Sabtu, 11 Maret 2023

KOTBAH MINGGU OKULI Minggu, 12 MARET 2023 “MENYEMBAH ALLAH DENGAN SEPENUH HATI” (Mazmur 95:1-11)

 KOTBAH MINGGU OKULI

Minggu, 12 MARET 2023

 

“MENYEMBAH ALLAH DENGAN SEPENUH HATI”

Kotbah: Mazmur 95:1-11  Bacaan: Yohanes 4:20-26




 

Minggu ini kita memasuki Minggu Okuli (Mataku tetap terarah kepada Tuhan – Mzm. 25:15a). Dalam memasuki dan menjalani minggu ini kita akan dikuatkan dan diarahkan Firman Tuhan dengan tema “MENYEMBAH ALLAH DENGAN SEPENUH HATI”. Semua orang percaya pasti suka menyembah Allah dengan sepenuh hati. Kita datang beribadah ke Gereja tentulah dengan sepenuh hati. Tidak ada yang setengah hati atau bermain-main dalam ibadah. Bagaimana beribadah dengan sepenuh hati itu, kita akan belajar dari Mazmur 95 hari ini.

 

Untuk mengerti apa arti “sepenuh hati”, mari terlebih dulu kita melihat apa yang “bukan” sepenuh hati. Bukan sepenuh hati artinya: setengah atau separuh hati; hati yang terbagi (tidak penuh); hati yang bercabang atau mendua hati; hati yang tidak fokus; hati yang tidak sungguh-sungguh.

 

Mazmur 95 mengajak umat Allah untuk datang kepada Tuhan. Pemazmur mengingatkan bahwa ketika menghadap Tuhan, kita bukan sekedar datang, melainkan datang dengan pujian dan rasa syukur serta sikap sujud menyembah kepada-Nya karena Tuhanlah yang menciptakan alam semesta dan manusia. Sikap seperti itu terasa kontras bila dibandingkan dengan kekerasan hati nenek moyang mereka. Mereka mencobai Tuhan seperti waktu di Meriba. Umat Tuhan mengeluh seakan-akan Tuhan tidak pernah menolong dan menyertai mereka. 

 

Pemazmur menunjukan bahwa sikap nenek moyang mereka merupakan bentuk tidak hormat dan tidak taat kepada Tuhan. Mereka menyalahkan Tuhan atas kesulitan hidup yang mereka alami. Mereka tidak puas akan kehadiran dan pimpinan Tuhan, bahkan mereka mempertanyakan penyertaan Tuhan.

 

Dengan menyatakan bahwa Tuhan adalah Raja dan Gembala atas hidup umat-Nya, pemazmur hendak mengingatkan bahwa Tuhan memiliki rencana atas kehidupan umat-Nya dan Dia menyertai kita. Rencana-Nya tidak selalu dapat dimengerti, bahkan merupakan misteri bagi manusia. 

 

Tuhan menginginkan kita untuk mempercayai pimpinan-Nya. Sekalipun dalam keadaan yang sulit dan rencana Tuhan tidak dapat dimengerti, tetaplah percaya karena kitalah umat gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya.

 

Mazmur ini dalam Alkitab kita mempunyai judul yang menarik, “Hormatilah TUHAN dan taatilah Dia”. Mazmur ini termasuk mazmur yang pendek, hanya terdiri atas 11 ayat saja. Untuk dapat menikmatinya dengan baik, kita akan membaginya terlebih dahulu ke dalam tiga bagian, yakni:

 

Bagian pertama memuji TUHAN di alam semesta (ay. 1-5). Mazmur ini sangat terkenal dalam tradisi doa gereja Katolik, karena mazmur ini dipakai sebagai mazmur pembukaan untuk ibadat pagi yang harus diucapkan setiap hari oleh mereka dengan tekun mendoakan doa brevir atau ofisi ilahi. Mazmur ini dipakai pada pagi hari sebagai ajakan untuk memuji Tuhan. Itulah yang tampak sangat kentara dalam ayat 1-2. Di situ kita diajak untuk bernyanyi dan bersorak-sorai bagi Tuhan yang adalah gunung batu sumber dan tempat keselamatan kita (ay. 1). Kita harus menghadap Tuhan dengan nyanyian syukur dan mazmur (ay. 2). 

 

Kemudian diberikan alasan mengapa kita harus bernyanyi dan bersorak? Pertama, karena Dialah Allah yang agung, dialah sang Raja yang melampaui segala sesuatu (ay. 3).  Kedua, karena Tuhan yang menciptakan dan menguasai daratan dan lautan (kosmologis – ay. 4-5). Sebagai penguasa alam semesta Tuhan menguasai segala sesuatu (bumi paling dalam, puncak gunung tertinggi). 

 

Bagian kedua memuji TUHAN di Bait ALLAH (ay. 6-7). Pada bagian ini secara lebih eksplisit diajukan sebuah ajakan untuk memuji dan memuliakan Tuhan dalam sebuah liturgi atau ibadat, yaitu memuji Tuhan di tempat-Nya yang kudus. Kalau yang di atas tadi, adalah sebuah ajakan umum untuk memuji Tuhan di alam semesta, maka yang sekarang adalah sebuah ajakan khusus untuk memuji Tuhan dalam rumah Tuhan, rumah ibadat. Kita diajak untuk masuk ke dalam rumah Tuhan, lalu di sana kita bersujud menyembah Tuhan pencipta kita (ay. 6). Kemudian dalam ayat 7 kita lihat sebuah alasan lain dan khusus yang terkait erat dengan relasi Allah dan Umat yaitu dengan memakai metafor domba dan gembala. Kita membayangkan diri sebagai domba yang berada di bawah tuntunan dan bimbingan Tuhan sang Gembala (ay. 7). Tentu saja penggal ayat ini serta-merta mengingatkan kita akan Mazmur 23 (bnd. Yehz. 34, Yoh. 10, dll). 


Bagian ketiga rendah hati dan terbuka mendengar suara TUHAN (ay. 8-11). Pada bagian ini kita diajak agar sudi dengan rendah hati dan terbuka mendengarkan suara Tuhan. Jika kita mendengarkan suara Tuhan pada hari ini, semoga hati kita serba terbuka dan rela menerima siraman firman itu. Jangan sampai hati kita menjadi tegar dan keras seperti yang pernah terjadi di masa silam dalam tahap perjalanan di padang gurun keluar dari Mesir menuju Tanah Terjanji (ay. 8-9). Dalam kedua ayat ini disebut secara khusus nama dua tempat, di mana di masa silam pernah terjadi sebuah peristiwa dramatis. Kedua nama tempat itu ialah Meriba dan Masa. Nama kedua tempat di padang gurun, padang pengembaraan, padang perjalanan menuju ke Tanah Terjanji. Menurut ayat 9 dikatakan bahwa nenek moyang mereka dulu di masa silam berani menguji dan mencobai Tuhan. Hal itu sudah sangat keterlaluan, sebab sesungguhnya hal itu sangat tidak perlu sama sekali, karena Tuhan sudah tidak perlu diuji dan dicobai lagi, karena Tuhan sudah memperelihatkan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib dan luar biasa. Rupanya perilaku itu adalah perilaku yang terus menerus terjadi atau dilakukan di masa silam oleh para leluhur mereka. Itu sebabnya Tuhan Allah merasa muak dan jemu akan mereka itu (ay. 10). Hal itu sama sekali tidak mengherankan sama sekali karena mereka adalah bangsa yang sesat hati dan tidak mau mengenal jalan-jalan Tuhan (ay. 10). Mereka tidak mengerti maksud bimbingan Tuhan. Tentu saja sikap seperti itu dari manusia mendatangkan reaksi tertentu juga dari pihak Tuhan. Reaksi itu dapat kita lihat dalam ayat 11. Tuhan menjadi murka. Dan dalam murka-Nya itu Tuhan bersumpah bahwa Tuhan tidak akan membiarkan mereka masuk ke dalam tempat perhentian Tuhan. Itu adalah rumah Tuhan. Para pendosa dan para pembangkang yang bandel ini tidak dapat dan tidak layak beristirahat bersama Tuhan. 

Jadi, kita dianggap tidak layak untuk masuk ke dalam kediaman Tuhan. Dan betapa itu adalah sebuah situasi kemalangan yang luar biasa, sebuah situasi ketidak-beruntungan yang mengerikan. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain, selain menjalankan kewajiban fundamental kita sebagai makhluk ciptaan yaitu datang bersujud menyembah dan memuji Dia dengan segenap hati, sebab Dialah Tuhan, Penyelamat kita. 

 

RENUNGAN

 

Apa yang perlu kita renungkan dan tindak lanjuti dari perikop Minggu Okuli ini dalam kehidupan kita sehari-hari?

 

Pertama, tidak sepenuh hati membawa kepada dosa. Jangan berpikir bahwa beribadah tidak dengan sepenuh hati tidak memiliki dampak yang besar. Kita akan melihat bagaimana akhir kehidupan Amazia yang tadinya melakukan apa yang benar namun tidak dengan sepenuh hati. Dalam 2 Tawarikh 25:14-15 dikatakan bahwa setelah mengalahkan orang Edom, ia malah membawa pulang para allah bani Seir dan menyembah allah-allah itu. Maka bangkitlah murka Tuhan terhadap Amazia! Jangan sampai melakukan kesalahan yang sama seperti Amazia, dengan menukar Allah kita Yang Mahakuasa dengan hal-hal lain. Ingat, tidak segenap hati akan membawa kita pada dosa, dan dosa akan membawa kita pada murka Tuhan!

 

Kedua, sepenuh hati membawa kepada keberhasilan. Dalam 2 Tawarikh 31:21 dicatat tentang hidup Hizkia: “Dalam setiap usaha yang dimulainya untuk pelayanannya terhadap rumah Allah, dan untuk pelaksanaan Taurat dan perintah Allah, ia mencari Allahnya. Semuanya dilakukannya dengan sepenuh hati, sehingga segala usahanya berhasil.” Ketika kita percaya dengan sepenuh hati atau “full” kepada Tuhan, maka Tuhan juga akan “full” menyatakan pertolongan-Nya kepada kita!

 

Yesus pernah bertanya sebanyak tiga kali kepada Petrus; “Apakah engkau mengasihi-Ku?” Mengapa Yesus sampai bertanya tiga kali? Jawaban Petrus yang pertama adalah jawaban yang timbul secara impulsif (asal jawab). Lalu saat Tuhan bertanya kjedua kalinya, Petrus mulai menjawab dengan berpikir (jawaban dari jiwanya). Dan yang terakhir, ketika Yesus bertanya ketiga kalinya, pertanyaan itu begitu mengena dalam hatinya dan ia memberikan jawaban yang jujur dalam segala keterbatasan dan kelemahannya.

 

Tuhan sudah mengasihi kita dengan sepenuh hati. Bapa menyerahkan Yesus dan sengaja meremukkan-Nya di atas kayu salib demi kita semua. Karena itu tidak berlebihan kalau Tuhan juga menuntut kita untuk sepenuh hati kepada-Nya. Bahkan itu adalah ibadah yang sudah sepatutnya kita persembahkan kepada Tuhan. Tidak mengapa kalau saat ini kita masih terbatas dalam mengasihi Tuhan, namun kita mau terus maju dan meminta Roh Kudus untuk terus membaharui kehidupan kita. Karena itu, sembahlah TUHAN dengan segenap hati agar kita memeroleh keselamatan kekal. (rsnh)

 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...