Renungan hari ini:
“BERMEGAH ATAS KELEMAHANKU”
2 Korintus 11:30 (TB) "Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku"
2 Corinthians 11:30 (NET) "If I must boast, I will boast about the things that show my weakness"
Bermegah atas kelemahan bukan berarti meninggikan kelemahan itu dan memuliakannya. Itu hanya berarti bahwa Paulus, meskipun memiliki kelemahan dalam dirinya, tidak lalu menjadi pribadi yang menuruti kelemahannya itu. Juga, ia tidak harus malu karena kelemahannya itu, sebaliknya ia menjadikannya sebagai suatu sarana bagi pertumbuhan serta pembangunan rohaninya dihadapan Tuhan. Paulus melihat bahwa oleh karena adanya kelemahan-kelemahannya itulah, ia malah dimampukan naik lebih tinggi dalam tingkatan rohani yang selanjutnya.
Mengapa Paulus memilih bermegah dalam kelemahan-kelemahan-nya?
Pertama, supaya kuasa Tuhan turun dan menaungi Paulus dengan sempurna (2 Kor. 12:9). Paulus menyadari bahwa ketika ia merasa kuat, ia condong untuk mengandalkan kekuatannya sendiri daripada bergantung pada Tuhan. Demikian pula kebanyakan dari kita. Banyak hal yang ada di dunia ini seringkali menjadi sesuatu yang kita andalkan di dalam hidup. Itu termasuk berbagai kelebihan dan kemampuan yang kita miliki. Kepandaian dan bakat kita. Kekayaan kita. Kesehatan kita. Hubungan-hubungan kita. jabatan dan kedudukan kita. Hingga kekuatan fisik atau kemudaan kita. Sewaktu kita masih merasa memiliki semua itu, kita sering kali cenderung berpikir untuk pertama-tama mengandalkan itu semua daripada menyandarkan pengharapan pada Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan menempatkan kita dalam berbagai keadaan yang membuat kita merasa lemah dan tidak berdaya. Dengan tujuan supaya kita menyadari keterbatasan kita dan berlari kepada-Nya demi memperoleh kekuatan dan pertolongan. Saat-saat seperti itulah sebenarnya yang merupakan kesempatan terbaik untuk mengalami dan membuktikan bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Allah yang berkuasa, yang pasti bertindak bagi kita saat kita menaruh iman dan pengharapan kepada-Nya.
Dahulu Paulus berusaha menunjukkan bahwa dirinya kuat dan mampu menghadapi berbagai situasi, namun dalam perjalanannya bersama Tuhan sebagai hamba-Nya, ia menyadari bahwa ia tidak boleh malu memiliki kelemahan. Itu bahkan harus diakuinya secara terbuka. Karena dalam kelemahanlah, Paulus menyaksikan peragaan demi peragaan kuasa Tuhan di dalam hidupnya. Kesadaran akan kelemahanlah yang membuat Paulus tidak pernah berhenti mengandalkan Tuhan dalam segala keadaan. Dengan bersikap demikian, ia justru tidak pernah benar-benar jatuh dan kalah setiap kali ia menjadi lemah, sebab Tuhan yang akan menopangnya dan mengangkatnya lebih tinggi lagi.
Kedua, dalam kelemahanlah, Paulus memperoleh dan berada dalam kapasitas terbesarnya (2 Kor. 12:10). Paulus menyadari bahwa dirinya adalah seorang manusia biasa. Namun pekerjaan Tuhan di pundaknya terlalu sukar dan berat untuk ditanggung oleh manusia biasa. Itu hanya dapat ditanggung oleh kekuatan yang dari Tuhan. Paulus memerlukan kekuatan ekstra yang bukan berasal dari dunia ini. Dan kekuatan itu hanya diperolehnya ketika ia mengosongkan dirinya dan menjadi lemah. Ya, itulah yang ia lakukan ketika ia melepaskan kendali hidupnya ke tangan Tuhan. Hidup Paulus di tangannya sendiri, seberapa pun kuatnya, tidak akan meraih banyak dalam pekerjaan tuhan. Kekuatannya sendiri tidak mampu memikul beban pelayanqn (kerasulan) yang diembannya. Ia harus menyadari dan mengakui kelemahannya supaya ia dapat membiarkan Tuhan memegang kendali atas hidupnya . Sebagai suatu alat ia harus menyerah di tangan orang yang menggunakannya barulah ia dapat berfungsi semaksimal mungkin sesuai kehendak pemakainya. Bayangkan apabila sebuah mesin, katakanlah, sebuah mobil tidak dapat lagi dikendalikan di tangan pengemudinya. Ia akan mendatangkan kerusakan bagi sekitarnya. Hanya ketika ia tunduk pada yang mengarahkan, maka ia mencapai manfaat terbesarnya.
Dituliskan dalam kitab Hakim-hakim tentang Simson. Ketika ia merasa dirinya kuat, ia sering jatuh dalam kesombongan dan merasa dirinya mampu menghadapi musuhnya. Celakanya, ia justru jatuh di tangan makhluk yang jauh lebih lemah dari dirinya. Delilah. Dari sana ia sadar, saat dirinya merasa mampu, ia berada dalam kelemahan terbesarnya. Simson pun belajar dari keadaannya. Dalam kondisi buta setelah dicungkil matanya, dalam keadaan dirantai dan dijadikan tertawaan, dalam keadaan tampak seperti orang bodoh dan hina, Simson belajar arti penyerahan total kepada Tuhan. Di titik terlemahnya, ia akhirnya menemukan kekuatan terbesar dari Tuhan. Dalam penyerahan total. Dalam merasa lemah dan tak berdaya. Kekuatan Tuhan menjadi nyata bekerja dalam dirinya.
Ketiga, melalui keadaan yang lemah, Paulus dimampukan tetap memelihara hati seorang hamba di hadapan Tuhan (2 Kor. 12:). Sewaktu mengatakan bahwa dirinya bermegah atas kelemahannya, Paulus sesungguhnya sedang melihat hal itu dalam perspektif kehambaan. Ia melihat dari sudut pandang orang yang hidupnya diserahkan dan diabdikan sepenuhnya kepada Tuhan. Sebagai seorang hamba Tuhan, ia tidak ingin terlihat sebagai orang yang mengesankan, hebat, luar biasa, tanpa kekurangan, tanpa kelemahan dan terkesan sempurna. Ia hanya ingin dikenal sebagai seorang yang lemah dengan tujuan supaya Tuhan yang ia layani selalu yang akan menjadi pusat perhatian dan kekaguman jemaat. Tidak sedikit orang yang menutup-nutupi kelemahannya untuk menunjukkan suatu citra yang berbeda dengan yang aslinya. Orang ingin tampil sesempurna mungkin supaya memperoleh pengakuan, pujian, serta menjadi pusat perhatian di hadapan banyak orang. Paulus orang yang berbeda. Sebagai hamba Tuhan ia tidak lagi mencari keuntungan diri. Ia hanya punya satu kerinduan : memuliakan yang dilayani. Jadi tak mengapa ia harus terlihat lemah asalkan Tuhan yang kepadanya ia menyerahkan hidupnya dipermuliakan dihadapan orang banyak.
Betapa berbeda pendirian Paulus dengan yang kita lihat di masa sekarang ini. Mereka yang mengaku hamba Tuhan justru ingin dikenal karena kemampuan dan kepiawaiannya dalam bidang rohani. Karena kefasihan bicaranya. Karena megah gedung dan fasilitas yang dibangun dan dipakainya beribadah. Karena pelayanannya yang padat dan banyak anggota jemaatnya. Kebalikannya, sedikit sekali yang merasa tidak terganggu pikirannya ketika pelayanannya dipandang sebelah mata, kecil, tidak berdampak atau bahkan terlihat gagal. Karena itu, marilah kita bermegah di dalam kelemahan kita agar TUHAN menolong kita dengan memberikan kekuatan-Nya bagi kita. (rsnh)
Selamat memulai karya dalam Minggu ini