Minggu, 09 Pebruari 2020
“KEBAHAGIAAN ORANG YANG TAKUT AKAN TUHAN”
Kotbah: Mazmur 112:1-10 Bacaan: Matius 5:17-20
Minggu ini kita memasuki Minggu Septuagesima. Tujuhpuluh hari sebelum Paskah/Kebangkitan Yesus Kristus (70 ari dijolo ni ari Haheheon ni Tuhan Jesus Kristus). Dalam minggu ini kita akan membahas tema “Kebahagiaan Orang yang Takut akan TUHAN”. Pengertian "takut" dalam frasa tersebut tidak seperti perasaan takut terhadap sosok angker yang membuat jiwa tertekan dan tidak tenang. Dalam bahasa Ibrani istilah "takut akan Tuhan" (yara Yahweh) lebih dipahami dalam pengertian rasa hormat atau kagum yang muncul ketika berjumpa dengan pribadi Allah yang hidup. Perjumpaan itu akan mengakibatkan perubahan dalam diri manusia, baik pribadinya maupun keluarganya. Dengan hiduplah takut akan Tuhan maka hidup kita akan berbahagia. Kita bisa takut akan Tuhan jikalau kita hidup senantiasa mengalami perjumpaan dengan Tuhan.
Ketika kita takut akan Tuhan, berarti kita menghormati Tuhan dan tidak akan melanggar larangan-Nya dan pasti akan berusaha mati-matian untuk melakukan perintah-Nya. Itu adalah sikap yang diminta Tuhan kepada anak-anak-Nya. Ketika seseorang sudah takut akan Tuhan dan taat perintah Tuhan, maka Firman Tuhan pun menjanjikan berkat yang luar biasa.
Pertanyaan bagi kita adalah mengapa pemazmur mengajar kita untuk takut akan TUHAN? Setidaknya ada tiga alasan yang mendasar mengapa kita harus takut kepada TUHAN, yaitu:
Pertama, takut akan Tuhan akan membuat kita bersentuhan dengan Sang Hikmat Sejati, sumber segala hikmat, yaitu TUHAN sendiri. Kegentaran akan Tuhan menjadikan kita tunduk dan merendahkan diri, menghampiri-Nya untuk mengakui kedaulatan, kedahsyatan dan kebesaran-Nya yang melampaui kita. Dari sanalah kita hati kita siap untuk diajar dan dibimbing lebih lanjut.
Kedua, takut akan Tuhan akan lebih menghargai hikmat TUHAN daripada menghargai hikmat dari diri kita sendiri. Sebagai makhluk sosial yang menjalin berbagai hubungan dengan berbagai unsur alam semesta dan yang hidup dalam suatu peradaban yang kian luas dan mendunia, setiap individu tak mungkin tak dipengaruhi oleh semuanya itu. Dengan memiliki takut akan Tuhan, kita membuka pengaruh ilahi, pengaruh terbaik yang kepadanya seharusnya kita terbuka selebar-lebarnya. Jika kita tidak takut akan TUHAN, maka kita terbuka untuk pengaruh pola pikir manusia, trend, pergaulan global, sistem dunia yang seringkali berakar dari kuasa-kuasa kegelapan yang mempengaruhi manusia yang tanpa sadar membuka diri seluas-luasnya terhadap mereka.
Ketiga, dengan takut akan TUHAN maka hikmat yang diperoleh manusia dari TUHAN akan menjadi bermanfaat dan berkat bagi kebaikan dan kebahagiaan manusia. Perbedaan terbesar antara hikmat Tuhan dan hikmat yang lain mungkin adalah hikmat Tuhan itu murni dan didasari serta didorong oleh cinta, yang bertujuan membawa kebaikan bagi semua pihak (bnk. Yak. 3:17).
Takut akan Tuhan berarti membuka diri seluas-luasnya bagi pengaruh ilahi. Yang atas orang-orang demikian, kemudian diterangi dengan hikmat sejati. Tanpa hikmat sejati ini, setinggi dan sehebat apapun hikmat manusia hanya akan menjadi sarana untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan dirinya atau kelompoknya. Ketulusan dan kasih jarang dijumpai dalam hikmat yang tidak murni. Tidak mengherankan Ahitofel yang penuh hikmat, menggunakan kebijaksanaan yang ada padanya untuk melakukan makar. Hikmatnya pun tak mampu membawa damai dalam dirinya sehingga ia mengakhiri hidupnya sendiri ketika merasa diabaikan (lih. 2 Sam. 16:23; 15:12, 17:23).
Pertanyaan kita selanjutnya adalah apakah kebahagiaan yang akan diperoleh oleh orang-orang yang takut akan TUHAN? Ada beberapa kebahagiaan yang disampaikan pemazmur bagi orang-orang yang takut akan TUHAN, yaitu:
Pertama, anak cucunya akan diberkati (ay. 2). Janji Tuhan itu bukan hanya janji yang diberikan kepada satu angkatan saja, tetapi janji Tuhan itu berlaku hingga ke keturunan kita. Ingat akan janji Abraham bahwa keturunannya akan diberkati, dan janji tersebut pun tetap berlaku hingga kini, termasuk kepada kita yang adalah anak-anak Abraham secara rohani. Jadi ketika kita takut akan Tuhan, maka berkat Tuhan pun tidak hanya melimpah dalam kehidupan kita tetapi anak cucu kita nanti juga akan merasakan, bahkan akan menjadi perkasa di bumi.
Kedua, Tuhan akan memberkati dengan harta dan kekayaan (ay. 3). Ini juga terkait dengan Firman Tuhan yang menyatakan agar kita mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya (hal-hal lain) akan ditambahkan kepada kita (Mat. 6:33). Ini seharusnya pola pikir yang benar. Cari Tuhan dulu maka berkat akan diberikan kepada kita dan bukan sebaliknya. Jangan sampai kita mencari berkat jasmani dulu baru setelah terkumpul banyak kita baru mencari dan melayani Tuhan.
Saat ini, masihkah kita ragu akan berkat-berkat Tuhan kepada orang-orang yang mau takut kepada Tuhan dan mencariNya dengan sungguh-sungguh? Semua berkat Tuhan pasti akan diberikan kepada anak-anakNya yang sungguh-sungguh takut akan Tuhan. Tidak hanya berkat rohani tetapi juga berkat jasmani. Tidak hanya bagi kita tetapi juga bagi anak cucu dan keturunan kita. Jangan kuatir tentang berkat Tuhan, karena ketika kita mau mencariNya, maka berkat-berkat tersebut pasti akan mengikuti kita.
Ketiga, TUHAN akan memberikan kemujuran dalam pribadi kita (ay.4-5). Ada jaminan di balik kegelapan, suatu sinar akan terbit. Kemujuran berkembang sehingga
menjadi berkat (Kej. 12:2-3). Bagi kita tidak ada istilah hari sial, celaka dan sebagainya. Di manapun kita berada, kita hadir sebagai berkat. Dalam gelap ada terang dan mujur, tidak ada sial.
menjadi berkat (Kej. 12:2-3). Bagi kita tidak ada istilah hari sial, celaka dan sebagainya. Di manapun kita berada, kita hadir sebagai berkat. Dalam gelap ada terang dan mujur, tidak ada sial.
Keempat, kita tidak goyah menghadapi tantangan hidup (ay. 7-10). Di dunia ini tidak ada suatu posisi yang membuat kita aman, kecuali dalam Tuhan. Ia membagi-bagikan dan mempunyai pelayanan diakonia. Tidak disuruh memberi, ia memberi, sebab demikianlah keadaan orang yang berkelimpahan. Kitapun harus demikian, jangan kikir, tetapi siaplah membantu orang yang layak atau perlu dibantu. Ciri khas orang fasik adalah selalu sakit hati. Tukang ramal yang selalu meleset, menggertakkan gigi, akan binasa (ay. 10). Karena itu, teruslah tingkatkan sikap kita untuk semakin mengasihi TUHAN sebagai bukti rasa takut akan TUHAN, maka TUHAN pun akan menggenapi janji-Nya kepada kita dengan memberikan kebahagiaan yang sejati. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN