Renungan hari ini:
“BERSUKACITALAH NAMAMU TERDAFTAR DI SURGA”
Lukas 10:20 (TB) "Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga"
Luke 10:20 (NET) "Nevertheless, do not rejoice that the spirits submit to you, but rejoice that your names stand written in heaven”
Suka cita terbesar adalah jika nama kita terdaftar di surga, bukan karena kita memiliki prestasi mengusir roh-roh jahat. Suka cita para murid setelah menjalankan misi pewartaan dikecam Yesus. Yesus memberikan nasihat bahwa dasar kegembiraan itu bukan terletak pada prestasi mengusir roh-roh jahat, melainkan pada nama kita apakah terdaftar di surga. Wajarlah ketujuh puluh dua murid Yesus kembali dengan “gembira” (Lat. Gaudium, Yun. Chara). Mereka bergembira karena mereka telah menunaikan tugas pewartaan Yesus. Tugas ini bukanlah tugas mudah tanpa tantangan. Yesus sendiri berkata “Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah serigala” (Luk. 10: 3). Ada juga pelbagai larangan dan nasihat yang disampaikan Yesus bagi mereka agar para murid-Nya memfokuskan diri pada karya pewartaan dan tidak jatuh dalam kepentingan diri sendiri.
Kegembiraan ketujuh puluh dua murid ini semakin besar karena mereka berhasil menaklukkan setan dengan nama Yesus Kristus (Bdk. Luk. 10:17). Yesus sendiri telah menyatakan kejatuhan iblis. Dengan demikian, cahaya Kerajaan Allah akan mengalahkan dan menjatuhkan iblis dari kuasa gelapnya: “Aku melihat iblis jatuh seperti kilat dari langit.” (Luk. 10:18).
Kita perlu menyadari bahwa kuasa yang ada pada murid adalah “kuasa yang terberi” (given power), bukan kuasa dari diri mereka sendiri. Sebagaimana setan takluk, bukan karena kuasa dari dalam diri para murid itu sendiri, melainkan kuasa “dalam nama Kristus”. Yesus juga telah memberikan kuasa untuk menginjak “ular dan kalajengking” serta kuasa untuk menahan kekuatan musuh. (Bdk. Luk. 10: 19).
Dalam konteks Perjanjian Lama, ular dan kalajengking melambangkan segala jenis kejahatan. Ular disebut dalam Kejadian 3:1-14, Bilangan 21:6-9. Sedangkan kalajengking lambang hukuman Allah.. Kedua binatang itu disatukan dalam Ulangan 8:15. Dengan kuasa pemberian Yesus ini, para murid mampu menghalau segala kekuatan jahat dan pelbagai manifestasinya. Namun, Yesus segera memberi awasan kritis kepada para murid agar tidak jatuh dalam godaan “keangkuhan religius”.
Pusat perhatiannya bukanlah kekuatan diri mereka: “janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu”, melainkan karena mereka mampu bersekutu dalam kebahagiaan abadi bersama Allah di surga: “tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga” (Luk. 10:20).
Jika kegembiraan para murid masih terkontaminasi dengan rasa bangga diri, maka kegembiraan Yesus adalah kegembiraan yang penuh syukur kepada Bapa. Hanya hati yang selalu bersyukur kepada Allah akan terhindar dari godaan keangkuhan dan puas diri. Allah menyembunyikan misteri Kerajan Allah dari orang bijak dan orang pandai dan berkenan menyatakannya kepada orang kecil. Kita perlu memaknai ungkapan “orang bijak” dan “orang pandai” dalam konteks pembicaraan Yesus. Hal ini bukan berarti Yesus menolak orang bijak dan orang pandai secara umum, sebab pengetahuan dan kebijaksanaan tentu berasal dari Allah. Kedua ungkapan ini sebenarnya merujuk secara khusus kepada para Ahli Taurat, orang Farisi dan imam-imam Yahudi yang sering dianggap sebagai “orang bijak dan pandai”, namun hati mereka tertutup oleh keangkuhan dan kejahatan, seperti kubur yang dilabur putih bagian luarnya, namun bagian dalamnya penuh tulang-belulang.
Dari nas hari ini kita dapat belajar beberapa hal, yakni:
Pertama, kita harus selalu mengucap syukur kepada Allah. Dalam banyak hal, seperti para murid, kesuksesan dan pencapaian dalam hidup seringkali menggoda kita untuk menjadi angkuh dan mengandalkan diri sendiri. Kita lupa bahwa keberhasilan kita adalah “kuasa kasih Allah yang diberikan kepada kita”.
Kedua, kita perlu menimba energi Ilahi dari doa yang berkanjang (tekun). Seringkali, ketika kita mengalami pencobaan dan didera dukacita, doa menjadi pilihan utama kita. Namun, ketika kita mengalami sukacita, seringkali kita lupa bersyukur. Yesus dalam “kegembiraan” hati-Nya pun masih menyampaikan ungkapan syukur kepada Allah Bapa.
Ketiga, kita harus menghidupi spirit “kerendahan hati” sebagai “anak-anak kecil” di hadapan Allah. Kerendahan hati adalah kebajikan Kristiani yang utama. Kebajikan kerendahan hati (humilitas) ini dekat maknanya dengan kata “tanah” (humus). Orang yang rendah hati itu seperti tanah yang subur. Meski dipandang kotor dan sering diinjak-injak orang, namun ia tetap kuat menopang kehidupan dan menumbuhkan tunas-tunas hijau yang bertumbuh ke langit. “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Gaudete in Domino Semper!” (Flp. 4:4). Sukacita yang sejati sebagai murid-murid Kristus bukanlah sukacita karena pencapaian diri yang bersifat duniawi dan sementara. Karena itu, bersukacitalah dengan rendah hati karena kita percaya bahwa nama kita telah terdaftar dalam Kerajan Surga. (rsnh)
Selamat berkarya untuk TUHAN