Kamis, 27 Oktober 2022

Renungan hari ini: “AKIL BALIG” (Galatia 4:3-5)

 Renungan hari ini: 

 

“AKIL BALIG”


 

Galatia 4:3-5 (TB) "Demikian pula kita: selama kita belum akil balig, kita takluk juga kepada roh-roh dunia. Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak"

 

Galatians 4:3-5 (KJV) "Even so we, when we were children, were in bondage under the elements of the world: But when the fulness of the time was come, God sent forth his Son, made of a woman, made under the law, To redeem them that were under the law, that we might receive the adoption of sons"

 

Kata akil balig artinya sudah dewasa.  Alkitab menyatakan bahwa seseorang yang belum dewasa belum pantas menerima warisan.  Namun setelah ia mengalami akil balig, maka hak ahli waris dapat diterimanya.  Akil balig yang dimaksudkan oleh ayat nas di atas adalah akil balig rohani atau kedewasaan rohani.  Inilah sasaran kehidupan orang percaya yaitu mencapai kedewasaan rohani seperti tertulis:  "...sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus"  (Ef. 4:13).  Secara fisik setiap orang mengalami pertumbuhan, mulai dari balita, anak-anak, remaja, pemuda dan kemudian menjadi dewasa.  Semakin bertambah usia seseorang bertambah kuat pula fisik atau jasmaninya, tapi tidak menjamin bahwa kerohaniannya juga bertambah kuat.

 

Kedewasaan rohani tidak bergantung pada usia jasmani atau berapa lama kita mengikut Yesus. Banyak dari kita sudah bertahun-tahun mengikut Yesus tapi kita masih tegar tengkuk dan mengeraskan hati. Akil balig atau kedewasaan rohani itu tergantung keputusan hati kita. Mentalitas seorang anak adalah sebuah pilihan. Tanpa kedewasaan rohani, kita tidak akan bisa menerima warisan Bapa, kita tidak ada bedanya dengan hamba, sekalipun kita anak Allah. Warisan hanya diberikan kepada seorang putra, bukan seorang hamba. Banyak dari kita berdoa meminta berkat dari Tuhan, namun Tuhan belum memberikan. Bukan karena kita tidak layak, sebab jika kita layak maka itu adalah upah, bukan berkat. Tuhan ingin sebelum kita menerima berkat, kita harus punya mentalitas seorang anak.

 

Mentalitas anak adalah semakin lama menjadi anak maka akan semakin berhutang budi. Namun mentalitas hamba adalah semakin lama melayani akan semakin menuntut apa yang akan diperoleh. Salah satu mentalitas seorang hamba adalah merasa bahwa dirinya tidak pernah salah, selalu merasa benar. Mentalitas hamba bukan soal hamba/pelayan atau bos (jabatan), tetapi apa yang sudah kita lakukan. Evaluasi diri sendiri dan melihat apa yang masih perlu diperbaiki dari hidup kita.

 

Mentalitas anak tidak protes sana dan sini. Anak percaya bahwa apapun yang terjadi dia akan menerima warisan dari Bapanya. Mentalitas kasih karunia adalah membangun hubungan anak dengan Bapa terlebih dahulu, baru kemudian kita meminta sesuatu kepada Bapa. Bapa kita tahu apa yang kita butuhkan sebelum bahkan kita membuka mulut kita untuk meminta kepadaNya.

 

Kepunyaan Bapa adalah kepunyaan kita karena kita anak-Nya. Belajar saja jadi ahli waris, jadi anak yang baik. Mulailah dengan sebuah “rasa memiliki” atas apa yang menjadi milik Bapa, mulai dengan barang dan semakin lama dengan jiwa-jiwa. Setiap orang adalah anak Tuhan, tidak peduli latar belakang dan agama apapun mereka. Sekalipun Yesus tidak diterima semua orang, namun Yesus menerima semua orang dan semua orang adalah anak Tuhan. Karena itu, jadilah orang yang sudah dewasa secara rohani agar kita memeroleh warisan ilahi dari TUHAN. (rsnh)

 

Selamat berkarya untuk TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...