk ketekunan seperti yang dimaksudkan dalam ayat 2.
(3) Kita tetap bersuka cita, memuji dan bersyukur kepada Tuhan dan tetap hidup bagi kemuliaan Tuhan. Contoh: Paulus dan Silas dalam Kisah 16:25, dan nabi Habakuk dalam Habakuk 3:17-18. Inilah ketekunan yang dimaksud dalam ayat 2.
Yang mana yang menjadi sikap kita pada waktu kita menghadapi kesukaran? Kalau selama ini kita lebih sering bersikap salah, maukah kita, dengan pertolongan Tuhan, berusaha untuk memperbaikinya? Ketekunan seperti ini adalah sesuatu yang penting sekali, karena:
1) Ketekunan ini memungkinkan kita untuk bertahan sampai akhir di dalam kita mengikut Yesus. Tanpa ketekunan seperti ini, kita bisa menjadi seperti orang yang termasuk golongan tanah berbatu, yang bertahan hanya sebentar saja lalu murtad (Mat. 13:5-6,20-21).
2) Ketekunan seperti ini bisa mempengaruhi dunia. Kalau kita hanya bisa bertahan secara pasif dalam menghadapi kesukaran, itu tidak mengherankan orang. Tetapi kalau kita bisa tetap bersukacita, bersyukur dan memuji Tuhan, bahkan bisa tetap bersemangat melayani Tuhan di tengah-tengah kesukaran dan segala macam penderitaan, maka kita bisa membuat orang dunia menjadi heran sehingga mereka mau mempelajari rahasia sukacita tersebut, bahkan mau mengikut Kristus.
3) Ketekunan seperti ini tidak mungkin bisa didapatkan kalau kita tidak mengalami kesukaran (bdk. ay. 3).
Kedua, kita harus menghadapi semua ujian iman dengan hati yang bersukacita.Ayat 2 berkata, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan.” Ayat 12a mengatakan: “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.” Yakobus mendorong pembacanya supaya tetap bersukacita tatkala menghadapi pencobaan. Alasannya: Allah menyediakan mahkota kehidupan bagi mereka yang berhasil mengatasi pencobaan. Selain itu, Allah sedang melatih dan memurnikan iman mereka agar kuat, kokoh dan semakin tabah. Alasan berikutnya, supaya karakter orang percaya diubahkan dan memiliki pengharapan yang teguh kepada Tuhan (Rm. 3:3-5).
Ketiga, kita harus menghadapi semua ujian iman dengan hati yang tabah dan sabar.Ayat 3, menegaskan bahwa ujian terhadap iman menghasilkan ketekunan. Orang Kristen harus berpikiran positif (positive thinking) dan jangan melarikan diri dari ujian, tetapi tetaplah tabah dan sabar, karena lewat pencobaan ini Allah sedang menguji kesungguhan dan keseriusan iman kita kepada-Nya.
Keempat,kita harus menyadari bahwa ujian iman bertujuan membuat kita menjadi sempurna.Ayat 4, menyatakan, “Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh.” Tujuan ujian iman adalah supaya kita memiliki hubungan yang benar dengan Allah, dan sungguh mengasihi Dia dengan sepenuh hati dalam pengabdian, ketaatan dan kemurnian. Rasul Petrus menegaskan bahwa maksud Tuhan mengizinkan pencobaan adalah untuk memurnikan iman kita seperti emas yang diuji kemurniaanya di dalam api (1Ptr. 1:6-7).
Dalam kehidupan ini, kita biasanya berharap untuk tidak mengalami berbagai kesulitan. Kalimat yang seringkali muncul: “Yah… semoga semuanya lancar…sukses…tidak ada aral melintang”, itulah harapan setiap kita. Maka tidak mengherankan tatkala kita mengalami kesulitan dan tantangan, respon kita adalah kita kehilangan semangat, putus asa, bahkan berusaha mencari jalan pintas. Tidak mudah menghadapi tantangan dan kegagalan dalam hidup kita.
Yakobus melihat adanya bahaya penyangkalan iman akan Yesus ketika mengalami berbagai pencobaan. Karena itu Yakobus mengirimkan surat kepada mereka yang isinya mengajak mereka untuk memiliki mata iman yang memampukan mereka untuk melihat dan memaknai berbagai pencobaan dan kesulitan itu sebagai suatu kebahagian.
Mengapa? Karena dengan berbagai cobaan dan kesulitan itu, mereka akan semakin bertekun mengejar kesempurnaan. Dengan kacamata iman, kita akan melihat segala peristiwa dalam hidup sebagai rahmat yang telah disediakan Allah kepada kita untuk bertumbuh dewasa.
Pertanyaan lain yang harus kita jawab adalah bagaimanakah kita melihat tantangan dan kesulitan dalam hidup ini? Setidaknya ada lima langkah yang perlu kita miliki, yakni:
Pertama, kita harus hidup harus bertahan. Berharap dan terus memuji Tuhan untuk kebaikanNya (Yak. 1:1-4)
Yakobus mendorong kita untuk “memandang semua hal dengan sukacita” ketika kita mengalami pencobaan yang menguji iman kita. Memang tidak mudah. Tetapi tatkala kita bertahan atas pencobaan itu, tekanan pada iman kita itu akan memunculkan pengalaman bahwa Tuhan mempunyai kerinduan yang terbaik untuk kita, sehingga pada akhirnya akan menjadi: “sempurna dan utuh, tidak kekurangan suatu apapun”. Seringkali Tuhan mengijinkan kita berjalan melalui tantangan kesulitan karena pengalaman itu membentuk kita untuk menerima jawaban yang Dia telah janjikan. Meski di tengah rasa sakit, jika kita terus bertekad, berdiri diatas janjiNya dan percaya pada janji-janjiNya – kita akan melihat kebaikan Tuhan yang membawa kita ke tempat yang lebih baik.
Yakobus mendorong kita untuk “memandang semua hal dengan sukacita” ketika kita mengalami pencobaan yang menguji iman kita. Memang tidak mudah. Tetapi tatkala kita bertahan atas pencobaan itu, tekanan pada iman kita itu akan memunculkan pengalaman bahwa Tuhan mempunyai kerinduan yang terbaik untuk kita, sehingga pada akhirnya akan menjadi: “sempurna dan utuh, tidak kekurangan suatu apapun”. Seringkali Tuhan mengijinkan kita berjalan melalui tantangan kesulitan karena pengalaman itu membentuk kita untuk menerima jawaban yang Dia telah janjikan. Meski di tengah rasa sakit, jika kita terus bertekad, berdiri diatas janjiNya dan percaya pada janji-janjiNya – kita akan melihat kebaikan Tuhan yang membawa kita ke tempat yang lebih baik.
Kedua, kita harus berhenti dari kuatir.Minta hikmat Tuhan untuk situasi yang ada (Yak. 1:5). Tuhan memberikan hikmat pada setiap orang yang meminta padaNya. Dia memberi itu dengan murah hati. Dia tidak keberatan kala kita meminta padaNya. Pada kenyataannya, Dia suka ketika kita datang padaNya dengan segala kebutuhan kita. Namun yang harus dipegang adalah, kita harus meminta hikmat untuk mendapat apa yang kita minta. Terlalu banyak dari kita punya alasan atas masalah kita dan kembali dengan solusi dari kita sendiri dan datang pada Tuhan hanya sebagai alternatif terakhir. Tuhan mengatakan dalam Yeremia 33:3 : “Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kau ketahui. Jika kita datang pada Tuhan segera setelah kita memasuki kesulitan, Dia berjanji akan memberikan pada kita pespektif Illahi atas situasi kita. Dia dapat menunjukkan pada kita jalan menanggapi pencobaaan yang mungkin tidak pernah terjadi dalam kehidupan kita.
Hidup harus tanpa ragu : datang pada Tuhan – dan harapkan suatu jawaban (Yak. 1:6-8).
