KOTBAH MINGGU X SETELAH TRINITATIS
Minggu, 16 Agustus 2020
Kotbah: Ulangan 15:12-18 Bacaan: 1Petrus 2:13-17
Minggu ini kita akan memasuki Minggu kesepuluh setelah Trinitatis. Tema yang akan kita gumuli adalah “Kemerdekaan”. Tema ini erat kaitannya dengan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 75. Tema kemerdekaan RI ke 75 adalah Indonesia Maju. Indonesia maju ini dilaksanakan dengan pembangunan infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia, penciptaan lapangan kereja, pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah. Intinya adalah hendak memerdekakan Indonesia dari ketidakmajuan selamana ini menuju Indonesia maju. Indonesia maju berarti kita merdeka dari hal-hal yang membuat kita tidak maju. Kemerdekaan itu membawa kebahagiaan bagi kita rakyat Indonesia.
Dalam teks yang kita baca dalam kotbah Minggu ini, kita akan membahas kemerdekaan budak Ibrani. Kemerdekaan budak Ibrani ini pastilah berbeda dengan kemerdekaan RI yang kita alami. Latarbelakang sejarah kedua bangsa ini berbeda bentuk dan waktunya tetapi sama isinya. Israel dijadikan budak di rumah orang, sementara di Indonesia dijadikan budak di rumah sendiri. Israel dijajah dan diperah Mesir, Indonesia dijajah oleh Belanda dan Portugis. Keduanya berjuang membebaskan dan memerdekakan diri dari keadaan tersebut. Israel dipimpin oleh duet Musa-Harun, Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Dalam perjuangan pembebasan (merebut kemerdekaan), kedua bangsa itu sampai menyimpulkan, bahwa ALLAH turut bekerja mendatangkan keselamatan bagi bangsa tertindas. Pengakuan itu dirumuskan dalam alinea III Mukadimah UUD 1945 dan Mukadimah Hukum Israel (Kel. 20:2; bnd. Ul. 5:6). Dengan demikian Bangsa Israel maupun Bangsa Indonesia mengakui menjunjung tinggi ke-Allah-an TUHAN yang bekerja membebaskan/memerdekakan semua orang dari segala bentuk penjajahan.
Kemerdekaan adalah kesempatan yang dianugerahkan Allah untuk berbuat baik. Jikalau seluruh umat beragama di Indonesia yang mengakui kepemimpinan Allah, seharusnya, menyadari makna kemerdekaan yang diberikan oleh Allah, maka kita memiliki kewajiban moral demi mensejahterakan sesama sebangsa yang menderita. Allah bertujuan membebaskan dan memerdekakan Israel, juga Indonesia, agar membangun kerja sama demi membebaskan dan memerdekakan orang yang sengsara. Kemerdekaan yang dianugerahkan kepada masyarakat-bangsa Indonesia perlu disyukuri melalui perbuatan baik, menurut kehendak Allah (bnd. 1 Ptr. 3:9, 17), sama seperti yang telah kita (Islam, Kristen, Budha, Hindu dan aliran kepercayaan) terima dari tangan-Nya. Kemerdekaan ini perlu pembuktian faktual (yang dapat diaktualisasikan terus menerus) melalui pemerataan keadilan sosial sesuai kondisi bangsa. Dan, pemerataan keadilan sosial bukan gagasan ideal yang dibahas di Gedung MPR/DPR, melainkan merupakan tindakan konkrit dan bersifat spontanitas-otomatis, keluar dari hati setiap anak bangsa yang mengucap syukur kepada Allah. Dengan demikian, setiap pekerja/karyawan yang bekerja, biarlah hati nurani dan pikirannyapun digerakkan untuk membantu orang sengsara di manapun dan kapanpun. Ingat dan renungkanlah kata-kata ini: TUHAN telah membebaskan kita dari kesusahan, ketika ia memberkati pekerjaan; karena itu, bekerjalah untuk Dia dengan membagikan keadilannya kepada siapapun, agar mereka terbebas dari kesulitan ekonomi, sama seperti Tuhan telah melakukannya ketika kamu berseru. Jika kamu melakukannya, maka “Tuhan, Allahmu, memberkarti engkau dalam segala pekerjaanmu.”
