Minggu, 28 Januari 2024
“JANGAN MENJADI BATU SANDUNGAN BAGI SESAMA”
Kotbah: 1 Korintus 8:1-13 Bacaan: Ulangan 15:18-20
Minggu ini kita memasuki Minggu Septuagesima. Tujuh puluh hari sebelum Paskah/Kebangkitan Yesus Kristus (70 ari dijolo ni ari Haheheon ni Tuhan Jesus Kristus). Dalam minggu ini kita akan membahas tema “Jangan menjadi Batu Sandungan bagi Sesama”. Dalam pasal 8 dari surat ini, Paulus membahas masalah daging yang dikorbankan kepada berhala. Pada zaman itu, makanan yang dikonsumsi seringkali dikaitkan dengan persembahan kepada berhala dalam masyarakat pagan. Beberapa orang Kristen di Korintus, adalah penyembah berhala, masih merasa terlibat secara langsung atau tidak langsung dengan kebiasaan ini. Beberapa anggota jemaat merasa bahwa tidak ada masalah untuk makan daging yang dikorbankan kepada berhala karena mereka tahu bahwa berhala hanyalah benda mati dan bukan kekuatan yang sebenarnya. Namun, ada orang-orang lain yang lebih lemah imannya yang masih merasa terganggu oleh praktek ini dan mungkin merasa bahwa itu adalah bentuk penyembahan berhala yang terlarang.
Paulus mencoba menangani konflik ini dengan mengajarkan prinsip kasih dan memperingatkan agar tidak menjadi batu sandungan bagi sesama. Ia menekankan bahwa walaupun seseorang memiliki pengetahuan bahwa berhala sebenarnya tidak berarti apa-apa, namun penting untuk memperhatikan bagaimana tindakan kita dapat memengaruhi orang lain, terutama mereka yang memiliki iman yang lebih lemah. Dalam konteks ini, Paulus mengajarkan prinsip kasih, yaitu untuk tidak melakukan sesuatu yang, meskipun sah atau halal, dapat menyebabkan kesulitan atau kebingungan bagi sesama yang mungkin rentan terhadap hal tersebut. Ini mencerminkan pemahaman Paulus tentang pentingnya memelihara persatuan dan kasih di dalam jemaat Kristen, dan menghindari tindakan yang dapat memecah belah atau mengecilkan iman sesama.
Pertanyaan kita sekarang adalah apa makna dari peringatan "Jangan menjadi Batu Sandungan bagi Sesama"? Dari perikope ini dapat dijelaskan beberapa makna dari pernyataan ini, sebagai berikut:
Pertama, hindari menjadi hambatan atau rintangan. Peringatan ini mengajarkan agar kita tidak menjadi hambatan atau rintangan bagi sesama. Dalam konteks 1 Korintus 8:1-13, ini dapat merujuk pada perilaku atau keputusan yang dapat menghambat pertumbuhan rohani atau membingungkan orang lain di dalam jemaat.
Kedua, pertimbangkan dampak tindakan pada orang lain. Pesan ini mengajak kita untuk mempertimbangkan dampak dari tindakan dan keputusan kita pada orang lain. Meskipun kita mungkin memiliki kebebasan atau hak untuk melakukan sesuatu, kita harus berhati-hati agar tidak menyebabkan kesulitan atau kebingungan bagi sesama yang mungkin rentan atau sensitif terhadap hal tersebut.
Ketiga, tanggung jawab terhadap kesatuan Kristen. Membangun dan memelihara kesatuan di dalam tubuh Kristus adalah tanggung jawab kita. Oleh karena itu, kita diberi peringatan untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat merusak hubungan atau menciptakan perpecahan di antara saudara-saudara seiman.
Keempat, kasih sebagai panduan utama. Peringatan ini mencerminkan prinsip kasih sebagai panduan utama dalam hidup Kristen. Kita diingatkan untuk mengasihi sesama dan bertindak dengan kasih, mempertimbangkan kebutuhan dan sensitivitas mereka, bahkan jika hal tersebut tidak secara langsung melibatkan aspek moral atau kebenaran doktrinal.
Secara keseluruhan, peringatan ini mengajak kita untuk bertindak dengan penuh tanggung jawab, bijaksana, dan berorientasi pada kasih, dengan tujuan membangun dan memelihara hubungan yang sehat dalam tubuh Kristus.
Pertanyaan kita selanjutnya adalah apa yang harus kita lakukan agar kita terhindar dari sikap menjadi batu sandungan bagi orang lain? Berdasarkan 1 Korintus 8:1-13, terdapat beberapa prinsip yang dapat diambil untuk menghindari menjadi batu sandungan bagi sesama:
Pertama, kita harus berpegang pada Kasih. Utamakan kasih dalam tindakan dan keputusan kita. Pertimbangkan dampak tindakan kita terhadap iman dan kehidupan rohani sesama. Jangan hanya mempertimbangkan apakah suatu hal halal atau tidak, tetapi pertimbangkan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi hubungan dan iman sesama.
Kedua, memahami kepekaan sesama. Sadari kepekaan dan tingkat keimanan sesama. Apa yang mungkin tidak menjadi masalah bagi kita, bisa menjadi batu sandungan bagi orang lain. Jangan mengabaikan perasaan atau kekhawatiran orang lain terhadap suatu hal.
Ketiga, menahan kebebasan pribadi. Meskipun kita memiliki kebebasan tertentu dalam Kristus, bersedia menahan diri dalam situasi-situasi tertentu demi kebaikan sesama. Ini bukan hanya tentang hak kita, tetapi tentang tanggung jawab terhadap tubuh Kristus secara keseluruhan.
Keempat, pertimbangkan tanggung jawab sebagai orang Kristen. Mengenakan identitas Kristen membawa tanggung jawab terhadap orang lain. Jangan membuat pilihan yang dapat merusak saksi Kristus, atau menyebabkan kebingungan dalam komunitas orang beriman.
Kelima, prioritaskan persatuan. Ingatlah pentingnya persatuan dalam tubuh Kristus. Hindari tindakan yang dapat memecah belah atau menciptakan perpecahan di dalam jemaat.
Dengan mengamalkan prinsip-prinsip ini, kita dapat berusaha untuk menghindari menjadi batu sandungan bagi sesama dan secara positif berkontribusi pada hubungan di dalam tubuh Kristus.
RENUNGAN
Apakah yang hendak kita refleksikan dan hayati dari kotbah Minggu Septuagesima ini? Refleksi kita terhadap tema "Jangan Menjadi Batu Sandungan Bagi Sesama" berdasarkan 1 Korintus 8:1-13 dapat mencakup beberapa aspek yang dapat membentuk karakter dan perilaku kita sebagai orang percaya. Berikut beberapa refleksi yang muncul, sebagai berikut:
Pertama, pentingnya kasih dan pengertian. Refleksi ini dapat mengarah pada pemahaman akan pentingnya kasih dalam hubungan kita dengan sesama. Kesadaran akan sensitivitas dan keimanan sesama harus membimbing tindakan kita sehingga tidak menyakiti atau membingungkan mereka.
Kedua, tanggung jawab sebagai bagian dari Tubuh Kristus. Kita harus merenungkan tanggung jawab kita sebagai anggota tubuh Kristus. Kesadaran akan dampak dari setiap tindakan kita terhadap persekutuan dan kesatuan jemaat harus menggerakkan kita untuk bertindak dengan bijaksana.
Ketiga, kemandirian vs. kepedulian terhadap sesama. Refleksi ini mungkin membawa kita untuk menilai keseimbangan antara kebebasan pribadi dan kepedulian terhadap sesama. Kemandirian tidak boleh mengesampingkan rasa tanggung jawab terhadap orang lain.
Keempat, kesadaran akan dampak Saksi Kristus. Refleksi ini dapat mengarah pada pertimbangan tentang bagaimana tindakan kita mempengaruhi citra dan kesaksian Kristen di mata orang luar. Kita diingatkan untuk menjadi saksi Kristus yang konsisten dan meyakinkan.
Kelima, pertimbangan terhadap orang yang lebih lemah imannya. Kesadaran akan keberadaan orang yang lebih lemah imannya di sekitar kita menuntut pertimbangan dan kehati-hatian. Kita diingatkan untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri tetapi juga memperhatikan kebutuhan dan kelemahan sesama. Karena itu, dengan merenungkan kotbah ini, kita diundang untuk tumbuh dalam kasih, bijaksana dalam tindakan, dan selalu menyadari bagaimana kita dapat membangun persatuan dan memperkuat iman bersama dalam tubuh Kristus. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN