Selasa, 18 Juni 2019

Renungan hari ini: KETEGUHAN HATI AYUB

Renungan hari ini: 

KETEGUHAN HATI AYUB



Ayub 17:9 (TB) "Meskipun begitu orang yang benar tetap pada jalannya, dan orang yang bersih tangannya bertambah-tambah kuat" 

Job 17:9 (NET) "But the righteous man holds to his way, and the one with clean hands grows stronger” 

Apa yang dimaksud dengan keteguhan hati? Sederhananya, keteguhan hati bisa didefinisikan sebagai kemampuan mengendalikan diri untuk sejenak meninggalkan keinginan semu demi mencapai tujuan jangka panjang yang tentunya lebih besar. Keteguhan hati bukan hanya terkait dengan memiliki motivasi atau tekad untuk mencapai sesuatu, tetapi juga melibatkan pengendalian pola pikir dan kebiasaan sehari-hari. Dan untuk dapat mengendalikan diri, segala tindak-tanduk dan perilaku harus kita lakukan secara sadar, dengan melibatkan kemampuan berpikir logis dan mengatur emosi, serta melibatkan kemampuan menahan godaan.

Ayub dalam menghadapi semua tuduhan yang tidak benar terhadap dirinya meneguhkan hatinya pada prinsip hidup yang benar bahwa imannya kepada TUHAN tidak akan goyah walau ada banyak pergumulanyang ia hadapai. Ayub tetap dalam pendirian iman yang teguh kendatipun ia harus kehilangan segalanya dari dalam hidupnya termasuk orang-orang yang dikasihinya.

Ayub adalah salah satu pendahulu pejuang iman yang hidup sekitar masa hidup Abraham. Allah bangga akan kesalehan Ayub. Kemudian untuk mempermalukan Allah, Iblis minta ijin untuk mencobai Ayub sehingga ia kemudian akan mengutuki Allah. Allah mengijinkan hal tersebut. Lalu tiba-tiba hanya dalam waktu sehari Ayub kehilangan seluruh anggota keluarganya (terkecuali istrinya), usahanya, harta-benda nya dan bahkan rasa hormat orang lain terhadapnya. Dan akhirnya, hanya dalam waktu singkat sesudahnya, kemudian Ayub juga kehilangan kesehatannya, menderita suatu barah/bisul yang parah dan membuatnya sangat menderita.  

Teman-teman Ayub kemudian mengunjunginya dengan maksud yang baik: memberi dorongan bagi sahabatnya tersebut. Ayub menyambut baik kedatangan mereka, namun kemudian ia menjadi kecewa ketika sahabat-sahabatnya itu berubah jadi kritikus yang sangat buruk. Kemudian karena melihat Ayub meratapi kondisinya tersebut kepada Allah dan memohon kepadaNya untuk mengakhiri penderitaan tersebut, sahabat-sahabatnya kemudian mencoba membela Allah dan menyalahkan Ayub. Semua “penasihat nya” berkata bahwa segala bencana tersebut terjadi karena dosa-dosa yang dilakukannya.  Mereka menyalahkan Ayub karena telah bersikap angkuh, membohongi diri sendiri dan bahkan menuduhnya telah melakukan hal yang jahat di mata Tuhan.

Sama seperti teman-temannya yang lain, Elifas orang Teman, juga berkata bahwa semua ucapan indah yang dilontarkan Ayub hanyalah omong kosong (Ayb. 15:4-5). Elifas merasa tersinggung karena Ayub menolak mendengar “hikmat” yang mereka sampaikan.  Meskipun Ayub adalah sahabat yang paling “dituakan”, namun mereka menganggap bahwa diri mereka juga berhikmat. Sahabat-sahabat Ayub berulang-ulang mengatakan bahwa Ayub telah melakukan kejahatan, dan hal itulah yang menyebabkan Allah meninggalkannya. Lagipula, menurut mereka, bukankah memang seperti itulah cara Allah bertindak?  Elifas dan Bildad sama-sama mengeroyok Ayub dan bahkan menuduh Ayub sebagai seorang yang tidak percaya dan  tidak kenal Tuhan serta jahat (Ayb. 15:34-35).

Bagaimanakah seharusnya reaksi yang tepat atas penderitaan? Ayub tegar dan teguh imannya menghadapi tuduhan-tuduhan sabahat-sahabatnya. Ia tidak gentar menghadapi penderitaan yang silih berganti menerpa hidupnya dan keluarganya (Ayb. 16:1-5). Reaksi Ayub terhadap penderitaan pribadi yang dialaminya adalah tidak menolak penderitaan tersebut, melainkan tetap mempertahankan sikap hidup yang benar dan tetap berpengharapan (Ayb. 16:15-17).

Secara intuitif, sebenarnya Ayub telah menyadari bahwa ia memiliki seorang perantara di surga yang akan membela perkara nya di hadapan Allah, meskipun pada saat itu Yesus Kristus, Anak Allah, belum menyatakan diri ke dunia (Ayb. 16:19-21). Ayub tidak tahu apakah Allah akan membebaskannya dari penderitaan tersebut, dan ia beranggapan bahwa Allah akan membiarkannya dalam keadaan tersebut.  Tetapi Ayub memberi teladan bagi kita tentang sikap yang baik saat mengalami penderitaan. Ayub berkata, “Meskipun begitu orang yang benar tetap pada jalannya, dan orang yang bersih tangannya bertambah-tambah kuat.” Sesungguhnya tekad Ayub tersebut lebih kuat dibanding sahabat-sahabatnya, karena kemudian ia meminta sahabat-sahabatnya tersebut untuk menantangnya dengan sikap yang menurut mereka sangat bijaksana tersebut (Ayb. 17:10). 

Keteguhan hati Ayub membuat dirinya lepas dari penderitaan yang dialaminya. Ia berkemenangan melewati semua pergumulan dan penderitaan yang menerpa hidupnya. Akhirnya ia juga beroleh berkat TUHAN yang berkelimpahan. Karena itu, teruslah pertahankan keteguhan hati kita untuk beriman kepada ALLAH sampai akhir hidup kita. (rsnh)

Selamat berkarya untuk TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...