Sabtu, 19 Maret 2022

KOTBAH MINGGU OKULI Minggu, 20 MARET 2022 “BERTOBATLAH SUPAYA TIDAK BINASA” (Lukas 13:1-9)

 KOTBAH MINGGU OKULI

Minggu, 20 MARET 2022

 

“BERTOBATLAH SUPAYA TIDAK BINASA”

Kotbah: Lukas 13:1-9  Bacaan: Yesaya 55:6-9

 

Minggu ini kita memasuki Minggu Okuli (Mataku tetap terarah kepada Tuhan – Mzm. 25:15a). Dalam memasuki dan menjalani minggu ini kita akan dikuatkan dan diarahkan Firman Tuhan dengan tema “BERTOBATLAH SUPAYA TIDAK BINASA”.  Bertobat berarti semakin mengalihkan kehidupan dan perhatian kepada Tuhan sambil menyadari pelbagai kekeliruan yang telah terjadi. Orang yang merasa terhukum bisa diajak agar tidak lagi memandang diri selalu ada dalam keadaan itu. Orang yang merasa beres di hadapan Tuhan masih perlu belajar agar tidak dibuai keyakinan semuanya sungguh begitu. Orang yang merasa sudah menjalankan agama dengan baik juga diajak agar berhati-hati agar tidak memperalat agama demi gengsi atau kepentingan sendiri.

 

Untuk memahami teks Lukas 13:1-9 ini, kita mesti melihat teks sebelumnya, saat Yesus berhadapan dengan orang-orang yang disebut-Nya tidak mampu menilai zaman (Luk. 12:54-59). Pada saat itu Yesus menyampaikan pesan pada orang-orang yang tidak mampu menilai zaman, agar mereka mengubah cara hidup. Lalu datanglah beberapa orang kepada Yesus menceritakan kejadian yang rupanya menjadi viral di tengah masyarakat.

 

Dalam ayat 1-2 menceritakan tentang orang-orang Galilea yang darahnya dicampur Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. Rupanya orang-orang yang datang pada Yesus dan menyampaikan berita itu menganggap bahwa orang-orang Galilea adalah para pendosa. Karena itu mereka merasa bahwa pembunuhan yang dilakukan oleh Pilatus pada orang-orang Galilea sebagai sebuah ganjaran atas kehidupan orang Galilea.

 

Pemahaman masyarakat yang menilai bahwa seseorang atau sekelompok orang yang mengalami kematian dengan cara naas, sebagai sebuah kutuk atau hukuman dari Tuhan, rupanya sudah ada sejak zaman dulu. Di mata mereka, orang-orang yang mengalami peristiwa naas itu tidak cukup hanya dihakimi karena penderitaan fisik atau mengalami kematian saja, melainkan juga menerima stigma tertentu.

 

Melihat para murid dengan pemahamannya itu, Yesus menyampaikan beberapa pemahaman teologis yang penting untuk dihayati setiap pengikut Yesus. Ia berkata, “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian” (Luk. 13:2-3). Dari perkataan Yesus itu, kita menemukan pesan: kematian akan dialami setiap orang. Bahwa proses kematian itu akan seperti apa (kecelakaan, bencana dan sebagainya), hal itu tidak menunjukkan keberdosaan seseorang. Di sini rupanya Yesus mulai menunjukkan bagaimana nantinya Ia sendiri akan mengalami kematian. Penderitaan dan salib adalah jalan derita yang akan dialami Yesus. Dengan kata lain Yesus hendak mengatakan “tidak usahlah kamu repot-repot mengurusi hal-hal seperti itu.” Seperti apapun cara seseorang mati, tidak perlu dipersoalkan, apalagi dijadikan sarana menunjukkan keberdosaan orang lain. Pernyataan itu dilanjutkan dengan ajakan pertobatan, “Sebab bila kamu tidak bertobat, kamu akan binasa atas cara demikian.” Pertobatan merupakan langkah pembaruan hidup.

 

Orang-orang itu diajak bertobat dari sangkaan-sangkaan terhadap orang lain. Musibah bisa dialami oleh siapa saja. Untuk memperjelas ajakan orang-orang itu, Yesus mengajak mereka melihat kejadian kecelakaan yang menimpa delapan belas orang yang mati tertimpa menara di dekat Siloam. Kejadian itu terjadi di dekat bait Allah. Menara di dekat bait Allah itu runtuh dan menimpa banyak orang hingga menewaskan delapan belas orang. Apakah mereka yang mengalami kecelakaan itu kesalahannya lebih besar daripada orang-orang lain yang tinggal di Yerusalem? Sekali lagi Yesus menjawab: “Tidak! Jika kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara yang demikian” (Luk. 13:5).

 

Ada beberapa pelajaran hal penting yang hendak kita pelajari dari pertobatan, yakni:

 

Pertama, bertobat adalah ajakan Yesus pada semua orang agar senantiasa mawas diri dan menghindari diri dari syak wasangka. Kapan pertobatan dilakukan? Kita bisa belajar melalui perumpamaan tentang pohon ara yang tumbuh di kebun anggur. Pohon ara itu tidak berbuah pada saat semestinya menghasilkan buah. Perumpamaan ini unik. Kebun anggur biasanya digarap dengan intensif dan kesuburannya sangat dijaga. Bila pohon ara ditanam dilahan subur tidak menghasilkan buah, maka pohon ara itu bisa dianggap pohon yang tidak bagus. Dalam perumpamaan itu tuan pemilik kebun memerhatikan bahwa tiga tahun lamanya pohon ara tidak menghasilkan buah. Karena itu si pemilik kebun meminta pada penjaganya agar menebang pohon ara. Namun si penjaga kebun meminta kesempatan pada tuannya. Ia akan bekerja keras mencangkul, memupuk tanah di sekitar pohon ara. Siapa tahu tahun depan dapat berbuah. Bila tidak, pohon itu akan ditebang. Perumpamaan ini menunjukkan bahwa pohon ara itu memperoleh banyak kesempatan, namun tidak dipergunakan dengan baik. Kesempatan pertama, bertumbuh di lahan (lingkungan) baik. Kesempatan kedua, pohon itu masih mendapat kesempatan untuk berbuah. Kesempatan itu adalah anugerah bagi yang menerimanya.

 

Kedua, pertobatan merupakan upaya untuk mengubah hidup. Dalam upaya berubah, terdapat proses yang mesti dijalani. Setiap proses merupakan kesempatan. Melewatkan kesempatan sama dengan membiarkan diri tidak menghasilkan buah. Orang-orang yang datang pada Yesus menerima ajaran bahwa ada kesempatan untuk bertobat. Maka segeralah bertobat sebab bila tahun depan tidak berbuah, pohon itu akan ditebang (Luk. 13:9). Syukurilah anugerah pertobatan dalam hidup.

 

Ketiga, pertobatan merupakan anugerah Allah. Hal itu diawali dari diri sendiri. Seseorang yang ingin hidup dalam pertobatan tidak perlu menuntut orang lain bertobat terlebih dahulu. Pertobatan merupakan sebuah proses seiring dengan berjalannya kesempatan supaya seseorang berbalik arah menuju jalan yang benar dan tidak mengulangi kesalahannya. Bertobat dari menilai, menghakimi, dan mempertontonkan kesalahan sesama bukan merupakan hal mudah. Sifat manusia yang senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang, sepertinya melekat dalam hidup banyak orang, termasuk dalam diri orang percaya. Seruan Yesus agar setiap orang segera bertobat sebagaimana dalam Lukas 13:1-9 menjadi refleksi di minggu ini. Buah pertobatan adalah kebiasaan-kebiasaan baik dalam hidup sehari-hari. 

 

Kembali kita perhatikan Lukas 13:1-9, kabar tentang orang-orang Galilea, yang “darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban” menurut beberapa penafsir, mereka pengikut Yudas Gaulontis (di singgung dalam Kis. 5:37), seorang tokoh pembebasan nasional, atau mungkin hanya korban kecurigaan karena mereka berasal dari Galilela, yang pada waktu itu, sedang mempersembahkan korban, kemudian jatuh rebah di atas darah binatang yang dipersembahkan. Dan mereka yang menceritakan tentang orang-orang Galilea itu, bukan dengan maksud untuk menunjukan kekejaman dari Pilatus, bukan juga untuk menunjukan rasa simpati kepada korban pembunuhan, namun dengan motivasi bahwa “mereka masih selamat, itu karena orang-orang binasa itu berdosa dan mereka lebih baik dari orang-orang itu. Sehingga kita tahu bersama bahwa respon Yesus juga langsung frontal menyerang motivasi mereka.

 

Timbul pertanyaan kita sekarang, apakah respon Yesus terhadap sikap Pilatus yang mencampurkan darah orang-orang Galilea dengan darah korban persembahan itu? Ada beberapa sikap Yesus yang menjadi pelajaran bagi kita, yakni:

 

Pertama, Yesus tidak selalu setuju dengan pandangan umum. Mereka yang datang kepada Yesus dengan motivasi ingin dibenarkan dengan memberi contoh kasus, dan isu “orang-orang Galilea” sengaja diangkat, sebab Yesus berasal dari Nasaret, salah satu kota yang berada di dalam propinsi Galilea. Mereka berharap dengan pendekatan geografis dan budaya sebagai sesama orang Galilea, dapat menimbulkan simpati sehingga mereka akan mendapat pembenaran. Namun mereka lupa bahwa Yesus itu Tuhan, Dia mampu melihat jauh ke dalam hati dan tahu motivasi mereka, sehingga responnya justru jauh dari ekspetasi mereka yaitu “kamu harus bertobat”.

 

Lalu bagaimana sikap anak Tuhan di tengah zaman ini? Beranikah menentang pandangan yang umum, atau atas dasar toleransi, humanistik, bahkan oikumenis. Lalu mengkompromikan kebenaran? Dan bagaimana dengan sikap kita terhadap pandangan bahwa semua agama sama, orang kristen tidak perlu fanatik (Why. 3:15-16), dan orang kristen harus sembuh?

