Minggu, 24 Pebruari 2019
“IBADAH YANG BENAR”
Kotbah: Maleakhi 3:13-18 Bacaan: Lukas 10:38-42
Minggu ini kita memasuki Minggu Sexagesima. Dalam minggu ini kita akan membahas tema “Ibadah yang Benar”.Tema ini sangat penting kita dalami sebab ada banyak orang belum memahami ibadah yang benar. Umat Israel tidak memahami inti dari ibadah, yaitu relasi (hubungan) dengan Tuhan Allah, sehingga sikap mereka dalam beribadah sama seperti sikap bangsa-bangsa lain dalam memperlakukan sembahan mereka, yaitu sikap yang didasarkan pada masalah untung rugi(ay. 13-15). Akibatnya, umat Israel tidak beribadah dengan segenap hati kepada Allah. Pembuangan di negeri asing telah membuat konsep ibadah yang diajarkan kepada mereka menjadi luntur. Dari luar, mereka masih nampak sebagai umat Tuhan. Akan tetapi, hati mereka telah jauh dari Tuhan. Mereka sudah tidak patut lagi disebut sebagai umat kepunyaan Tuhan karena mereka tidak memiliki kesaksian hidup yang baik sebagai umat Tuhan yang bertanggung jawab. Mereka kehilangan pengharapan sebagai pemenang di hari Tuhan nanti. Mereka tidak lagi beribadah kepada Tuhan sehingga mereka sama seperti orang fasik yang “berdagang” dengan Tuhan.
Hal yang sama bisa saja kita hadapi sekarang. Tanpa kita sadari, penyembahan kita kepada Allah bisa menjadi sekedar rutinitas belaka. Pengaruh lingkungan bisa membuat hati kita menjauh dari Tuhan Allah. Kita bisa menjadi cenderung merumuskan sendiri—dengan perasaan kita—cara yang dapat dan cara yang tidak dapat diterima Allah. Dengan kata lain, kita bersikap seperti “manajer” Tuhan yang mengatur Tuhan sama seperti sikap umat Israel yang kembali dari pembuangan. Akibatnya, kita kehilangan hal yang terpenting dalam sebuah ibadah, yaitu hati yang mengasihi Dia.
Pada jaman Perjanjian Lama (PL), ibadah yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman dinyatakan melalui ketaatan mereka pada berbagai syariat keagamaan yang dinyatakan Allah melalui Musa. Sedangkan pada jaman Perjanjian Baru (PB), ibadah yang dilakukan kepada Allah dinyatakan melalui ketaatan dan penyerahan diri kepada Tuhan Yesus Kristus.Jadi, dari dulu sampai sekarang, orang beriman memiliki ciri khusus yang sama, yaitu orang yang senantiasa BERIBADAH kepada Allah. Sebaliknya, orang fasik adalah orang yang tidak beribadah kepada Allah.
Beribadah kepada Allah berarti percaya dan melakukan kehendak-Nya, seperti: mempersembahkan segenap hidup kepada-Nya (Rm. 12:1), melakukan perbuatan baik (1Tim. 2:10).
Beribadah kepada Allah berarti percaya dan melakukan kehendak-Nya, seperti: mempersembahkan segenap hidup kepada-Nya (Rm. 12:1), melakukan perbuatan baik (1Tim. 2:10).
Timbul pertanyaan kita sekarang, apakah ibadah yang benar menurut Malekhi 3:13-18 ini?
Pertama,ibadah yang benar itu adalah jagalah kata-katamu (ay. 13).Sebagai orang yang beribadah dan taat kepada ALLAH, kita harus menjaga kata-kata kita agar tidak menghina ALLAH agar kita tidak berdosa. Dosa disini mereka lakukan dengan kata-kata. Ini terlihat dari kata “bicaramu”dalam ayat 13, yang menunjukkan bahwa Maleakhi menyerang kata-kata mereka. Dosa dengan kata-kata sudah ada pada Mal 2:17, tapi yang di sini lebih gawat lagi.
Kata-kata yang sering kita keluarkan dari mulut kita yang melawan ALLAH adalah:
a. Kata-kata mereka menentang Tuhan (ay. 13). Kata “tentang Aku” seharusnya adalah “menentang Aku” (KJV: “against Me”).Seringkah kita mengeluarkan kata-kata menentang Tuhan? Hal ini bisa terjadi pada waktu kita menyatakan kepada orang lain betapa tidak adilnya Tuhan itu, atau betapa tidak pedulinya Tuhan kepada kita, atau betapa tulinya Dia terhadap doa kita, dsb.
b. Kata-kata kurang ajar yang menentang Tuhan (ay. 13). Apa yang dimaksud dengan “kata-kata kurang ajar” yang menentang Tuhan” itu? Mereka menganggap bahwa mereka sudah mentaati Firman Tuhan (ay. 13b-14).Bahwa mereka menganggap bahwa diri mereka sudah mentaati Firman Tuhan, terlihat dari kata-kata “memelihara” dan “berjalan” dalam ayat 14, yang ada dalam past tense (= bentuk lampau). Mungkin ini adalah ketaatan lahiriah saja (bdk. Mat. 15:8-9) atau ketaatan sebagian seperti dalam Yesaya 58:3-4.Tetapi yang jelas adalah bahwa mereka menganggap diri mereka benar!
Kalau kita menganggap diri saudara benar, maka dengan itu kita mengucapkan kata-kata kurang ajar yang menentang Tuhan, karena Tuhan menyatakan diri kita sebagai orang berdosa.
Kita juga sering berdosa melalui kata-kata kita. Karena itu lebih baik tidak berbicara kalau memang tidak berguna. Ingat akan Amsal 10:19 yang berbunyi: "Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi". Tuhan mendengar kata-kata kita (Bil. 12:2; Yer. 8:6; Mzm. 139:4). Seringkali orang beranggapan bahwa Tuhan hanya memperhatikan tingkah laku kita, tetapi ayat-ayat di atas itu menunjukkan bahwa Tuhan juga memperhatikan/mendengarkan segala pembicaraan kita. Yesus berkata bahwa kita akan dihakimi juga berdasarkan kata-kata kita (Mat. 12:36-37). Karena itu jangan hanya menguduskan diri dalam hal tindakan kita, tetapi juga dalam kata-kata saudara!
Dosa melalui kata-kata bisa terjadi kalau kita mencaci maki, mengeluarkan kata-kata kotor, menyebut nama Allah dengan sia-sia, berdusta, memfitnah, membicarakan kejelekan orang, bersungut-sungut, dsb. Bahkan Yakobus menegaskan: Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya. Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia (Yak. 1:26-27).
Kedua,ibadah yang benar adalah tidak menganggap sia-sia beribadah kepada ALLAH (ay. 14). Orang yang tidak takut akan Tuhan berpendapat bahwa adalah sia-sia beribadah kepada Tuhan karena menurut mereka dengan mengabaikan hukum-hukum Tuhan dan berjalan tanpa kekudusanpun mereka tetap berbahagia dan merasa aman-aman saja. Bahkan ketika mereka bertindak kurang ajar dan mencobai Tuhan sekalipun mereka tetap terluput. Setidaknya, itulah yang ada dalam benak mereka. Namun, apa yang Tuhan katakan melalui nabi Maleakhi ternyata berbeda dengan apa yang ada dalam pikirkan orang-orang tersebut. Tuhan berkata bahwa Dia tetap membuat perbedaan antara orang-orang yang beribadah kepada-Nya dengan orang-orang yang tidak beribadah kepada-Nya (NKJV: orang-orang yang melayani Tuhan dengan orang-orang yang tidak melayani Tuhan).
Kepada mereka yang beribadah kepada-Nya, Tuhan akan senantiasa mendengar dan memerhatikannya, meskipun mungkin saja mereka merasa Tuhan tidak memerhatikannya. Terlepas dari apapun yang mereka rasakan, bagi Tuhan, mereka tetap adalah milik kesayangan-Nya, seperti seorang bapa yang menyayangi anaknya.
Mengapa bisa muncul pemahaman yang berkata adalah kesia-siaan beribadah kepada Tuhan? Hal ini terjadi ketika kita salah memahami dan salah menempatkan Allah dalam kehidupan kita. Hal ini bisa terjadi ketika kita menjadikan Allah menjadi alat atau benda yang dapat memuaskan ego dan keinginan kita. Namun, ibadah yang benar di hadapan Tuhan adalah ketika kita ibadah yang kita lakukan adalah sebagai bentuk syukur kita kepada Tuhan atas keselamatan yang Tuhan berikan pada kita. Kita beribadah bukan supaya diselamatkan tetapi karena kita telah diselamatkan.
Umat Israel berkata bahwa ikut atau taat kepada Tuhan itu sia-sia dan tak ada untungnya (ay. 14). “Beribadah” seharusnya dipahami “melayani”(NIV: serve). Mereka menganggap hal ini sia-sia (ay. 14a). Apakah kita sering beranggapan bahwa pelayanan yang kita lakukan untuk Tuhan itu adalah sia-sia? Kalau ya, bacalah 1Korintus 15:58, yang menyuruh kita untuk giat melayani Tuhan karena jerih payah dan pekerjaan yang kita lakukan dalam Tuhan, tidak akan sia-sia!
Ketiga, orang yang beribadah itu adalah orang yang tidak “gegabah” (ay. 15).Kata “gegabah” seharusnya adalah “sombong”(NIV: arrogant). Ini menunjuk kepada orang yang tidak beriman. Orang yang tidak beriman disebut sombong karena mereka tidak mau datang kepada Allah, dan itu menunjukkan kesombongan mereka. Mereka merasa bisa hidup tanpa Allah! Orang seperti ini justru dianggap “berbahagia” (NIV: blessed) oleh Israel.
Mungkin kita tidak pernah berkata “berbahagialah orang yang tidak percaya”, tetapi kalau kita berkata:
Ø bahwa jadi orang tidak kristen itu enak, karena hari Minggu tak perlu ke gereja, sehingga bisa piknik.
Ø bahwa jadi orang tidak kristen itu enak karena bisa melakukan dosa-dosa yang menyenangkan.
maka bukankah sebetulnya sama saja dengan kita berkata “berbahagialah orang yang tidak percaya?”
Jika kita benar-benar dan sungguh-sungguh beribadah kepada TUHAN, maka ada beberapa hal yang akan kita terima dari TUHAN, yakni:
Pertama,Allah mendengar dan memperhatikan orang yang bertobat (ay. 16). “Orang-orang yang takut akan Tuhan” (ay. 16) pasti akan tunduk kepada Firman Tuhan! Bukti dari orang yang takut akan TUHAN itu adalah mereka mau berbicara satu dengan yang lainnya (ay. 16). Ini berbeda dengan orang-orang yang melawan Tuhan, karena pembicaraan di sini menunjukkan adanya persekutuan di antara orang-orang itu, di mana mereka saling sharing sehingga mereka saling menguatkan dalam pertobatan mereka!
Kedua,Tuhan punya kitab peringatan bagi orang yang takut akan TUHAN (ay. 16b). Raja-raja Persia pada jaman itu mempunyai kitab catatan dan peringatan (bdk. Ezr. 4:15,18,19; Est. 6:1-3). Allah juga dikatakan punya kitab seperti ini! Apakah ini sesuatu yang bersifat hurfiah atau simbolis, tidak terlalu penting. Yang jelas ini menjamin keadilan Allah. Allah memang bisa menunda hukuman dan berkat dari orang yang berbuat dosa dan baik, tetapi Ia mencatatnya dan tidak mungkin melupakannya! Ia akan memberi hukuman dan berkat pada waktu-Nya (bdk. Why. 20:12-13).
Kalau selama ini kita terus berbuat dosa karena kita menganggap Allah tidak menghukum kita, ingatlah bahwa Allah mencatat dan mengingat semua itu! Bertobatlah sebelum hukuman itu tiba!
Kalau selama ini kita setia ikut Tuhan dan kita tidak merasakan berkat apa-apa, jangan putus asa dalam mengikut Tuhan. Tuhan mencatat dan mengingat kesetiaan kita dan akan memberikan berkat-Nya pada waktu-Nya!
Ketiga, kita akan menjadi milik kesayangan TUHAN (ay. 17). Sebelum hari dan saat itu tiba, kelihatannya tidak ada beda antara orang jahat dan orang baik dan beriman. Tapi pada saat itu akan kelihatan bedanya. Orang yang ikut Tuhan akan menjadi milik kesayangan Tuhan. Tak berarti bahwa sebelum saat dan waktu Tuhan itu tiba mereka bukan milik kesayangan Tuhan. Mereka sudah merupakan milik kesayangan Tuhan, tetapi belum kelihatan. Tapi bila waktu Tuhan itu tiba, maka akan kelihatan bahwa mereka adalah milik kesayangan Tuhan (bdk. Ay. 18).
Karena itu, marilah terus berjuang dan berusaha untuk melakukan ibadah yang benar di hadapan TUHAN agar kita memperoleh berkat-Nya yang berkelimpahan. (rsnh)
Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN