Selasa, 21 Juni 2022

Renungan hari ini: “YANG MENGHAKIMI KITA ADALAH TUHAN” (1 Korintus 4:4)

 Renungan hari ini:

 

“YANG MENGHAKIMI KITA ADALAH TUHAN”


 

1 Korintus 4:4 (TB) "Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan"

 

1 Corinthians 4:4 (NET) "For I am not aware of anything against myself, but I am not acquitted because of this. The one who judges me is the Lord"

 

Pernyataan Paulus yang mengatakan bahwa yang berhak menghakimi kita manusia hanyalah TUHAN. Manusia tidak berhak menghakimi sesamanya manusia atas dasar apa pun itu. Itu artinya bahwa tidak ada seorangpun mau diperlakukan tidak adil, termasuk dihakimi kinerjanya secara tidak benar. Segala hal yang telah dikerjakan dengan baik harusnya diberikan apresiasi yang baik pula. Hal ini rupanya tidak terjadi pada diri Paulus ketika dia menghadapi penghakiman beberapa kelompok orang di Korintus.

 

Lalu bagaimana respons Paulus terhadap keompok yang tidak menyukainya itu? Dalam nas hari ini Paulus berkata, “Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan…”. Paulus dengan rendah hati mengakui kekurangannya. Sangat mungkin ia berbicara tentang kehidupannya yang lampau Ketika menganiaya jemaat Tuhan. Ia meyebutnya perbuatan yang tidak sadar. Selanjutnya tanpa bermaksud mencari pembenaran, ia rela dihakimi. Ia siap dituding jari dan dinyatakan bersalah oleh manusia maupun pengadilan dunia (ay. 3). Bagi Paulus itu tidaklah penting. Itu tidak berarti apa-apa. Mengapa? Sebab bagi Paulus hal penting yang perlu menjadi penekanan adalah ketika tiba saatnya, Tuhan datang menghakimi (ay. 4b). Tetapi sekarang Tuhan belum datang (ay.5). Selanjutnya apa yang dilakukan Paulus jika waktu itu belum tiba? Sambil menanti penghakiman Allah, ia akan terus bekerja dengan baik. Karena ia telah dipercayakan itu. Baginya, selama masih di dunia, selama kehidupan masih Tuhan beri, Paulus memilih menjadi pribadi yang giat, yang dianggap oleh Tuhan sebagai pekerja yang dapat dipercayai (ay. 2).

 

Berefleksi dari nas hari ini, kita belajar beberapa hal penting, yakni:

 

Pertama, hidup ini bukan soal “apa kata manusia tentang kita” yang menjadi fokus kita, melainkan “apa kita menurut Tuhan nanti”. Menjadi pribadi yang dipercayai Allah itulah yang terpenting bagi Paulus. Dunia boleh menghakimi kita, tapi yang terpenting kiranya kita dinyatakan benar oleh Allah kelak karena dipercayai oleh-Nya. Paulus tidak peduli jika orang lain menghakiminya, karena dia tahu hanya Tuhan yang dapat menghakiminya. Ketika kita berhenti memedulikan citra kita di hadapan dunia, dan sebaliknya, kita memedulikan apa yang Tuhan pikirkan mengenai karakter kita, ini akan membuat kita berhenti mencari pengakuan dunia. Tidak peduli apa yang diyakini oleh orang lain, Tuhan tahu maksud kita. Dia sendirilah hakimnya, bukan kita dan bukan orang lain.

 

Kedua, kita tidak peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang kita, atau apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri, melainkan fokus pada apa yang Tuhan pikirkan, kita sampai pada kerendahan hati. Inti dari kerendahan hati bukanlah tentang memikirkan diri sendiri lebih banyak atau memikirkan diri sendiri lebih sedikit, melainkan mengurangi memikirkan diri sendiri. Alih-alih mengkutirkan penampilan atau fokus kepada berat badan, sebaiknya kamu tidak terlalu banyak memikirkan diri sendiri. Fokus pada siapa kamu di dalam Krsitus.

 

Ketiga, dalam hidup ini tidaklah penting penilaian orang lain/jemaat, penilaian dunia (pengadilan manusia), tetapi yang terpenting adalah penilaian TUHAN kepada kita. Paulus dalam pelayanannya di Korintus tidak luput dari penilaian jemaat. Mereka menilai (menghakimi) bahwa apa yang diberitakan Paulus tidak sesuai dengan “hikmat” mereka. Mereka juga menilai pemberitaan Injil dari kefasihannya berbicara yang memuaskan mereka. Ketika memilih Apolos atau Kefas, hal itu bukan sekadar didasarkan pada kelebihan Apolos dan Kefas, namun juga karena ketidaksenangan mereka terhadap Paulus.

 

Menanggapi hal ini, Paulus mengatakan tidaklah penting penilaian orang lain/jemaat, penilaian dunia (pengadilan manusia). Mengapa? Karena manusia tidak mahatahu. Manusia hanya bisa menilai dari luarnya saja, tidak memahami kedalaman hati manusia. Standar manusia juga bisa berbeda. Bahkan Paulus juga katakan: “Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan”, yang artinya: meskipun Paulus merasa telah melakukan yang benar, Paulus tidak layak memakai penilaian dirinya sendiri sebagai kebenaran. Yang berhak menilai (menghakimi) manusia hanyalah Tuhan (ay. 4), karenan Tuhanlah yang memberikan hidup, pekerjaan, pelayanan atau apapun kepada kita. Hal ini bukan berarti bahwa kita tidak boleh memberikan ataupun mendengarkan masukan, juga bukan berarti kita tidak boleh memutuskan suatu perkara – mana yang benar mana yang salah. Semua itu tetap harus kita lakukan di atas dasar kebenaran firman Tuhan. Namun “menghakimi” yang dilarang Paulus pada ayat 5 bermakna: menganggap orang lain buruk/salah, berdasarkan penilaian pribadi. Ketika Paulus mengingatkan bahwa yang berhak menilai hanyalah Tuhan, justru itu berarti standar yang diberikan kepada kita jauh lebih tinggi, yaitu kebenaran Tuhan. Karena itu, marilah kita tidak lagi sibuk hidup menuruti penilaian orang lain demi penerimaan orang lain, namun mari kita selalu ingat bahwa Tuhan Yesuslah yang menilai kita. Ini adalah jauh lebih penting daripada penilaian manusia, sehingga kita akan hidup, bekerja, melayani dengan melakukan yang terbaik dan bertanggung jawab di hadapan Tuhan. (rsnh)

 

Selamat berkarya untuk TUHAN

Renungan hari ini: “KUASA DAN OTORITAS YANG HANYA DIMILIKI OLEH ALLAH” (Markus 2:7)

  Renungan hari ini:   “KUASA DAN OTORITAS YANG HANYA DIMILIKI OLEH ALLAH”   Markus 2:7 (TB2) "Mengapa orang ini berkata begitu? Ia men...