 

Mengapa sikap Yesus berbeda, karena fakta alkitab menunjukan cara Tuhan menghukum tidak selalu dapat ditebak, Dia melakukan dengan cara-Nya yang ajaib yaitu;

A.   Tuhan menghukum orang yang tidak takut Tuhan seperti: (a) Izebel, istri Ahab ( 2 Raj. 9:10-37; bnd. 1 Raj. 21:23; (b) Yudas Iskariot (Mat. 27:5; Kis. 1:18); dan (c) nabi yang di terkam singa (1 Raj. 13:20-25).

B.   Tuhan menghukum dengan cara yang berbeda beda, misalnya: (a) Sodom langsung dihukum Tuhan (Kej. 19); (b), orang Amori 400 tahun kemudian baru dihukum (Kej. 15:12-16).

C.   Tuhan ijinkan orang benar, dan orang berdosa hidup sama-sama, dan yang membedakan mereka adalah sikap hidup, kasih (Mat. 25:31-46).

 

Kedua, bagi Yesus bencana/kematian bagi orang lain, adalah panggilan pertobatan untuk kita (ay. 3, 5). Yesus menggunakan momen itu, untuk pemberitaan injil, oleh karena itu sebagai anak Tuhan

*     Ketika kesusahan datang, jangan hanya menjadi penghibur, tetapi pakai momen ini untuk terus perkatakan firman, karena firman itu yang menguatkan. Bukan hikmat manusia.

*     Tuhan Yesus bisa saja bahas soal pandangan yang salah, namun Ia justru, pakai momen ini untuk beritakan firman. Karenanya, kita harus punya waktu untuk selalu bersekutu dengan Tuhan.

 

Ketiga, Yesus mengajar agar kita bertobat. Sikap anak Tuhan atas bencana yang terjadi, haruslah bertobat dulu bukan menjadi hakim. Kenapa bertobat? Bukannya saya sudah kristen, sudah aktif dalam pelayanan? Ya benar, tetapi kita harus selalu punya sikap mau bertobat.
Dalam ayat 3 dan 5 kita melihat bahwa perintah untuk bertobat ini ditekankan sampai dua kali, berarti ini adalah sesuatu yang serius, yang harus dikerjakan saaat ini juga harus bertobat secara terus menerus. Corak utama dari pertobatan, adalah perubahan paradigma dalam Kolose 3:1-2, disebut carilah, pikirkanlah perkara yang di atas, di mana Kristus ada.

 

Untuk menekan tentang pertobatan, Tuhan Yesus memberikan perumpamaan pada ayat 6-9.
Tujuannya, kalau kita diberikan kesempatan untuk bertobat, jangan buang kesempatan itu. Pohon ara yang tidak berbuah, diberi kesempatan 1 tahun, tidak boleh diartikan harfiah 1 tahun. Intinya waktu yang Tuhan berikan untuk kita, terbatas, ada mau 1 tahun, 10 tahun, ada batasnya, jika tidak berbuah, maka ditebang.
Pada ayat 3, 5. Tuhan katakan, jika kamu tidak bertobat, kamu akan binasa dengan cara demikian, bisa saja binasa melalui bencana yang sama. Artinya kalau tidak bertobat, akan binasa. 

 

RENUNGAN

 

Apa yang perlu kita renungkan dan tindaklajuti dari perikop Minggu Okuli ini dalam kehidupan kita sehari-hari?

 

Pertama, bertobat bukan sekedar mengakui dan menyadari dosa dan kesalahan kita. Bertobat berarti juga membiarkan dirikita menjadi tanah yang siap “dicangkul”, siap “dipangkas” dedahanan yang rimbun agar menghasilkan buah yang lebat dan tetap. Bertobat berarti membuka diri dipupuk dan disiram, dengan “Sabda Tuhan” tiap hari. Dengan demikian “pohon ara” itu akan tumbuh dan berbuah. Umat yang bertobat lalu mulai berbuah. Ini tidak berarti hanya berbuat baik saja, tetapi menjadi berkat bagi sesama. Umat yang bertobat dan disiram dengan firman Allah, menurut Paulus, lalu bertumbuh untuk berbuah dengan membiarkan diri, untuk dipilih oleh Tuhan menjadi  “rasul, nabi, pemberita Injil, gembala umat dan pengajar”, “untuk memperlengkapi  orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan  bagi pembangunan Tubuh Kristus  (Ef. 4:11-13).

 

Kedua, kita harus mau bertobat supaya tidak binasa.  Artinya, pertobatan itu sangat penting! Kita sangat rentan berbuat dosa dan setiap hari ada begitu banyak peristiwa yang berpotensi melakukan dosa. Orang yang tidak mau bertobat karena ia merasa tidak berdosa maka biasanya perbuatannya semakin jahat dan Tuhan memberikan kesempatan agar ia sadar dan mau bertobat. Sebagai umat kristen yang percaya kepada Yesus Kristus, hendaklah kita tidak berbuat dosa dan segera bertobat bila terjatuh oleh dosa. Karena itu, segeralah bertobat takala kita jatuh ke dalam dosa. (rsnh)

 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...