Renungan hari ini:
“MENGASIHI MUSUH”
Matius 5:46 (TB2) "Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?"
Matthew 5:46 (NET) "For if you love those who love you, what reward do you have? Even the tax collectors do the same, don’t they?"
Pernyataan "Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu?" berasal dari khotbah Yesus di Bukit, yang ditemukan dalam Kitab Injil Matius. Kotbah ini merupakan salah satu ajaran penting dalam agama Kristen dan sering dianggap sebagai inti dari ajaran Yesus. Konteks pernyataan tersebut adalah Yesus sedang mengajarkan tentang cinta kasih dan pengampunan. Dalam ayat sebelumnya, Yesus mengatakan bahwa kita harus mencintai musuh kita dan berdoa bagi orang-orang yang mempersekutukan kita. Ayat selanjutnya kemudian menjelaskan mengapa kita harus melakukan hal tersebut.
Dalam budaya Yahudi pada waktu itu, orang sering hanya mengasihi orang yang mencintai mereka kembali. Orang-orang Yahudi memandang ini sebagai cara yang wajar untuk bertindak. Namun, Yesus mengajarkan bahwa cinta kasih yang benar harus memandang semua orang sama, baik yang mencintai maupun yang tidak mencintai kita kembali. Kita tidak boleh hanya mengasihi orang yang mengasihi kita, tetapi juga harus mengasihi musuh-musuh kita dan orang-orang yang tidak menyukai kita.
Dalam pernyataan "Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu?", Yesus menegaskan bahwa jika kita hanya mengasihi orang yang mengasihi kita kembali, kita tidak akan memperoleh upah dari Allah, karena tindakan kita tersebut tidak lebih dari apa yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak beriman. Dengan demikian, Yesus menekankan pentingnya mengasihi sesama tanpa pamrih dan tanpa mengharapkan balasan apapun, sehingga kita bisa menjadi saksi-Nya dan mengembangkan kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain.
Ayat ini mengajarkan bahwa cinta kasih dan pengampunan seharusnya tidak dibatasi hanya kepada orang yang mencintai kita. Jika kita hanya mencintai orang yang mencintai kita kembali, maka kita tidak lebih baik dari orang-orang yang tidak mengenal Allah. Dalam konteks ini, "upahmu" merujuk pada pahala yang diberikan oleh Allah bagi orang yang melakukan kebajikan. Yesus menegaskan bahwa jika kita hanya mengasihi orang yang mengasihi kita kembali, maka kita tidak akan memperoleh upah dari Allah, karena tindakan kita tersebut tidak lebih dari apa yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak beriman. Dengan demikian, Yesus mengajarkan pentingnya mengasihi sesama tanpa pamrih, bahkan jika orang tersebut tidak mencintai kita kembali. Hal ini menunjukkan bahwa cinta kasih yang benar adalah cinta kasih yang tidak memandang status sosial, agama, ras, atau apapun yang bisa menjadi pembatas antar sesama manusia. Sebagai pengikut Yesus, kita dipanggil untuk mengasihi sesama dengan tulus dan ikhlas, tanpa mengharapkan imbalan atau pujian dari orang lain.
Pertanyaan kita sekarang adalah apa yang harus kita lakukan dalam rangka mengasihi musuhkita? Minimal ada tiga hal yang harus kita lakukan dalam rangka mengasihi musuhkita, yakni:
Pertama, memberi salam. “Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja...” (Mat. 5:47). Salah satu wujud mengasihi adalah memberi salam. Perintah yang tersirat dalam perkataan ini adalah jangan memberi salam kepada saudara-saudara kita saja tetapi juga kepada musuh. Kepada siapa Anda memberi salam? Orang yang dikenal? Yang baik? Tuhan Yesus ingin kita berbuat lebih yaitu memberi salam kepada orang yang sedang bermasalah dengan kita. Sanggupkan diri Anda untuk melakukan hal itu.
Kedua, menolong memenuhi kebutuhan mereka atau melayani mereka. “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Mat. 5:45). Sinar matahari dan hujan adalah kebutuhan fisik manusia. Allah memenuhi kebutuhan orang benar dan fasik tanpa pilih-pilih. Kita juga harus meneladani Dia. “Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! …” (Rm. 12:20). Mengasihi musuh berarti menolong mereka dalam hal-hal yang praktis.
Ketiga, berdoa bagi mereka. “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat. 5:44). Berdoa bagi musuh adalah ungkapan kasih paling dalam, karena kita menginginkan yang baik terjadi pada mereka. Kita bisa melakukan hal baik kepada musuh tetapi tidak tulus. Namun, kita tidak mungkin berdoa bagi mereka dengan pura-pura di hadapan Allah yang tahu isi hati kita. Kita bisa mendoakan agar mereka bertobat, agar hati mereka diubahkan, agar berhenti berdosa. Itulah yang dilakukan Stefanus ketika ia sedang dilempari batu. “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” (Kis. 7:60). Karena itu, wujud kasih kita kepada TUHAN sejatinya tampak dalam bentuk kasih kita kepada orang yang membenci kita. (rsnh)
Selamat berkarya untuk TUHAN dan selamat merayakan Hari Pendidikan Nasional