Dalam Renungan firman TUHAN Minggu ini, Tuhan telah memberikan peraturan sosial kepada bangsa Israel tentang seorang budak. Mereka menjadi budak mungkin saja disebabkan karena kesalahan mereka atau dirugikan orang lain, atau karena memang keadaan mereka tidak baik secara ekonomi. Kepada mereka, Tuhan ternyata tidak tinggal diam. Tuhan memberikan peraturan untuk menolong mereka, yaitu setelah lewat enam tahun mereka bekerja, maka pada tahun yang ketujuh, mereka haruslah dilepas sebagai budak. Untuk mendapat budak, mungkin saja seseorang harus mengeluarkan biaya penebusan atau pembelian; namun setelah enam tahun bekerja, Tuhan meminta orang itu untuk melepaskan budaknya tersebut pada tahun ketujuh; dan ditambah lagi, orang itu harus memberi properti (kambing-domba) yang dapat menolong kehidupan budak itu. Apa ini semua masuk akal dan adil? Jika kita melihat peraturan itu dalam konteks masa kini tentu membuat kita menjadi bingung. Namun jika kita melihatnya dalam konteks masa itu, peraturan ini sangatlah baik dan bukti bahwa Tuhan memperhatikan para budak. Poinnya adalah, jangan biarkan sesamamu menderita, sedangkan kita dapat dan mampu memberinya kehidupan yang lebih baik. Kita dipanggil untuk memberi sejahtera bagi mereka yang bekerja dengan kita
Dari teks ini kita dapat berefleksi. Ada beberapa hal yang harus kita pelajari soal kemerdekaan budak Ibrani ini yakni: Pertama, kita harus melepaskan budak sesuai dengan waktunya (ay. 12). Engkau harus melepaskan dia. Sekalipun disusun untuk tujuh tahunan, hukum ini berbeda dengan pasal 14:28, 29 dan 15:1-11 karena tidak mengacu kepada kesatuan sabat yang biasa di dalam siklus tahun Yobel, tetapi mengacu kepada sebuah periode tujuh tahun yang diawali pada saat seorang Ibrani menjadi budak. Peraturan ini juga terdapat di dalam Kitab Perjanjian (Kel. 21:2-6) dan diimbangi oleh peraturan dalam Kitab Imamat tentang tahun Yobel (Im. 25:39-55; bdg. Yer. 34:14). Ataupun seorang perempuan Ibrani. Pencantuman perempuan Ibrani yang mungkin tersirat dalam Keluaran 21:2-6 (bnd. Kel. 21:7-11 yang membahas kasus khusus tentang hamba perempuan yang merupakan gundik) dijadikan tersurat di sini. Sebagaimana dalam penghapusan hutang, demikian pula di dalam pembebasan budak, batas penerapannya hanyalah pada sesama orang Israel saja. Ditinjau dari sudut pembedaan di antara "saudara" dengan orang asing" di dalam konteks ini dan penyebutan budak Ibrani sebagai saudara (15-12) maka teori yang menganggap bahwa budak Ibrani adalah seorang budak asing harus dipandang sebagai salah. Menurut teori tersebut, apa yang diizinkan di Keluaran 21:6 dan Ulangan 15:17 bagi budak Ibrani, di dalam Imamat 25:44-66 tidak diperbolehkan untuk orang Israel. Tetapi Imamat 25 mengacu kepada suatu perbudakan yang dipaksakan, sedangkan budak Ibrani yang dimaksudkan di dalam nas-nas lainnya mengacu kepada tindakan sukarela. Peraturan tentang pembebasan budak pada tahun Yobel di Imamat 25:40, 41 menambah hak budak Ibrani untuk dilepaskan pada tahun yang ketujuh sebagai hadiah khusus bila tahun Yobel tiba sebelum dia melayani sebagai budak selama tujuh tahun. Kedua, jika budak itu tidak mau bebas, maka kita berhak memilikinya sampai selama-lamanya (ay. 17). Apabila dia berkata kepadamu: aku tidak mau keluar. Hak tambahan ini, seperti hak untuk dilepaskan pada tahun pengabdian yang ketujuh, bergantung pada hak budak itu untuk secara sukarela mengabdi seumur hidup pada seorang tuan yang dikasihi olehnya (bdg. Kel. 21:5, 6). Di dalam perumusan ulang Kitab Ulangan ini peraturan ini menjadi lebih luwes (15:13, 14) dan berbagai himbauan untuk taat ikut disebutkan (ay. 15, 18).
Apa yang hendak kita renungkan dari teks ini dalam merayakan kemerdekaan RI ke 75 ini? Pertama, sebagai warga negara yanga baik kita harus terus berjuang untuk membebaskan ketertinggalan kita menuju Indonesia maju. Kita harus meningkatkan mutu sumber daya kita di berbagai bidang. Dalam hal iman kita harus meningkatkan mutu iman kita. Mental kita bukan lagi mental menjajah, membodohi, memfitnah, mengkritik negatif, melainkan kita memiliki mental pembebas dengan memberikan masukan, idea-idea, kritik membangun agar kita semakin maju. Kedua, kita harus berlomba-lomba meningkatkan kemajuan pelayanan Gereja di berbagai bidang. Unggul melayani dalam kebersamaan menjadi bukti kita sebagai pembebas dari ketertinggalan kita. Jika selama ini kita masih bekerja sendiri-sendiri, maka kita berusaha bekerja secara bersama-sama untuk memajukan GKPA.
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN