Sabtu, 22 September 2018

KOTBAH MINGGU XVII SETELAH TRINITATIS Minggu, 23 September 2018 “HIDUP SEBAGAI ANAK TERANG”

Minggu, 23 September 2018

“HIDUP SEBAGAI ANAK TERANG”
Kotbah: Efesus 5:1-10 Bacaan: Ulangan 16:18-20



Minggu ini kita memasuki Minggu Ketujuhbelas setelah Trinitatis. Tema yang akan kita renungkan adalah “Hiduplah sebagai anak Terang”.Hidup sebagai anak terang berarti kita tidak lagi  "... Turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu"  (ay. 11).  Dengan kata lain kita tidak lagi berkompromi dengan dosa, kita tidak lagi hidup menuruti keinginan daging.  "Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya"  (Gal. 5:19-21).  Sementara, dunia saat ini dipenuhi kegelapan yang hanya bisa dikalahkan oleh terang.  Kegelapan tidak dapat mengalahkan terang, tetapi terang dapat mengalahkan kegelapan.  Ketika kita menyalakan sebuah lampu atau obor di tempat yang gelap seketika itu juga kegelapan akan sirna.  Sepekat apa pun kegelapan itu, terang tetap mampu menembusnya.

Sebagai anak-anak terang kita harus mampu menembus dan mengalahkan kegelapan dunia ini yaitu melalui keteladanan hidup kita, sebab keteladanan itu jauh lebih dahsyat dari kekuatan perkataan.  Kekristenan adalah sesuatu yang bisa dilihat, bukan hanya di dalam gedung gereja dengan segala kegiatan yang berbau pelayanan, tetapi harus bisa dilihat oleh dunia, baik melalui perkataan dan perbuatan, sebab iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati.

Terang menurut Alkitab merupakan metofara yang mengandung berbagai makna, antara lain : 
1)   Gambaran dari Karakter Allah sendiri (1Yoh. 1:5; Yoh. 8:12); 
2)   Gambaran dari kebaikan, kebenaran dan keadilan (Ef. 5:8-9); 
3)   Gambaran dari Kekudusan Allah (1Tim. 6:16), yang digunakan khusus untuk Kristus kemudian diturunkan kepada orang-orang percaya, dan mereka ini bersaksi bagi Dia melalui kekudusan kehidupan mereka dan pemberitaan Injil (Yoh. 1:4,9); 
4)   Gambaran untuk sesuatu yang tersingkap (1Kor. 4:5; Ef. 5:13).

Lalu apakah yang dimaksud dengan terang? Kata Yunani “terang (light)”dalam ayat tersebut di atas adalah φως-phôs” yang berasal dari kata kerja φαινω-phainô,” yang berarti “menyinarkan dan atau bercahaya”. Menurut kamus bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan terang adalah: (1) Yang menyebabkan segala sesuatu dapat kelihatan; (2) Cerah, tidak gelap, tidak kelam; (3) nyata dan jelas kelihatan. Dengan demikian terang dapat diartikan sebagai: (1) yang menyebabkan segala sesuatu dapat dilihat dengan jelas; (2) Ketiadaan kegelapan. 

Mengapa terang itu disebut sebagai ketiadaan kegelapan? Pertama,karena kegelapan berarti absennya atau ketiadaan dari terang. Hal ini sama seperti kejahatan kejahatan yang berarti absennya atau ketiadaan dari sesuatu yang baik. kejahatan merupakan kerusakan atau devisiasi (penyimpangan) dari apa yang sebenarnya. kejahatan ada sebagai kerusakan dari sesuatu yang baik. Demikian juga dengan kegelapan merupakan akibat dari ketiadaan terang. 

Kedua, karena kegelapan tidak memiliki esensi dari dirinya sendiri. Kegelapan tidak eksis secara sendirinya, ia ada di dalam sesuatu dan bukan di dalam dirinya sendiri. Misalnya, lubang itu riil, tapi hanya ada dalam sesuatu yang lain. Kita bisa katakan tidak adanya tanah sebagai sebuah lubang, tapi lubang tidak bisa dipisahkan dari tanah. Misalnya, kelapukan pada pohon terjadi karena adanya pohon. Tidak ada kelapukan jika tidak ada pohon. Kebusukan pada gigi hanya dapat terjadi selama gigi itu ada. Demikian juga dengan kegelapan, tidak akan ada kegelapan jika ada terang. 

Pertanyaan kita sekarang adalah bagaimanakah cara kita hidup dalam terang? Menurt ayat 9, setidaknya ada tiga cara kita menjadi anak terang, yakni:

Pertama, hiduplah dalam kebaikan(agathosune). Kebaikan menuntut kita untuk ber-empati kepada orang lain, yaitu kebaikan yang penuh kasih, kemurahan dan kepedulian yang tak berubah. Kebaikan adalah suatu sikap dan tindakan yang keluar dari kejujuran hati. Tidak ada kebaikan yang jauh lebih besar dari kabar baik yang telah diperbuat Allah melalui pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib. Kebaikan menggambarkan janji keselamatan Allah bagi umatNya. Kita tidak dapat membayar dengan apapun kebaikan Allah dalam hidup kita selain kita berusaha untuk serupa dengan Kristus untuk berbuat kebaikan. Ada beberapa contoh tokoh dalam Alkitab yang dapat kita renungkan mengenai kebaikan, contohnya adalah kebaikan Daud terhadap Saul ataupun kebaikan Yusuf kepada saudara-saudaranya.

Jika kita memiliki iman kepada Kristus, maka biarlah anugerah Allah bekerja dalam diri kita. Kita mengakui kuasa dan kedaulatan Allah ditengah-tengah kehidupan kita, maka kebaikan pun akan mengalir tanpa memperhitungkan kesalahan dan kekurangan yang diperbuat orang lain terhadap kita. 

Hidup dalam kebaikan kita tunjukkan melalui perilaku yang disengani oleh TUHAN, seperti:
Ø  Menjadi penurut-penurut Allah (ay. 1). Allah adalah sumber kebenaran, karena itu, tidak salah jika ia menuntut umat-Nya untuk menuruti-Nya. Istilah “penurut-penurut” sebenarnya berarti peniru (imitator). Dengan demikian, kekristenan adalah sebuah agama yang dimampukan untuk meniru sifat-sifat Allah. 
Ø  Hidup dalam Kasih (ay. 2). Kristus telah memberi teladan kepada orang percaya yaitu menyerahkan diri-Nya sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah. Persembahan yang harum sebenarnya diambil dari tradisi PL yang ditulis di kitab Imamat bahwa Tuhan menghendaki persembahan yang baunya menyenangkan (Im. 2:9, 3:16, 8:21, dst). Kristus telah menggenapi semua persembahan tersebut ketika Ia menyerahkan diri-Nya menjadi persembahan yang menyenangkan bagi Allah (Ibr. 9:14-15). Di sana disebutkan bahwa “Kristus telah mempersembahkan diri-Nya kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat”. Bila hal ini ditelusuri, akan nyata bahwa penyerahan diri-Nya bukan karena paksaan dari pihak manapun. Semua hal ini dikerjakan oleh Kristus karena kasih-Nya. Istilah “mengasihi” di sini ialah mengasihi dengan kasih agape/tanpa menuntut balasan. 

Kedua, hiduplah dalam keadilan(dikaiosune). Dikatakan adil bukanlah yang adil menurut pikiran ataupun adil menurut dunia ini, tetapi keadilan yang dimaksud adalah sikap dan tindakan yang bersumber dari kebenaran Firman Allah. Untuk memahami keadilan yang dimaksud dapat kita pahami seperti perkataan Tuhan Yesus, “MakananKu ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya” (Yoh. 4: 34). Sehingga yang adil itu adalah melakukan apa yang dituntut oleh Allah. Maka kita menjalani kehidupan ini berdasarkan petunjuk Allah, sebab yang kita perbuat dan lakukan itu adalah menjadi pelayanan untuk Tuhan.

Hidup dalam keadilan dapat kita lakukan dengan:
Ø  Melawan setiap perilaku dosa (ay. 3-6). Hidup yang kekal berarti sekarang kita sudah mempunyai hubungan pribadi dengan Allah, telah diperkenalkan dengan Allah dan Allah telah menjadi Allah kita dan kita telah menjadi umat-Nya, dan kita telah memulai bersekutu dengan Dia, kita telah mulai hidup bersama-sama dengan Dia. Oleh sebab itu, marilah kita belajar hidup melawan dosa. Paulus menguraikan beberapa hal yang harus dikalahkan yaitu: (1) Percabulan (Yun: πορνεία/porneia). Istilah inilah yang diadopsi oleh bahasa Inggris dan Indonesia=pornografi. Karena itu, bahasa Inggris menulis ayat ini dengan “sexual immorality” = perilaku seks yang tidak bermoral atau penyelewengan seksual. Contoh: Yohanes 8:3 “seorang perempuan yang kedapatang berbuat zinah”. (2) Kecemaran, sesuatu yang tidak kudus. (3) Keserakahan. Istilah kata ini dalam bahasa Yunani: pleoneksia. Pleion=jumlah yang lebih. Exo=memiliki. Jadi, kata ini menjelaskan bahwa seseorang yang ingin memiliki lebih dari jumlah yang semestinya, ia serakah. (4) Perkataan (ay. 4): perkataan kotor; kosong (Yunani: morologa). Kata ini ditulis dengan dua suku kata Yunani: Moros = membosankan, tidak berhenti. Lego = perkatan tentang kesimpulan. Jadi Morologia berarti perkataan yang membosankan tanpa ada tujuannya; sembrono (ay. 4).

Ketiga, hiduplah dalam kebenaran (aletheia). Dapat diartikan dengan “non-concealment”yaitu menunjukkan, memperlihatkan, menyatakan, mengungkapkan apa adanya dengan jujur tanpa ada yang disembunyikan. Pada prinsipnya, kita tidak akan dapat melakukan kebenaran tanpa bertitik tolak pada kebenaran sejati yaitu Kristus (Yoh. 14: 6). Kebenaran menuntut kejujuran iman bahwa kita hanya menjalani kehidupan melalui jalan kebenaran yang diperlihatkan oleh Kristus, “Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran” (1Yoh. 1: 6 dst.). hidup dalam kebenaran adalah hidup yang percaya 100 persen kepada Kristus bukan setengah ataupun seperempat.

Kita adalah anak-anak terang, maka sikap, tindakan, perbuatan, pikiran dan semua segi-segi kehidupan kita berfokus kepada Kristus. Sebab Dia-lah Terang sejati. Menjadi anak-anak terang adalah memiliki kasih, tunduk dibawah tuntunan Tuhan dan yakin percaya bahwa Kristus adalah satu-satunya jalan kebenaran dan hidup.

Itulah prinsip hidup Kristen yang harus “diperlihatkan” sehingga dunia dapat melihat Kristus di dalam hidup kita. Maka jangan “asal hidup”, “asal percaya”, menjadi anak-anak terang tidak asal-asalan dalam berbicara, berfikir, bertindak, berbuat tetapi “Ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan”. Itulah sebabnya di ayat selanjutnya (ay. 15-21) diingatkan pada kita “Perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu hidup” bahwa kita dituntut untuk berusaha mengerti kehendak Tuhan disetiap tindakan yang akan kita lakukan. Karena itu, teruslah berjuang hidup sebagai anak Terang di mana pun kita hidup dan berkarya. (rsnh)

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN

Renungan hari ini: “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH” (Daniel 3:3)

  Renungan hari ini:    “PENTINGNYA PATUH KEPADA ALLAH”   Daniel 3:3 (TB2) "Lalu berkumpullah para wakil raja, para penguasa, para bupa...