Jumat, 31 Agustus 2018

KOTBAH MINGGU XIV SETELAH TRINITATIS Minggu, 02 September 2018 “HIDUP DALAM KEMURAHAN HATI”

Minggu, 02 September 2018

“HIDUP DALAM KEMURAHAN HATI”
Kotbah: 1Raja 17:7-16 Bacaan: Kisah 28:1-10



Minggu ini kita memasuki Minggu Keempatbelas Setelah Trinitatis. Tema yang akan kita renungkan adalah “Hidup dalam kemurahan hati”.Hidup dalam kemurahan hati berasal dari hati yang rela dan tulus. Hal itu dibuktikan seorang janda di Sarfat. Meski dalam keadaan kurang, ternyata ia lebih suka membagikan makanannya. Memang dia dalam keadaan kritis karena tak ada makanan untuk esok hari. Tetapi, dalam keadaan serba sedikit itu, dia masih mau memberi. 

Janda itu, kita tidak pernah tahu namanya, sejatinya berani mengambil risiko dengan memberi makan Elia karena ada harapan di sana. Bagaimanapun, Elia berjanji bahwa Allah Israel akan memberinya makan. Pilihan cuma dua. Pertama,tidak memberi makan. Artinya, nasibnya sudah jelas, tak ada makanan untuk esok hari. Itu berarti, dia dan anaknya tinggal menunggu ajal. Kedua,memberi makan. Kalau dia memberi Elia makan, masih ada dua kemungkinan: tetap mati, sebagaimana kalau tidak memberi makanan; atau hidup, sebagaimana janji Elia.

Janda di Sarfat memilih yang kedua karena ada harapan di sana. Harapan memang belum terjadi. Tetapi, Sang Janda menggantungkan dirinya pada harapan itu. Hasilnya, tepung dan minyak selalu tersedia hari demi hari. Ketersediaannya memang sehari demi sehari. Jadi, tidak langsung jatuh dari langit, satu kuintal tepung dan 100 liter minyak. Tetapi, sehari demi sehari. Allah mencukupkan hidup mereka bertiga, Elia, janda, dan anaknya, sehari demi sehari.

Di mata Elia, janda di Sarfat itu telah memperlihatkan wajah Allah. Melalui janda itu, Sang Nabi bisa merasakan kasih Allah. Jangan lupa, janda itu merupakan orang asing, musuh Israel lagi. Tetapi, dia mau dipakai Allah untuk memberikan kehidupan kepada Elia melalui berbagi dalam kekurangannya.

Timbul pertanyaan kita sekarang, apakah ciri-ciri orang yang hidup dalam kemurahan hati? 

Pertama, ia mampu mengasihi sesama manusia. Di dalam penderitaan, ia harus mengalami ujian iman dengan menerima seorang asing di tengah kesusahannya. Dia bertemu dengan Nabi Elia dan mempersilahkannya masuk ke rumah meski berdasarkan pandangan budaya Timur bisa membuat posisinya tidak nyaman. Tetapi sikap ramah mengalahkan sikap negatif. Tak ada alasan untuk tidak mengasihi dan menolong orang lain. 

Kedua, bertindak dengan Iman yang besar. Ia tak hanya menyambut Elia dengan ramah, tetapi ia juga menurut ketika diperintahkan Elia untuk membuat roti baginya meski pada saat itu, ia hanya punya sedikit tepung dan minyak, hanya cukup untuk membuat sepotong kecil roti (ay. 11-12). Ini adalah langkah iman, ia tak ingin mencari alasan untuk menolak permintaan itu. Dia memberikan semua yang dia punya kepada Elia dan menyerahkan dirinya kepada Tuhan. Ia percaya pada perkataan Elia bahwa tepung dan minyak itu tidak akan habis. 

Ketiga, memberi yang terbaik kepada Tuhan. Tindakan janda ini memberi seluruh miliknya kepada Elia membuktikan bahwa ia memiliki kasih yang besar kepada Tuhan. Memang saat itu Elia terkesan hanya mementingkan perut sendiri. Tetapi pada kenyataannya, Tuhan bekerja memelihara hidup janda Sarfat lebih dari sebelumnya. Tuhan tidak pernah meninggalkan anaknya yang setia. Kasih kepada Tuhan tidak pernah kehilangan balasannya. Barangsiapa mengasihi dan mengutamakan Tuhan, tidak pernah ditinggalkan-Nya. Karena itu, bertindaklah senantiasa dengan iman dan kepercayaan maka pemeliharaan Allah akan tetap terjadi. (rsnh)


Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: ANAK ALLAH

Renungan hari ini: 

ANAK ALLAH



Galatia 3:26 (TB) "Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus" 

Galatians 3:26 (NET) "For in Christ Jesus you are all sons of God through faith” 

Umat percaya disebut menjadi anak-anak Allah. Sebutan ini bukan berarti Allah beranak, tetapi setiap orang yang percaya kepada Allah diangkat-Nya menjadi anak-anak-Nya. Artinya, umat percaya itu dimasukkan menjadi bagian dari keluarga Allah. Setiap dari kita yang telah diterima dalam keluarga Allah mungkin akan mengatakan bahwa penerimaan tersebut merupakan peristiwa terindah dalam hidup kita. Ketika mempercayai Kristus sebagai Juruselamat kita, kita menjadi anak-anak Allah, dan Dia menjadi Bapa Surgawi kita. Alkitab memberikan kepastian kepada kita, “Kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus” (Gal. 3:26).

Sebagai anak yang diadopsi ke dalam keluarga Allah, kita mempunyai saudara-saudara seiman—saudara laki-laki dan perempuan di dalam Kristus—dan kita semua mendapat bagian dalam warisan yang kekal (Kol. 1:12). Lebih dari itu, Roh Yesus mendiami hati kita dan memampukan kita untuk berdoa dalam nama Abba, Bapa (Gal. 4:6)—bagaikan seorang anak yang memanggil ayahnya, “Papa.”

Ada beberapa keuntungan saat kita menjadi anak-anak Allah:

Pertama,saat kita menjadi anak-anak Allah, maka Bapa di Surga tahu apa yang menjadi kebutuhan kita (Mat. 6:32). Sebesar, sekecil, serumit apapun yang kita perlukan, Bapa kita yang di Surga tahu apa yang kita perlukan. Sesama kita belum tentu mengetahui apa yang kita perlukan, tapi Bapa di Surga mengetahuinya. Jadi jangan takut, jangan kuatir, serahkan semuanya kedalam tangan Tuhan karena Bapa kita tahu apa yang kita perlukan.

Kedua, saat kita menjadi anak-anak Allah, maka Bapa kita akan memberikan pemberian yang terbaik untuk kita (Mat. 7:11). Meskipun terkadang apa yang diberikan oleh Bapa kita di Surga belum tentu sesuai dengan keinginan kita, tapi kita harus percaya bahwa apa yang Bapa kita berikan itu adalah yang terbaik untuk kita.

Ketiga, saat kita menjadi anak-anak Allah, maka kita berhak untuk menjadi ahli waris kerajaan Surga dan kita berhak untuk menerima janji-janji Allah (Rm. 8:17). Dalam Alkitab ada kurang lebih 5000 janji Allah, dan itu semua akan digenapi dalam hidup kita karena kita berhak untuk menerimanya.

Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan saat kita menjadi anak-anak Allah, yakni:

Pertama, saat kita menjadi anak-anak Allah dan ketika kita melakukan suatu kesalahan, maka Tuhan akan menegur kita. Jangan pernah bosan dengan teguran Tuhan. Saat Tuhan menergur kita, maka kita harus bersukacita karena saat Tuhan menegur kita itu tandanya Tuhan sangat sayang kepada kita (Ibr. 12: 5-8). 

Kedua, sebagai anak-anak Allah, jangan sampai kita meninggalkan Rumah Bapa, karena saat kita meninggalkan Rumah Bapa, maka yang kita temui hanyanya kesusahan (Luk.15:13–16). Sama seperti anak bungsu yang meninggalkan rumah bapanya dan ahkirnya mengalami nasib yang menyedihkan. Rumah Bapa disini adalah gereja lokal dimana kita digembalakan dan bertumbuh dalam iman. Setialah pada sebuah penggembalaan yang baik dan jangan meninggalkan jam-jam ibadah yang ada.

Sebagai anak Allah, kita mengalami keintiman dan perlindungan dari Bapa yang mengasihi, menerima, dan mau mengenal kita. Pengadopsian kita ke dalam keluarga-Nya merupakan penerimaan yang sungguh luar biasa. Dahulu aku seorang asing yang terkucil di dunia, Lahir sebagai orang asing, hidup sebagai pendosa; Namun aku sudah diangkat anak, namaku tercatat, Jadi ahli waris surga, dengan jubah dan mahkota mulia. Karena itu, bangga dan hargailah dirikita sebagai anak-anak Allah yang tinggal di dunia ini sebagai alat-Nya untuk memuliakan-Nya. (rsnh)

Selamat berakhir pekan dan besok ke Gereja

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...