Ketika kita meminta pertolongan Tuhan, ingat bahwa Dia dapat dipercaya. Ketika Yesus mengundang Petrus untuk berjalan bersamanya diatas air, Petrus dapat melakukannya – selama dia terus menatap pada Yesus, dan ketika dia berfokus pada sekeliling – melihat gelombang sekeliling dia dan air yang bergelora, dia menjadi goyah. Ketika kita meminta pertolongan pada Tuhan, fokuslah pada FirmanNya dan apa yang Dia katakan pada hati kita untuk dipercayai daripada membiarkan keyakinan kita dikuasai oleh keadaan.
Ketiga, kita harus penuh pengertian.Tuhan tidak dibatasi oleh keadaan (Yak. 1:9-11). Standar dunia mengatakan kekayaan seseorang memberi banyak kesempatan karena mereka mempunyai sumber untuk membuat mimpinya menjadi kenyataan, kuasa, pengaruh dlsb. Tetapi berbeda sekali, Tuhan ternyata tidak terkesan dengan kekayaan manusia, lebih pada kesediaan kita untuk percaya padaNya dan melalui ketaatan dalam apa yang Tuhan sudah katakan agar kita lakukan. Jadi jika kita kaya dalam iman, tidak ada batasan untuk apa yang Tuhan dapat genapi melalui kehidupan kita.
Keempat,kita harus tekun.Terus arahkan mata pada Tuhan (Yak. 1:12). Melalui ketekunan dalam doa dalam setiap situasi pencobaan, memuji Tuhan dan percaya pada kebaikanNya, kita akan membangun karakter yang kita perlukan untuk menerima semua yang yang Tuhan sudah sediakan bagi kita tanpa merasa terbebani. Kemenangan yang akan muncul dari setiap situasi kita adalah gambaran kecil dari kemenangan yang menanti semua orang percaya suatu hari kelak ketika kita menerima mahkota kehidupan yang Tuhan sudah janjikan bagi siapa saja yang mengasihi Dia.
Jika kita menyimak rentetan kehidupan yang sedang kita jalani adakalanya kita tidak selalu mengalami sukacita dan kebahagiaan. Terkadang kita merasa bahwa kehidupan yang kita jalani ini teramat berat dan sulit, ada lembah-lembah kekelaman dan liku-liku kehidupan yang sedang menghimpit kita.
Pada saat-saat seperti ini kita tidak tahu harus bagaimana menghadapi kesulitan ini, keputusan dan jalan apa yang harus kita pilih, sungguh terkadang kita tidak tahu. Tetapi ada sedikit penghiburan yang bisa kita rasakan, ternyata yang namanya kesulitan hidup sudah terjadi sejak jaman dahulu kala, dan tidak melanda pada diri kita sendiri saja, ada orang lain yang juga mengalami pergumulan yang sama bahkan mungkin mereka jauh lebih berat beban yang harus dipikulnya. Artinya kesulitan dan kebahagiaan adalah sebauh bagian hidup manusia yang tidak bisa kita elakkan. Ketika penderitaan ini menimpa kita anggaplah itu sebagai ujian iman kita, tidak selama hal ini buruk, ada sisi positif yang harus kita pelajari.
Kelima,kita harus bersukacitalah dalam menghadapi pencobaan. Jangan Bimbang di dalam pencobaan. Bertekun di dalam Iman. Allah menyediakan mahkota kehidupan. Sepertinya aneh kalau kesulitan/ujian dianggap sebagai suatu kebahagiaan, karena ujian biasanya selalu menyakitkan. Tetapi dari iman Kristen mengingatkan kita bahwa ujian tidak identik dengan kepahitan karena melalui ujian orang percaya bisa mengalami Tuhan itu sendiri. Itulah sebabnya Yakobus meminta penerima surat menganggap ujian sebagai kebahagiaan karena akan menghasilkan ketekunan yang membawa seseorang lebih memahami kehendak Allah, hidup dalam doa dan mengasihi Allah juga makin belajar bersandar pada Allah. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN!