KOTBAH MINGGU XXIII SETELAH TRINITATIS
Minggu, 15 Nopember 2020
“MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN BERSAMA”
Kotbah: Yeremia 29:1-7 Bacaan: Yakobus 5:1-6
Minggu ini kita akan memasuki Minggu Keduapuluh tiga Setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Mewujudkan Kesejateraan Bersama”. Semua orang ingin sejahtera baik lahiriah maupun batiniah. Kesejahteraan pribadi, keluarga, masyarakat baik di desa maupun di kota pasti merindukan hal ini. Ukuran kesejahteraan bukan hanya dilihat dari banyaknya kekayaan materi yang kita miliki, melainkan juga kehormatan, kewi-bawaan, kesehatan, hiburan dan rasa aman. Makanya sejahtera tidak lepas dari kata damai untuk melengkapi menjadi “Damai Sejahtera”. Kehidupan masyarakat desa dan kota sangat kelihatan dari perkembangan dan kemajuan dengan adanya pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah maupun dilakukan oleh pihak swasta baik swasta maupun untuk kepentingan publik. Namun untuk mencapai kesejateraan itu diperlukan suatu kerja sama. Jika dikerjakan dengan sendiri-sendiri, maka kesejahteraan itu sulit untuk diraih.
Dalam Minggu ini kita diajak untuk mewujudkan kesejahteraan itu secara bersama, bukan secara individual. Kesejahteraan yang dikerjakan secara bersama-sama akan memberikan dampak yang positif dan baik. Kesejahteraan itu akan lebih cepat diraih dan dinikmati bersama. Kesejahteraan yang diraih sendiri akan dinikmati sendiri. Misalnya, gaji yang kita terima setiap bulannya hanya bisa dinikmati sendiri oleh keluarga. Tetapi pembangunan desa dan kota akan dinikmati secara bersama.
Yeremia sebagai seorang Nabi memberikan beberapa arahan bagi umat Israel yang dibuang ke Babel agar secara bersama-sama mewujudkan kesejateraan di kota buangan itu. Walau mereka berada di daerah yang bukan kota mereka sendiri tetapi nabi Yeremia menasihatkan mereka untuk bersama-sama mewujudkan kesejateraan di kota Babel. Karena jika Babel sejatera maka umat Israel pun akan menikmati kesejateraan itu secara bersama.
Pertanyaan kita sekarang adalah apakah peran umat Israel dalam rangka mewujudkan kesejateraan itu secara bersama-sama di kota buangan Babel itu?
Pertama, kita harus mampu menyatakan kebenaran dengan segala konsekuensi (ay. 1-4). Ketika kita menemukan dan melihat kemunafikan dan kepalsuan serta ketidakbenaran, kita harus berperan menegor dan memberikan nasihat walau kita harus menerima segala konsekuensinya. Yeremia hidup di zaman yang paling buruk dalam sejarah Israel atau Yehuda. Setelah kerajaan Israel terbelah dua, kerajaan Yehuda akhirnya mengikuti Israel dalam penyembahan berhala dan merosotnya moralitas. Raja berganti-ganti dan setelah sempat dijajah Mesir, Israel dikalahkan Babel dengan rajanya Nebukadnezar. Nebukadnezar membawa hampir seluruh orang Israel termasuk yakni Daniel dkk ke Babel. Pada ayat 1 disebutkan yang dibawa ke Babel yaitu imam-imam, nabi, dan seluruh rakyat. Raja Nebukadnezar mengangkat raja Yoyakhin untuk memerintah Yehuda, tapi setelah 3 bulan raja itu memberontak dan Nebukadnezar kembali menyerang dan membawa semua pegawai istana, pemuka-pemuka, tukang dan pandai besi (ay. 2). Semuanya diangkut termasuk semua orang yang bisa berperang dan meninggakan orang-orang lemah yang dipimpin raja yang plin plan. Raja Zedekia.Raja yang juga dipandang jahat di mata Tuhan (2 Raj. 24:19-20).
Yeremia adalah nabi yang tinggal di Yehuda. Ia hidup di lingkungan yang jahat. Disitulah ia menyatakan kebenaran. Karena mendapat tekanan dari penguasa dan penduduk Yehuda. Yeremia juga menghadapi nabi-nabi palsu yang memberikan harapan palsu bagi masyarakat. Akibatnya, Yeremia mengalami banyak penderitaan seperti dipukul, dipasung, diancam dibunuh, dipenjara dan dilecehkan. pernyataan nabi palsu Hananya bin Azur yang menubuatkan Babel akan hancur dan Yehuda akan kembali ke Yerusalem dalam 2 tahun disenangi orang-orang dalam pembuangan (Yer. 28:3-4).
Tapi yang dilakukan Yeremia adalah menyatakan kebenaran bahwa bangsa yang besar tersebut dihukum Tuhan karena perbuatan mereka, Yerusalem hancur dan mereka dibuang ke Babel selama 70 tahun (Yer. 25:12).
Saudara, waktu yang menjadi jawabannya. Dua tahun telah lewat dan Babel makin kuat. Tidak ada tanda-tanda kepulangan dari pembuangan. Pada penduduk Yehuda makin putus asa. Yeremia kembali menegaskan nubuatan Tuhan itu. Dia mengamini penglihatannya bahwa umat Israel yang terbuang adalah buah ara yang baik yang akan diperhatikan Tuhan (Yer. 25:5).
Karena itu Yeremia meminta secara tidak langsung agar mereka di pembuangan bisa menerima konsekuensi dosa-dosa mereka. Sambil menunggu masa hukuman itu berakhir. Karena itulah ia menuliskan surat kepada orang buangan walau kenyataan pahit itu tidak bisa diterima beberapa orang tapi itulah kebenaran.
Menyatakan kebenaran yang berbeda dengan lingkungan memberikan konsekuensi yang besar. Musa, Daniel, Tuhan Yesus, Yohanis Pembaptis, Paulus, dll. Mereka menanggung konsekuensi atas kebenaran yang mereka kemukakan. Perhatikan Mohammad Hatta yang mengundurkan diri jadi Wakil Presiden karena berbeda prinsip dengan Soekarno. Munir yang dibunuh karena memperjuangkan HAM. Begitu juga Soe Hok Gie yang mendapat kecaman ketika memperjuangkan senat UI bebas dari pengaruh ormas dan golongan.
Menyatakan kebenaran adalah panggilan kita sebagai umat Kristen. Apapun konsekuensinya. Ketika kita menegur teman yang menyalahgunakan uang. Saat kita memberikan suatu pertimbangan walau bertentangan dengan kebijakan atasan atau mendahulukan kepentingan umum. Kita dijauhkan, diomeli, dan itulah konsekuensi yang kita terima. Konsekuensi saat kita mau memberi peran untuk bangsa ini.
Kedua, bekerja dan membangun (ay. 5-6). Orang Yehuda yang dibuang menjadi bangsa yang asing di tengah penduduk Babel. Mereka mengalami goncangan psikologis karena perbedaan budaya, agama, dan pemerintahan. Selama ini mereka menyembah 1 Allah tapi di Babel ada sekitar 2.500 dewa. Mereka bingung dan takut. Akibat nubuatan palsu bahwa dua tahun akan kembali ke Yerusalem membuat mereka hanya menunggu dan tidak berbuat apa-apa termasuk untuk diri mereka sendiri. Mereka tidak membuat rumah permanen dan mengusahakan ladang. Termasuk juga tidak menikah dan mempunyai anak, karena akan menyusahkan saat pulang nanti. Toh hanya 2 tahun. Mereka hanya menunggu dan hidup seadanya dari belas kasihan orang lain. Yeremia tahu akan hal itu dan ia bersedih. Ia mengingatkan bahwa masa pembuangan adalah 70 tahun dan bila orang Yehuda terus menerus seperti itu makan mereka akan binasa sebagai suatu bangsa dan keturunannya.
Yeremia mengingatkan mereka untuk membuat rumah dan bekerja. Hidup seperti di wilayah mereka. Termasuk juga membangun keturunan di sana. Mencari istri dan pasangan bagi anak-anak menunjukan bahwa mereka tetap menjaga keturunan mereka dan tidak kawin campur dengan bangsa setempat. Mereka hidup berbaur tapi tetap menjaga kemurnian ras Yehuda. Perhatikan kalimat mencarikan istri dan suami bagi anak-anak mereka. Dengan begitu saat mereka kembali mereka kembali sebagai suatu bangsa yang murni.
Kita harus menyiapkan diri kita untuk suatu peran yang lebih besar bagi bangsa ini. Kita pasti akan bekerja. Bukan saja untuk memenuhi kebutuhan kita tapi melakukan sesuatu bagi bangsa ini. seperti membayar pajak, menjaga barang publik, dll. Maka kesejahteraan bangsa kita juga mendapat kontribusi dari peran kita.
Ketiga, kita harus hidup berbagi untuk kepentingan yang lebih besar (ay. 7). Kehancuran bangsa ini juga diakibatkan adanya egosentris dan individualisme. Masing-masing hanya mau mengurus dirinya sendiri tanpa melihat sekeliling mereka. Hidup untuk diri sendiri dan memperkaya diri. Sedangkan di sekeliling atau di tempat lain dari wilayah Indonesia, banyak sekali masyarakat yang makin miskin, rawan pangan, kekurangan gizi, tidak punya tempat tinggal, fasilitas pendidikan yang buruk dan akses layanan publik yang kurang.
Yeremia tahu bahwa membangun komunitas itu penting bagi warga buangan di Babel. Yeremia memang meminta mereka untuk tetap menjaga tali kekeluargaan dalam membangun keturunan. Tapi Yeremia mengingatkan bahwa kepentingan mereka sebagai suatu bangsa buangan ada di tangan pemerintah yang berkuasa atas mereka. Di wilayah tempat mereka dibuang yaitu Babel. Maka kesejahteraan bangsa Babel juga akan berdampak bagi bangsa mereka juga. Kepedulian pada kepentingan yang lebih besar ini yang membuat Yehuda disegani sebagai suatu bangsa di dalam Babel.
Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego memahami hal itu. Meski orang Yehuda dan berhasil menjadi pejabat tinggi di Babel, mereka tetap mengutamakan kepentingan Babel di atas segalanya. Mereka tidak menggunakan kekuasaan mereka untuk memberontak dan lainnya. Kesadaran bahwa yang mereka alami adalah hukuman konsekuensi keberdosaan mereka dan mereka akan hidup lama di Babel membuat mereka juga membangun bangsa ini. Tempat dimana mereka tinggal.
Apa yang bisa kita lakukan untuk kesejahteraan bangsa ini. Jangan melihat terlalu jauh. Lihatlah di sekeliling kita. Saudara-saudara kita yang tidak mampu. Jangan berpikir orang lain. Mungkin keluarga kita. Keuangan mereka, anak mereka yang tidak mampu melanjutkan SMA atau kuliah. Ada pasien yang membutuhkan darah. Lingkungan kita yang kumuh dan kering. Lakukanlah sesuatu untuk bangsa ini. untuk kepentingan lebih besar. Untuk kesejahteraan semua orang. Kuliahlah dengan baik dan tepat waktu. Jangan habiskan uang untuk kuliah yang bisa selesai dengan empat tahun. Sisakan untuk saudara anda, donorlah darah anda untuk orang-orang yang anda tidak kenal, jagalah kebersihan, tanamlah pohon, lakukanlah sesuatu untuk bangsa ini sesuai dengan porsi kita.
REFLEKSI
Peran kita bagi bangsa ini memiliki arti yang sangat besar. Mau atau tidak mau Tuhan menaruh kita di bumi Indonesia untuk memberi dampak bagi bangsa ini. banyak hal yang bisa kita lakukan. Marilah kita terus menyatakan sikap kita, melakukan sesuatu dan mengusahakan kesejahteraan bangsa ini sambil membekali hidup kita agar tidak mudah terpengaruh hal-hal yang buruk. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN