Kamis, 14 April 2022

KOTBAH JUMAT AGUNG Jumat, 15 April 2022 “HAMBA TUHAN YANG MENDERITA” (Yesaya 52:13-15)

 KOTBAH JUMAT AGUNG

Jumat, 15 April 2022

 

“HAMBA TUHAN YANG MENDERITA”

Kotbah: Yesaya 52:13-15       Bacaan: Ibrani 4:14-16




 

Hari ini kita merayakan hari besar umat Kristiani yang mengagungkan yakni Peringatan Hari Kematian Yesus, Jumat Agung. Disebut Jumat Agung karena pada hari inilah Yesus mati disalibkan di Golgota demi menanggung dosa manusia dan dunia ini.

 

Pada Ibadah Jumat Agung ini kita akan membahas tema “Hamba TUHAN yang Menderita”. Secara umum pengertian istilah “hamba” adalah “budak belian; abdi.” Tentunya sebagaimana yang dituliskan oleh Yesaya dalam kitabnya, hamba yang dimaksud dalam konteks “Hamba yang menderita” bukanlah “hamba manusia,” melainkan “hamba Allah,” atau “hamba Tuhan,” yang secara umum memiliki pengertian “orang yang mengabdi kepada Allah.” Dalam terminologi teologis, istilah “hamba” dijelaskan sebagai berikut: “Kata Ibrani “ebhed”, budak, hamba, pelayan. Artinya, seseorang bekerja untuk keperluan orang lain, untuk melaksanakan kehendak orang lain, juga dapat memiliki arti sebagai pekerja, yang menjadi milik tuannya. Dengan kata lain, yang dimaksudkan dengan pengertian “hamba Tuhan,” adalah “seseorang yang bukan hanya menjadi milik Tuhan, tetapi juga bekerja khusus untuk Tuhan.”

 

Istilah “hamba Tuhan” di dalam Kitab Yesaya, khususnya terdapat di dalam bagian yang lebih dikenal dengan “Nyanyian Hamba,” yang terdiri dari empat bagian yang terdapat di dalam pasal 42:1-9, sebagai bagian pertama dari nyanyian hamba; 49:1-13, bagian kedua; 50:4-11, bagian ketiga; dan 52:13-53:12 merupakan bagian keempat dari nyanyian hamba tersebut. 

 

Penderitaan dan kematian Tuhan Yesus adalah merupakan hal yang penting dalam kehidupan orang Kristen. Tuhan Yesus menjelang disalibkan mengamanatkan pada murid-murid-Nya untuk mengingat penderitaan-Nya melalui Perjamuan Kudus.

 

Sentralitas penderitaan Tuhan Yesus bukan hanya merupakan pemberitaan Perjanjian Baru belaka, namun juga merupakan nubuatan Perjanjian Lama. Sekalipun tidak sejelas Perjanjian Baru, Perjanjian Lama memberikan indikasi mengenai penderitaan Tuhan Yesus. Salah satu bagian yang terpenting adalah Yesaya 52:13-15. Di dalam perikop ini, penderitaan Tuhan Yesus digambarkan dalam figur penderitaan dari seorang Hamba Tuhan. Identitas sang Hamba Tuhan yang menderita ini telah banyak diperdebatkan. Bagi orang-orang Yahudi tradisional, sang Hamba adalah bangsa Israel yang mengalami penderitaan. Penafsir lain mengidentifikasi sang Hamba sebagai raja Koresy (Yes. 44:28, 45:1) dan Zerubabel (Ezr. 3:2). Dengan membandingkan detil pengalaman sang Hamba, sebagaimana dilukiskan dalam perikop ini, dengan pengalaman yang dialami oleh Tuhan Yesus, kita dapat menemukan kesamaan yang mengejutkan dan jauh dari kebetulan. Pararel ini mendorong kita untuk menyimpulkan bahwa hanya Tuhan Yesus, dan Dialah yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya dalam figur Hamba yang menderita.

 

Dari perikop ini kita dapat belajar tentang karakter dari hamba TUHAN yang menderita itu, yakni:

 

Pertama, hamba TUHAN yang menderita itu melakukan pelayanan kepada Allah. Ini adalah perkataan Allah Bapa yang mengucapkan kata-kata ini dalam ayat 13 ini, “Lihatlah, hamba-Ku akan berhasil, ia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan”. Allah meminta kita untuk memandang “hamba”-Nya. Ketika Yesus turun ke dunia, Ia “mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Flp. 2:7). 

 

Sebagai Hamba Allah di dunia, Kristus tampil dengan bijaksana, dan bertindak dengan hikmat. Semua yang Yesus katakan dan lakukan, di sepanjang pelayanan-Nya di bumi, telah dilakukan dengan hikmat yang agung. Ketika Ia berumur dua belas tahun di Bait Suci, para rabi dikejutkan dengan hikmat-Nya. Orang-orang Farisi dan Saduki tidak dapat menjawab Dia, dan mulut Pilatus, gubernur Roma, terdiam ketika Ia berbicara. 

 

Kemudian ayat kita ini berbicara berhubungan dengan Hamba Tuhan, “Ia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan” (ay. 13).  Kata-kata ini dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris modern dengan “raised,” “lifted up,” and “highly exalted” (“dibangkitkan,” “diangkat,” dan “diagungkan”). Tidaklah mungkin membaca perkataan-perkataan ini tanpa mengingat pengagungan atau pemuliaan Kristus seperti yang dilukiskan dalam Filipi 2:9-11 dan Kisah Rasul 2:33”. “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama” (Flp. 2:9).  “Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi. Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah….maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini” (Kis. 2:32-33). 

 

Ditinggikan – “dibangkitkan.” Disanjung “diangkat.” Dimuliakan – “diagungkan.” Ini adalah kata-kata yang merefleksikan langkah-langkah pemuliaan Kristus. Ia dibangkitkan dari kematian! Ia diangkat ke Sorga pada hari kenaikan-Nya. Sekarang Ia duduk di sebelah kanan Allah sedang berdoa untuk anda! Ditinggikan – “dibangkitkan”! Disanjung – “diangkat.” Dimuliakan – bahkan duduk di sebalah kanan Allah di Sorga! 

 

Kedua, hamba TUHAN yang menderita itu berkorban bagi manusia berdosa (ay. 14).  Yesus secara brutal dibuat tampak jelek atau mengerikan pada waktu penderitaan-Nya. Malam sebelum Ia disalibkan Ia ada “dalam penderitaan,” “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Luk. 22:44). Ini adalah sebelum mereka menangkap Dia. Di sana di kegelapan Getsemani, penghakiman karena dosa kita mulai turun atas Kristus. Ketika para prajurit datang untuk menangkap Dia, Ia telah berlumuran peluh darah. Kemudian mereka membawa Dia dan memukul wajah-Nya. Yesaya menceritakan kepada kita bahwa Hamba Menderita itu berkata,  “Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi” (Yes. 50:6). 

Lukas berkata, “Mereka menyerang wajah-Nya” (Luk. 22:64). Markus berkata bahwa Pilatus “menyesah Dia” (Mrk.15:15). Yohanes berkata, “Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah Dia [mencambuki Dia]. Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya. Mereka memakaikan Dia jubah ungu, dan sambil maju ke depan mereka berkata: "Salam, hai raja orang Yahudi!" Lalu mereka menampar [memukul] muka-Nya” (Yoh. 19:1-3). 

 

Kemudian mereka memaku tangan dan kaki-Nya di kayu Salib. Rupa-Nya begitu rusak atau jelek sehingga tampaknya tidak seperti manusia lagi. “Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia--begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi” (ay.14). Banyak lukisan modern tidak ada yang hampir seakurat “The Passion of the Christ” oleh Mel Gibson dalam menggambarkan seperti apakah keadaan Kristus setelah mereka mencambuk Dia, menyesah Dia, dan menyalibkan Dia. Dipakukan di kayu terkutuk dalam keadaan telanjang,  Menjadi tontonan bumi dan sorga. Tontonan luka menganga dan darah. Luka dari keajaiban kasih!  

 

Ketiga, hamba TUHAN yang menderita itu mengaplikasikan keselamatan bagi manusia berdosa (ay. 15).   Pengorbanan dan penderitaan Kristus di dalam ayat 14 diterangkan dan diaplikasikan. Nabi menjelaskan mengapa Ia [Kristus] dibuat jelek. Dalam kondisi jelek ini, “Ia akan membuat banyak bangsa tercengang.” Pribadi yang dibuat jelek itu, hamba yang melakukan sesuatu untuk orang lain itu, di dalamnya Ia melakukan upacara penyucian. Penampilan-Nya yang jelek [dalam penderitaan-Nya] adalah kondisi yang di dalamnya Ia mengharuskan diri-Nya sendiri membawa penyucian bagi banyak bangsa. Kata kerja “Ia akan membuat tercengang” [berbicara tentang] pemercikan air, atau darah sebagai penyucian. Ini adalah pekerjaan [Kristus sebagai imam] yang ditunjukkan di sini, dan tujuan pekerjaan ini adalah untuk membawa penyucian dan pembersihan orang lain. Ia sendiri sebagai imam akan memercikkan air dan darah untuk menyucikan banyak bangsa. Ia melakukan ini ketika menderita, yaitu menderita demi penyucian dan menghasilkan perubahan dalam sikap orang-orang yang telah memandang Dia.

 

RENUNGAN

Apa yang hendak kita renungkan dalam rangka Peringatan Kematian Yesus Kristus hari ini? Ada beberapa hal penting yang harus kita renungkan dan hayati, yakni:

 

Pertama, hamba TUHAN yang menderita itu adalah Yesus Kristus. Hamba Allah dalam diri Yesus telah mengalami direndahkan dan dihina sebelum ia ditinggikan dan dimuliakan. Hamba Allah ini mengalami penderitaan yang melebihi batas, sampai dia hampir tidak dikenali lagi sebagai manusia. Tetapi justru penderitaannya itulah keberhasilannya, karena membuat semua bangsa tercengang karena kerelaannya menanggung penderitaan mereka. Siapakah hamba Allah ini, yang telah menderita bahkan mati demi menyelamatkan umat yang dikasihi Allah dan bangkit mengalahkan kuasa dosa secara tuntas? Dalam Perjanjian Baru dan sampai sekarang hanya Yesus Kristus satu-satunya yang menggenapi Nyanyian Hamba Allah ini. Yesus Kristus sama sekali tak terlihat berusaha melakukan pembelaan diri-Nya.

 

Kedua, keberhasilan Tuhan Yesus menjalankan misi penyelamatan melalui jalan salib adalah teladan yang agung bagi kita semua. Seharusnya kita tidak mengejar kesuksesan dengan cara menjatuhkan orang lain. Kita tidak mengejar kesuksesan dengan memanfaatkan dan mengekploitasi orang lain. Yesus sangat mungkin memanfaatkan kuasa namun Ia tidak melakukannya. Kita tidak boleh juga mengejar kesusksesan dengan menyingkirkan orang lain apalagi dengan fitnah atau  dengan sengaja berkata-kata yang membuat orang lain menjadi terlihat buruk. Hendaklah kita mengejar cita-cita dengan mengangkat, menolong, melayani dan menjadi berkat bagi orang lain. Bila niat baik kita disalahmengerti oleh orang lain, kita tidak perlu heran, tidak usah takut, cemas dan tidak usah putus asa karena Yesus saja ditolak apalagi kita.

 

Ketiga, manusia adalah makluk yang diciptakan mulia. Yang membuat manusia tidak mulia adalah sesamanya. Itu terjadi melalui penghinaan dan cercaan yang kita nyatakan kepada sesama. Manusialah yang membuat wajah sesamanya buruk maka diperlukan dari manusia adalah pribadi yang berhati mulia untuk menghormati sesama sebagai makluk mulia serta menempatkan sesama sebagai makluk mulia. Berhentilah mencederai sesama dan tidak memberi hormat. Untuk itu setiap orang butuh pengurapan khusus dari Allah supaya setiap pribadi yang suka mencederai sesama diurapi dengan Roh yang baru.

 

Keempat, penderitaan adalah cara yang mesti kita pilih. Kalau tidak mau menderita maka jangan jadi pendeta atau hamba Tuhan. Konsekwensinya adalah kadang kita lelah, tertekan, kecewa, sakit hati, marah, tidak suka. Berhadapan dengan hal itu terkadang kita mengungkapkan dengan tidak tepat atau menyimpan dengan cara yang salah. Banyak orang baik yang mati muda karena suka menyimpan kekecewaan dengan cara yang tidak tepat. Di lain pihak menyalurkan kemarahan dengan cara yang tidak tepat juga tidak terhormat. Segala hal baiknya diterima sebagai kesempatan berefleksi dan belajar menerima penderitaan sebagai cara Tuhan menyempurnakan kita.

 

Kelima, Hamba Tuhan tidak mungkin tanpa penderitaan maka mesti ada pembaharuan panggilan dan motivasi melayani. Tidak mungkin kita jadi Hamba Tuhan tapi menghindari resiko. Tidak ada pelayanan tanpa tantangan walau ada juga yang suka cari enak dan menghindari hal yang menyulitkan. Akhirnya kata yang ia dapatkan dari Tuhan adalah: hai hamba yang jahat. Seringkali jalan kompromi dipilih sehingga kebenaran didiamkan. Berhenti jadi hamba Tuhan kalau menghindari resiko kehambaan. Hati-hati bagi kita yang suka cari aman. Dosa kalau menghindari penderitaan. Hamba Tuhan yang tidak mengalami resiko  maka ia bukan hamba Tuhan. Karena itu, milikilah karakter hamba TUHAN yang menderita sama seperti Yesus agar kita mampu membawa keselamatan bagi orang lain. (rsnh)

 

Selamat merayakan Hari Kematian Yesus Kristus

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...