Selasa, 24 Maret 2020

Renungan: PENGUBURAN JENAZAH AKIBAT COVID 19

Renungan:

PENGUBURAN JENAZAH AKIBAT COVID 19
Dari beberapa kasus kematian orang akibat Covid 19 terlihat Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan pihak Rumah Sakit (RS) untuk langsung membawa jenazah ke kuburan yang hanya dilakukan oleh petugas medis dan beberapa anggota keluarga terdekat atau bahkan tanpa keluarga.
Fenomena ini mulai gencar dibicarakan banyak orang. Mereka bertanya di mana pihak kerohanian keagamaan korban Covid 19 itu. Mengapa mereka tidak melaksanakan upacara atau ibadah penguburan sesuai aturan agama yang mereka imani dan anut. Di mana rasa sosial para rohaniwan kok tega-teganya mereka membiarkan jemaahnya mengalami duka yang mendalam. Dan masih banyak sejumlah pertanyaan yang dilontarkan umat mengenai penguburan orang yang mati akibat Covid 19 ini.
Sejatinya setiap orang yang meninggal harus dilaksanakan ibadah penguburan. Sebelumnya jenazah pastilah dibawa ke rumah duka atau ke tempat duka lalu diadakan acara penghormatan sesuai adat dan kebudayaan masing-masing. Kemudian diserahkan kepada rohaniwan untuk menguburkannya sesuai aturan agamanya masing-masing.
Namun kenyataan yang kita lihat sekarang, dua orang profesor yang mati baik di RSUP Persahabatan Jakarta dan RSUP Sardjito Yogyakarta dan beberapa orang lain semisal kasus penguburan di Simalingkar B Medan, semuanya tanpa dihadiri oleh kaum rohaniwan. Ketidakhadiran kaum rohaniwan kemungkinan diakibatkan SOP pihak RS yang tidak mengijinkan pihak mana pun untuk ikut dalam proses penguburan ini. Demi menjaga penularan virus Corona kepada orang lain pihak RS dari ruang jenazah membawa mayat korban Covid 19 langsung ke kuburan untuk dikuburkan.
Apakah setiap orang meninggal harus dikuburkan secara agama? Ya tentu harus. Dalam situasi normal semua orang yang meninggal haruslah dikuburkan dengan baik dan sesuai aturan adat dan agamanya masing-masing. 
Lalu, apakah salah jika seaeorang meninggal lalu tidak dikuburkan secara adat dan agama yang dianutnya? Jawaban pertanyaan ini agak sulit namun harus dijawab. Tentu jawabannya adalah melihat situasi dan kondisi kematian orang itu. Jika kita melihat fakta yang terjadi saat ini keputusan pihak RS untuk langsung menguburkan jenazah korban Covid 19 tanpa kaum rohaniwan haruslah kita hargai dengan sebaik-baiknya. Mengapa? Tentunya pihak RS sudah memikirkan sebaik-baiknya keputusan itu demi memutus rantai penyebaran virus Corona. Pihak RS sendiri yang bertugas mengantar dan menguburkan jenazah itu dilengkapi dengan peralatan yang khusus. Kemudian lama jenazah itu berada di luar hingga ke penguburan pun dibatasi hingga 6 jam saja.
Kita berandai-andai sajalah dulu. Jika pihak RS memberikan kesempatan kepada pihak rohaniwan untuk menguburkannya maka pihak RS atau keluarga juga harus menyediakan pakaian khusus buat kaum rohaniwan itu agar dia tidak terkena virus itu. Sementara alat dan pakaian khusus itu mahal dan ketersediaannya pun sangat terbatas saat ini. Dan pakaian itu pun hanya sekali pakai dalam jangka waktu 8 jam.
Pertimbangan situasional inilah kemungkinan yang membuat penguburan bagi orang yang meninggal karena Covid 19 tanpa kehadiran kaum rohaniwan. Sedih memang. Tetapi itulah kenyataan hidup saat ini. Kedua profesor itu adalah orang baik. Tetapi kerabat dan keluarganya tidak bisa untuk melihatnya semasa dia dikarantina di RS hingga ke kuburan. Pihak keluarga tidak bisa melihat dan mendampinginya. 
Kematian kedua profesor baik itu menjadi pelajaran bagi kita. Penguburan mereka tanpa kaum rohaniwan menjadi perenungan yang mendalam bagi kita semua. Penguburan mereka bukanlah berlaku umum melainkan khusus karena situasi dan kondisi pandemi Covid 19. 
Marilah kita #tetapdirumahsaja untuk memutus rantai virus yang mewabah di dunia ini. Kasihilah keluargamu dan orang lain dengan tetap setia #tinggaldirumah hingga keadaan kembali pulih dan normal. Kita harus menghargai pengorbanan para Tenaga Kesehatan yang telah rela memberikan hidupnya bagi penanganan penderita Covid 19 ini dengan meninggalkan keluarga yang dikasihinya.
Kiranya TUHAN menghibur dan menguatkan keluarga yang bersuka serta memberi hikamt kepada kita semua untuk memahami dan mendoakan keadaan kita saat ini. Marilah kita #tetapdirumah agar kita sehat dan orang lain pun sehat.

Renungan: KEMATIAN DI DEPAN MATA

Renungan:

KEMATIAN DI DEPAN MATA


 
Melihat video-video yang dikirim dari media sosial Whats App membuat hati semakin pedih. Ditambah lagi berita-berita yang semakin menakutkan. Di Medan bertambah lagi yang meninggal. Hal ini membuat kita harus berpikir jernih bahwa kematian sudah di depan mata kita jika kita tidak serius melawan penyebaran virus Corona ini. Jika kita masih berkeliaran di luar rumah maka kita sedang membiarkan kematian itu dekat dengan kita. Atau setidaknya kita membuat kematian itu dekat kepada orang lain. Namun jika kita mau mengurung niat keluar rumah dan betah di dalam rumah maka kita sedang sama-sama berjuang menjauhkan virus Corona dari kita. Kita sama-sama membantu pengurangan penyebaran virus ke orang lain. 
 
Mungkin kita sehat dan masih segar bugar. Itu bisa saja. Namun kita tidak sadar kita telah menjadi pembawa virus ke orang lain. Jangan seperti cerita seorang anak remaja itu. Dia merasa sehat dan tidak merasa apa-apa dalam dirinya. Lalu dia bepergian bebas ke mana-mana. Pulang ke rumah tidak melakukan seperti yang dianjurkan agar membilas tangan lalu mandi dan mengganti semua baju yang dipakainya. Karena merasa sehat. Apa yang terjadi kemudian? Kakeknya mengalami batuk dan flu berat dan sesak nafas lalu meninggal dunia. Atau seperti cerita lain yang baru-baru ini terjadi di Medan. Dia baru pulang dari kota Bandung lalu pergi melayat keluarga yang meninggal kemudian pulang ke rumah. Sesampai di rumah ia pun batuk-batuk, sesak nafas lalu meninggal.
 
Melihat keadaan itu kita harus berhati-hati. Jika kita baru pulang dari luar kota segeralah mengisolasi diri selama 14 hari. Sehat atau tidak sehat tetaplah isolasi diri. Jangan bersentuhan dengan siapapun selama 14 hari itu agar kita selamat dan orang lain juga selamat. Virus ini tidak bisa dideteksi dengan kasat mata kita. Kita bisa jadi korban atau kita bisa menjadi pembawa virus kepada orang lain.
 
Harus kita ingat bahwa kematian di depan mata akibat virus Corona ini sangat kejam. Jika sudah meninggal harus segera dikuburkan bersama semua pakaian dan peralatan yang digunakan tanpa diikuti orang lain kecuali keluarga terdekat. Karena itu marilah berdoa dan berseru kepada Tuhan agar kematian akibat virus Corona ini jauh dari kita semua. Sembari kita berjuang untuk tetap tinggal di rumah.
 
Salam Perjuangan

Renungan hari ini: MELAKUKAN YANG BENAR

Renungan hari ini:

MELAKUKAN YANG BENAR



Yohanes 3:21 (TB) “Ttetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah"

John 3:21 (NET) "But the one who practices the truth comes to the light, so that it may be plainly evident that his deeds have been done in God”

Melakukan yang benar merupakan tugas kita semua. Benar dan baik beda tipis. Benar berarti ia melakukan sesuai dengan perintah dan aturan. Baik berarti melakukan sesuatu dengan baik walau bisa saja tidak sesuai dengan aturan atau perintah. Kitab Suci mengajar kita menjadi orang benar bukan orang baik. Walau resikonya beda. Tidak seorang pun mau mati untuk orang benar, tetapi untuk orang baik ada banyak orang yang mau mati (Rm. 5:7). Orang benar pasti datang kepada terang ALLAH, tetapi orang baik belum tentu datang kepada terang ALLAH.

Orang benar menunjukkan perbuatannya di hadapan ALLAH dan ia mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya. Semua tindak tanduknya, tingkahlakunya nyata di hadapan ALLAH. Tidak ada yang disembunyikannya. Orang benar tidak takut mendatangi terang ALLAH karena segala perbuatannya sesuai dengan kehendak ALLAH. Itulah sebabnya sulit orang yang mau mati membela orang benar karena mereka tidak mau hidup sesuai dengan perintah TUHAN. Hidup menjadi orang benar tidak mau kompromi dengan segala tindakan kejahatan dan kegelapan dunia.

Orang baik bisa saja melakukan kehendak TUHAN tetapi terkadang mereka kompromi dengan dosa dan kejahatan agar bisa menyenangkan orang lain. Kebaikannya sebenarnya menutupi dosa yang sedang dilakukannya. Itulah sebabnya ada banyak orang mau mati baginya karena jasa baiknya bagi mereka. Orang baik belum tentu mau datang kepada Terang ALLAH sebab ia tahu banyak melakukan dosa yang tidak sesuai dengan kehendak ALLAH.

Orang benar punya kuasa ALLAH tetapi orang baik belum tentu punya kuasa ALLAH. Jika orang benar berdoa dengan yakin maka doanya sangat besar kuasanya (Yak. 5:16). Tetapi jika orang baik berdoa belum tentu punya kuasa yang besar. Selain itu Yesus juga berfirman, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup ….” (Yoh. 14:6). Yesus tidak pernah berkata, “Akulah jalan dan kebaikan dan hidup…”. Artinya, hanya orang benarlah yang mampu datang kepada Terang ALLAH dan bukan orang baik.

Orang benar itu seperti lampu yang terus-menerus bernyala. Tetapi nyalanya itu berasal dari perbuatan-perbuatan benar yang ditunjukkan dalam hidup sehari-hari. Mengapa? Karena itulah kesaksian hidup orang benar. Orang benar mesti selalu memberi kesaksian tentang kebenaran kepada semua orang yang dijumpai. Karena itu, orang benar mesti mengambil sikap yang lain. Orang benar mesti berani melawan arus. Caranya adalah dengan menjadi terang bagi sesama. Orang benar mesti menjadi terang bagi hidup sesamanya. Artinya, orang benar mau memperjuangkan kehidupan dalam situasi yang nyata. Orang benar mesti berani menjadi pembawa damai dan sukacita bagi kehidupan. Mari kita berusaha menjadi terang yang bercahaya terus-menerus untuk meredupkan setiap bentuk kejahatan di dunia ini. (rsnh)

Selamat berkarya untuk TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...